Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Salam Tempel di Depan Pintu

Di penjara narkotika Cipinang setiap pengunjung wajib memberi ”salam tempel” ke petugas yang berjaga di setiap pintu yang dilewati. Minimal Rp 5.000.

15 Mei 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NASI putih di dalam kotak itu masih hangat. Juga lauk-pauknya: se-mur daging, sayur lodeh, dan tempe goreng. ”Semua pas matang se-waktu akan berangkat ke sini,” ujar Rus-tinem kepada Tempo di pintu gerbang Lembaga Pemasyarakatan Narko-tika Cipinang, Jakarta Timur, Kamis pekan lalu.

Kunjungan rutin sebulan sekali ke penjara itu dilakukan Rustinem sejak April tahun lalu, saat cucunya mulai menghuni penjara karena kasus narkoba. Nenek berusia 60 tahun itu juga menenteng kopi, gula, teh, dan obat-obatan. ”Kalau nggak dibawain obat, tiba-tiba dia sakit, kan kasihan,” katanya.

Lebih dari setahun Rustinem melakoni- aktivitas ini, dan ia tahu ada hal lain yang harus ia siapkan agar bisa masuk ke penjara yang penjagaannya di-sebut ”supermaksimum” itu. Lembar-an-lembaran- uang sudah ia siapkan sejak di pintu muka untuk ia tempelkan ke tangan- setiap sipir yang ditemuinya. ”Istilahnya uang pintu,” ujar Rustinem. Minimal 20 ribu perak harus ia sediakan untuk empat penjaga.

Tiga pintu harus ia lewati sebelum bertemu cucunya. Saat ia menyerahkan kartu tanda penduduk di pintu pertama, lembaran pertama berpindah. Satu lembar lagi melayang ketika ia digeledah di pintu kedua, dan lembar ketiga- untuk- petugas di pintu ruang pertemuan dengan- cucunya. ”Lima ribu yang ter-akhir buat uang kursi,” katanya. Uang pintu Rp 20 ribu ini sungguh banyak- nilainya bagi Rustinem, yang mengais penghasilan sebagai tukang urut. Maka, kunjungan ke Cipinang hanya bisa ia lakukan sebulan sekali.

Praktek pemberian ”uang pintu” dilakukan hampir oleh semua pengunjung penjara. Besarnya, seperti yang diamati Tempo, minimal 5 ribu perak untuk tiap petugas, walaupun ada juga yang memberikan 2 hingga 4 kali lipat. Transaksi berlangsung secepat kilat. Tangan-tangan lihai petugas dengan cekatan menyabet uang pemberian untuk dimasukkan ke kantong celana atau dibenamkan ke dalam laci meja.

Padahal, di ruang penerima- tertempel dengan jelas sebuah peng-umuman bahwa pengunjung tidak dipungut biaya apa pun jika membesuk. Tapi, itulah, para pengunjung memaklumi kewajiban uang pintu ini agar kunjungan bisa terlaksana.

Adanya uang pintu ini dibenarkan oleh seorang sipir yang minta namanya- tidak disebut. ”Kami juga tidak memaksa-, ini wajar saja, apalagi gaji kami tidak cu-kup untuk sebulan,” ujarnya. Sipir muda itu mengaku sebulan bergaji sekitar Rp 800 ribu. Suara senada muncul dari seorang pegawai penjara lainnya. Menurut sang pegawai, pemberian uang pintu benar-benar bersifat sukarela. ”Sejak zaman dulu sudah ada. Mengurus KTP di kelurahan saja perlu memakai uang,” -katanya.

Praktek serupa terjadi di penjara kelas 1 Cipinang, yang bersebelahan dengan penjara narkotika. ”Bahkan nilainya le-bih tinggi. Apalagi kalau yang akan dibesuk mantan pejabat yang dipenjara di situ,” ujar seorang pengacara. Uang tiap pintu untuk menjenguk mantan pejabat atau pengusaha rata-rata Rp 20 ribu.

Direktur Jenderal Pemasyarakatan- Mardjaman tak menampik adanya pra-ktek uang pintu. Menurut Mardjaman-, ia banyak mendapat pengaduan dari ma-syarakat perihal penyelewengan se-macam ini. Mardjaman bersuara keras. Katanya, penjara-penjara dengan uang pintu seperti itu harus segera dibenahi-. Kendati para pegawai sipir itu bergaji kecil, ujarnya, seharusnya mereka tak boleh menerima uang apa pun dari pe-ngunjung.

Adanya suara yang mengkritik praktek uang pintu menyebabkan munculnya uang pintu gaya baru. Duit kini tak lagi disodorkan ke tangan para sipir, tapi diberikan ke keluarga mereka, anak atau istri petugas penjara. ”Ini termasuk modus baru,” ujar Mardjaman. Modus ini, ujarnya, sulit dipantau karena dilakukan di luar tempat me-reka bekerja.

Sipir rawan sogok semacam inilah yang mengawal Guna-wan Santosa, terpidana yang beberapa kali lolos dari penjara karena memberikan uang kepada penjaga. Bukan hal yang mengherankan bila dua pekan lalu lelaki ini lenyap dari balik terali besinya.

Poernomo Gontha Ridho

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus