Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Yang Rontok di Tengah Jalan

10 September 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI lima jaksa yang dikirim Jaksa Agung Hendarman Supandji, kini tinggal dua menunggu nasib: Marwan Effendi dan Antasari Azhar. Kelima jaksa tersebut mendaftarkan diri pada hari terakhir pendaftaran, Selasa, 3 Juli lalu. Berkas pendaftaran mereka pun tidak ditenteng sendiri, tapi diantar seorang anggota staf kejaksaan. Kelima jaksa itu adalah Masyudi Ridwan (Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan), Marwan Effendy (mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur), Togar R. Hutabarat (jaksa fungsional), Antasari Azhar (Direktur Penuntutan Umum Kejaksaan Agung), dan Alex Sato Bya (Jaksa Agung Muda Tata Usaha Negara).

Berbeda dengan para ”pendaftar independen”, kelima jaksa itu, menurut sumber Tempo, memang diminta Jaksa Agung Hendarman Supandji untuk masuk Komisi Pemberantasan Korupsi. ”Itu sebabnya di hari terakhir baru bisa mendaftar. Soalnya, banyak yang belum melengkapi persyaratannya,” ujar sumber Tempo di Kejaksaan Agung. Tapi sumber Tempo yang lain menyebutkan keterlambatan mereka melengkapi persyaratan juga lantaran para jaksa tak sepenuhnya ingin menjadi anggota KPK. ”Ya, karena diperintah saja, mereka terpaksa melamar,” ujar sumber itu.

Suara miring bermunculan saat kelima orang itu resmi menjadi calon ketua KPK. Ketua Indonesia Corruption Watch Teten Masduki, misalnya, menilai masuknya lima jaksa tersebut sebagai bentuk infiltrasi kejaksaan. Menurut Teten, seperti kepolisian, kejaksaan merupakan instansi yang harus ”dibersihkan”.

Dalam perjalanannya, satu per satu dari ”lima pandawa”—demikian sebutan jaksa yang mendaftar ke KPK itu di kantor Kejaksaan Agung—rontok di jalan. Masyudi Ridwan, misalnya, terpental saat memasuki tahap psikotes. Inilah tahap para peserta diuji sikapnya menghadapi korupsi. ”Mungkin jawaban saya nggak cocok dengan KPK,” kata Masyudi, Rabu pekan lalu, kepada Tempo.

Komisi Pemantau Peradilan (KPP) memberikan perhatian khusus terhadap jaksa yang masuk bursa calon pemimpin KPK ini. KPP, misalnya, mewawancarai puluhan sumber yang dianggap mengetahui kondisi Marwan Effendi dan Antasari Azhar, dua jaksa yang lolos hingga tahap akhir itu. Terhadap Antasari, 54 tahun, misalnya. Kendati dia dinilai banyak membongkar kasus korupsi, kasus tersebut ternyata banyak divonis bebas di tingkat pengadilan.

Harta Antasari juga mendapat sorotan. Senin pekan lalu, Mas Achmad Santosa memberondong Antasari dengan pertanyaan tentang rumahnya di Pondok Indah, Jakarta Selatan. Mas Achmad mendapat informasi bahwa rumah di kompleks elite itu diperoleh berkaitan dengan kasus Tommy Soeharto, salah satu kasus yang pernah ditangani Antasari. Antasari membantah, menyatakan tak ada kaitan antara rumahnya dan perkara Tommy. ”Saat saya memiliki rumah itu, saya tidak lagi menangani kasus Tommy,” kata nya.

LRB, Dianing Sari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus