SESOSOK mayat wanita berkulit kuning ditemukan tergeletak di Sungai Cikawung, Carui, Kecamatan Sidareja, Cilacap. Kepalanya memar bekas pukulan. Tubuhnya nyaris bugil, hanya dibalut BH dan celana dalam. Tapi yang mengundang tanda tanya, kedua buah dada wanita berusia muda itu lenyap dengan luka bekas sayatan. Warga desa yang menemukan mayat itu memastikan korban Sukanti, alias Kanti, 26 tahun, warga Carui, yang sejak dua bulan lalu merantau ke Jakarta menjadi pembantu rumah tangga. Ayah Kanti, Nasum, menduga anaknya mati dirampok dalam perjalanan pulang ke kampung dari Jakarta. Sebab, pada mayat tidak ditemukan perhiasan Kanti. Sangkaan bahwa Kanti mati dirampok memang sangat kuat. Jika ia berangkat dari Jakarta dengan bis pada siang hari, diperkirakan ia sampai di Cileumeuh pada malam ketika pembunuhan terjadi. Untuk sampai ke desanya, Carui, ia harus mengendarai ojek sejauh 15 kilometer, sebelum berjalan kaki ke rumahnya sekitar 4 kilometer. Tiga hari kemudian, sebuah toko emas di Sidareja mencurigai seorang laki-laki, Yanto, 27 tahun, yang hendak menjual perhiasan tanpa surat-surat. Sebab, saat itu, lagi ramai berita tentang perampokan dan pembunuhan Kanti. Diam-diam si pemillk toko melapor ke polisi. Berkat itu polisi berhasil menangkap Yanto. Di pemeriksaan polisi, Yanto mengaku membunuh Kanti. Malam itu, cerita Yanto mereka -- sebelumnya tak saling kenal sama-sama menumpang bis Harum dari Jakarta ke Cileumeuh. Setelah berkenalan, ternyata, mereka menuju desa yang sama karena sama-sama berasal dari Desa Carui. Sebab itu, mereka sama-sama naik ojek ke desa tersebut. Dari pangkalan ojek Yanto kemudian mengantar Kanti dengan jalan kaki ke rumah si gadis. Dalam perjalanan itulah, pengakuan Yanto, ia tergoda. Suatu ketika, karena capek, lelaki tinggi besar itu mengajak Kanti beristirahat di bawah pohon. Di tempat itu ia mengajak gadis itu bermesraan. Karena ditolak, gadis itu diperkosanya. Secara kebetulan, ketika itu ia menyentuh lipatan uang kertas senilai Rp 70 ribu, yang disilipkan Kanti di balik BH-nya. Timbul niatnya untuk merampok. Apalagi, wanita itu memakai giwang dan kalung seberat enam gram. Selesai melampiaskan nafsunya, Yanto mencekik gadis itu hingga mati. Tapi entah mengapa, ia juga menyayat kedua buah dada gadis itu, dan membawanya pulang ke rumahnya. Salah satu dari buah dada itu ditemukan pamong desa di dekat rumah Yanto. Ke mana yang satu lagi? Masilah, istri Yanto, mencurigai suaminya melakukan kanibalisme itu. Sebab, malam itu suaminya menggoreng sesuatu dan memakannya - padahal waktu itu tidak ada yang pantas digoreng di rumah itu. Kecurigaan Masilah itu diperkuat para tetangganya. Sebab, Yanto dikenal sebagai orang yang bisa memakan daging apa saja seperti kucing, bekicot, tikus. Sumarso, ayah kandung Yanto, membenarkan anaknya itu doyan daging tikus atau kucing. Tapi soal makan daging manusia, ia tak mengetahui. Ia mengakui Yanto, jebolan kelas IV SD itu, badung. Kakak Yanto Yatimin, pernah dibacoknya. Bahkan ibunya pernah dihajarnya dengan palu. Yanto membantah tuduhan kanibalisme itu. "Memang saya membunuh Sukanti, tapi tak makan buah dadanya," kata Yanto. Pembunuhan, katanya, dilakukannya karena istrinya mau melahirkan, sementara uang di kantungnya cuma Rp 40 ribu. Polisi Cilacap sampai kini belum bisa memastikan Yanto melakukan kanibalisme. "Tunggu saja, nanti 'kan bisa terungkap di pengadilan," kata sumber TEMPO di situ. Kalau benar Yanto makan daging korban, berarti ini kanibalisme ketiga di tanah air. Kasus pertama dilakukan Japingkir Sinaga sepuluh tahun lalu di Pematangsiantar. Ia divonis penjara seumur hidup karena terbukti membunuh dan memakan daging bekas pacarnya, Senti Butar-butar. Setelah itu, Yosep dari Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT, juga dihukum seumur hidup karena melakukan kanibalisme. Ia membunuh Efrain Bobo, seorang yang dituduhnya pencuri, dan kemudian memakan dagingnya (TEMPO, 2 April, 1988). Laporan Slamet Subagyo (Biro Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini