Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Bisnis emas: bangkrut atau menipu ? bisnis emas: bangkrut atau menipu ?

Pemilik toko emas di surabaya, youw tou pin & youw tou gun kabur. puluhan pembeli emas dirugikan sampai rp 10 milyar lebih. dua pelaku dibebaskan polisi dan memohon pailit dari pengadilan.

23 April 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ORANG-orang kaya Surabaya geger. Sebuah toko emas terkenal, Tiga Berlian, di kompleks Wijaya, Surabaya, yang dikelola kakak adik Youw Tou Gun, 38 tahun, dan Youw Tou Pin, 31 tahun tiba-tiba tutup. Pemiliknya kabur entah ke mana. Padahal, sekitar 72 orang langganan toko itu punya tagihan atau memegang cek kosong dari Youw bersaudara senilai Rp 10 milyar lebih. Para korban mencari kakak-adik itu ke rumah mereka. Tapi semua keluarga Youw mengaku tak tahu menahu. Istri Youw Tou Pin, yang tinggal di Jalan Slompretan, malah mengaku baru tahu suaminya kabur setelah membaca koran. Tapi ada surat Youw bersaudara yang meminta seluruh keluarga membagi hartanya senilai Rp 3,5 milyar sama banyak kepada semua kreditur. "Saya gagal dalam berusaha," tulisnya. Namun, hanya beberapa hari kemudian, Youw bersaudara kembali mengagetkan. Mereka menyerahkan diri ke polisi. Tapi setelah ditahan selama 3 bulan, polisi melepaskannya dari tahanan dan menganggap kasus itu perdata. Pekan-pekan ini mereka meminta dinyatakan pailit oleh pengadilan - suatu modus yang kini sering dipakai pengusaha untuk menghindari pembayaran utang-utangnya. "Dia penipu lihai," ujar Welly, seorang pengusaha ekspor-impor yang mengaku tertipu sekitar Rp 250 juta. Ia semula, menjadi langganan Tiga Berlian karena percaya Youw, bekas juragan becak di kota itu, pengusaha bonafid. Suatu hari, 30 September lalu, karena butuh uang, ia menjual emasnya seberat 11 kg ke toko Tiga Berlian, dengan harga Rp 269 juta. Youw membayarnya dengan cek United Citibank, tertanggal 1 Oktober. Ternyata, cek itu tak ada dananya. "Saya langsung memburu Youw Tou Pin, eh . . .. ternyata dia sudah minggat," kata Welly, gregetan. Selain dia, beberapa orang langganan Tiga Berlian juga menerima cek kosong dari Youw. Di antaranya seorang pedagang emas Yohannes, yang menerima cek senilai Rp 180 juta dari Youw. Sebab itu, Welly menganggap Youw Tou Pin, yang cuma jebolan SD itu, penipu tingkat tinggi. Ia tidak percaya bisnis Youw gagal. "Kalau memang gagal, mengapa masih menerima penjualan emas siang harinya," kata Welly. Lain lagi nasib Dipo, seorang pedagang emas. Ia memesan enam kilogram emas eks London, dari Youw Tou Pin, seharga Rp 144 juta, dan menyetorkan uangnya. Tapi dari Youw ia hanya menerima bon nota berparaf lunas, berstempel toko Tiga Berlian, tanpa meterai. kmasnya, karena kebetulan lagi kosong, dijanjikan akan menyusul. Tapi sampai Youw melarikan diri, ia tak pernah menerima emasnya, kecuali uang sebesar Rp 2,7 juta. Lain lagi pengalaman Anton. Ia, Desember 1986, membeli emas 500 gram, seharga Rp 12 juta Youw menyarankan agar ia menitipkan saja emas itu di tokonya. 'Lu nggak usah ambil barangnya. harganya setiap hari akan naik terus," ujar Youw membujuk Anton setuju, dan setiap bulan ia mendapat keuntungan Rp 225 ribu dari Youw. Karena semua lancar, pada Mei 1987 ia membeli dan menitipkan lagi emas seberat 500 gram. Kali ini keuntungannya, kata Anton, juga lumayan. Ternyata, itu tadi, beberapa bulan kemudian Youw kabur, dan emas Anton ludes. "Saya seperti orang kalah judi," kata Anton. Ternyata, Youw bersaudara mengikuti kepanikan langganannya dari tempat persembunyiannya, di sebuah kelenteng di Tuban, Jawa Timur. Mereka kecewa ketika koran menyebutkan isi tokonya hanya dinilai Rp 400 juta. Sebab itu, setelah buron selama 4 hari, mereka menyerahkan diri ke Polda Jawa Timur. Kedua orang itu diserahkan ke Polwiltabes Surabaya. Tapi setelah disel, mereka lepaskan kembali. Menurut sumber di kepolislan, perkara itu tidak cukup kuat untuk diadili sebagai kasus penipuan. Sebab, hanya dua orang yang melapor ditipu Youw. Salah satunya, kata sumber itu, termasuk kategori laporan semu, karena tak sesuai dengan kenyataan. Padahal, menurut pasal 379 a KUHP, katanya, diperlukan setidaknya tiga saksi korban. "Lha, bagaimana kita bisa proses, sedang laporan yang masuk baru dari satu setengah korban," kata sumber di Polwiltabes Surabaya. Tim pengacara Youw, Sudiman Sidabukke, Ida Sampit Karo-Karo, Eko Sigitanto Susilowati, dan John Frederick Hengat malah kini membawa kasus itu ke sidang perdata dan memohon pailit dari pengadilan. Kalau permohonan itu dikabulkan, Youw cukup membagi hartanya yang ada untuk membayar utang-utangnya. Menurut para penacara itu, Youw pailit akibat devaluasi 1983 dan 1986 tempo hari. Hanya saja, pengusaha emas itu bisa bertahan karena melakukan cara "gali lubang tutup lubang", dengan utang bunga-berbunga. Tapi cara itu, katanya, semakin memberatkan You -- menurut para pengacara terakhir utang kliennya Rp 6 milyar dari 38 orang kreditur. Sebab itu, akhirnya ia melarikan diri. Jalan mulus yang didapat Youw tentu saja membuat sebagian korban tak puas. Orang curi ayam saja dihukum, ini menipu milyaran upiah bebas. Apa sudah tak ada hukun) di negeri ini, kata Welly yang melapor ke polisi November lalu. Ia menganggap Youw dengan kelicikannya menggiring perkara pidana itu ke perdata. Salah seorang korban, Johannes mengaku tak melaporkan kerugiannya ke polisi. "Wong, yang lapor saja nggak ditanggapi, kok," katanya. Sebab itu, Slamet, pengacara Welly, berniat menggugat polisi. "Kami akan mempraperadilankan polisi," kata Slamet. Kasus mirip Youw bersaudara, pada 1982, pernah pula terjadi di Jakarta. Dua bersaudara Ryanto Tjandra, pemilik toko Imperial Jawelry, Glodok Plaza, dan Sutania Tjandra, pemilik Diamex Jewelry, Pasar Baru, tiba-tiba kabur dengan membawa tagihan nasabahnya, yang ketika itu diperkirakan Rp 20 milyar. Yang muncul kemudian hanya pengacaranya, untuk menjelaskan bahwa kliennya bangkrut, bukan menipu. Seperti kasus Youw, pihak Polda Metro Jaya ketika itu juga tak mengusut kasus itu karena tak ada korban - konon sebagian pejabat penting - yang melapor. "Bagaimana kami menangani-kalau kami tak tahu," kata Kolonel Hindarto, Kadit Serse Metro Jaya, waktu itu (TEMPO, 28 Agustus 1982). Widi Yarmanto (Jakarta), Jalil Hakim dan Saiff Bakham (Biro Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus