Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Yasonna Optimistis DPR Ratifikasi Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura

Menkumham Yasonna Laoly meyakini ratifikasi perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura tidak akan gagal seperti pada 2007.

2 Februari 2022 | 17.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly meyakini DPR akan meratifikasi perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura. Ia menilai ratifikasi dipastikan tidak akan gagal seperti pada 2007.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut dia, para anggota dewan dan pemangku kepentingan lainnya telah memiliki pengertian yang sama terkait dengan kepentingan masing-masing negara. Selain itu, ratifikasi perjanjian ekstradisi tidak dilekatkan dengan Defence Cooperation Agreement (DCA).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Dulu kan dilekatkan ke DCA dan oleh Komisi I ditolak. Sekarang sudah ada pengertian dan perkembangan dunia ini kan dinamis," kata Yasonna di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu, 2 Februari 2022.

Dia menekankan meski perjanjian ekstradisi disepakati berbarengan dengan DCA dan perjanjian FIR atau Flight Information Region, namun ratifikasinya dilakukan terpisah.

"Itu masing-masing berdiri sendiri. Jadi Kemenhan akan mengajukan DCA, perhubungan (Kemenhub) akan mengajukan FIR dan kami akan mengajukan ekstradisi. Jadi itu masing-masing, trek berbeda," papar Yasonna.

Menurutnya, ratifikasi perjanjian ini penting karena menjadi bagian dari kepentingan negara. Perjanjian ini sudah diinisiasi sejak 25 tahun yang lalu. Sehingga, ia menilai, proses ratifikasi ini perlu dilakukan supaya ketentuannya bisa dilaksanakan dan memberikan kebaikan bagi bangsa.

Dengan perjanjian ekstradisi, politikus PDIP ini menyatakan Indonesia bisa memulangkan para pelanggar hukum yang selama ini melarikan diri ke Singapura. Diantaranya yang melakukan kejahatan korupsi, terorisme, pencucian uang, hingga kejahatan di sektor perbankan.

"Ada 31 jenis dan itu open ended. Artinya bukan hanya yang 31 itu, nanti dalam perkembangannya kalau ada jenis kejahatan yang lain, bisa sesuai dengan perkembangan zaman itu masih bisa tetap masuk dalam ekstradisi kita," tutur Menkumham.

Dengan demikian, ke depan dia memastikan Singapura tidak lagi bisa menjadi tempat pelarian para pelaku kejahatan di Indonesia. Selama ini mereka tidak bisa ditangkap karena Indonesia belum memiliki kesepakatan bilateral dengan Singapura terkait dengan perjanjian ekstradisi ini.

"Jadi kita harapkan Singapura tidak akan lagi bisa melindungi orang-orang yang hendak melarikan diri. Karena kita kan bisa minta ekstradisi ke mereka," kata Yasonna Laoly soal perjanjian ekstradisi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus