Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Beri Ucapan Selamat Natal, Ini Fakta Imam Besar Ahmed Al-Tayeb

Pemimpin Al Azhar Imam Besar Ahmed Al-Tayeb rupanya pernah dinobatkan sebagai orang nomor satu tokoh Muslim berpengaruh dunia mengungguli Raja Salman.

26 Desember 2019 | 14.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Paus Fransiskus menyapa Imam Besar al-Azhar Ahmed al-Tayeb saat audiensi pribadi di Vatikan, 7 November 2017. REUTERS/HO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sehari sebelum Hari Raya Natal, pemimpin Al Azhar Imam Besar Ahmed Al-Tayeb, menyampaikan ucapan selamat Natal kepada pemimpin umat Katolik Paus Fransiskus dan seluruh umat Kristiani dunia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dikutip dari situs kantor berita pemerintah Mesir, Ahram, dan rilis resmi Al Azhar di Facebook, Imam Al-Tayeb menyoroti pentingnya hubungan erat antara dunia Islam dan Kristen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia mengutip upaya yang dilakukan oleh dirinya bersama Paus Fransiskus untuk mendorong dialog di antara para pengikut berbagai agama dan budaya.

Dalam ucapan selamat Natal-nya, Imam Besar Ahmed Al-Tayeb berharap seluruh dunia diselimuti kebahagiaan, kedamaian, dan kemakmuran.

Ucapan ini mungkin memancing kontroversi di antara cendikiawan Muslim lain. Namun, ini bukan pertama kalinya pernyataan Imam Besar Ahmed Al-Tayeb diperdebatkan. Berikut fakta-fakta tentang sosok Imam Besar Al Azhar yang dianggap tokoh Islam toleran.

Peringkat Pertama Tokoh Muslim Berpengaruh Dunia

Sheikh Ahmed Al-Tayeb dinobatkan sebagai tokoh Muslim paling berpengaruh dalam The Muslim 500 edisi 2018.

Menurut laporan Egypt Today, edisi 2018 "The Muslim 500", yang memuat daftar 500 Muslim paling berpengaruh di dunia, telah menempatkan Imam Besar Al Azhar Sheikh Ahmed Al-Tayeb sebagai Muslim paling berpengaruh di dunia untuk tahun kedua berturut-turut, diikuti oleh Raja Saudi Salman bin Abdul-Aziz Al-Saud di peringkat kedua, dan Raja Yordania Abdullah II di peringkat ketiga.

Pengaruh dunia Al-Tayeb berasal dari posisinya sebagai otoritas ilmiah tertinggi untuk mayoritas Muslim Sunni sebagai kepala lembaga al-Azhar. The Muslim 500 juga memuji Tayeb karena blak-blakan menentang Ikhwanul Muslimin untuk eksploitasi mereka terhadap Islam sebagai ideologi politik, serta mencoba untuk meredakan pengaruh kelompok teroris ISIS dan meningkatkan hubungan luar negeri.

Ahmed al-Tayeb, Imam Besar Al Azhar. Sumber: REUTERS/Tony Gentile/rt.com

Sebut Poligami Tidak Adil Bagi Perempuan

Ini pernyataan Ahmed Al-Tayeb yang paling menimbulkan kontroversi. Pada Maret 2019, Al-Tayeb mengatakan bahwa poligami adalah ketidakadilan bagi perempuan.

Dikutip dari The Independent dan Arab News, Sheikh Ahmed al-Tayeb, otoritas tertinggi Islam Sunni, mengatakan mereka yang mewajibkan poligami dalam pernikahan adalah salah.

"Mereka yang mengatakan bahwa pernikahan harus poligami adalah salah, kita harus membaca ayat (Al-Quran) secara penuh," katanya, dikutip dari Arab News.

Berbicara di program televisi mingguannya dan di Twitter, Al-Tayeb mengatakan bahwa monogami adalah aturan dan poligami adalah pengecualian.

Dia mengatakan Islam mewajibkan keadilan sebagai syarat poligami. "jika tidak ada keadilan dilarang memiliki lebih dari satu istri."

Imam juga menganjurkan perbaikan yang lebih luas dari cara masalah perempuan ditangani.

"Perempuan mewakili separuh dari masyarakat, jika kita tidak peduli pada mereka, itu seperti berjalan dengan satu kaki saja," tulisnya di Twitter.

Komentar itu memicu perdebatan sengit di media sosial. Mereka yang kontra mendesak Lembaga Al-Azhar untuk mengklarifikasi bahwa Imam Besar tidak menyerukan larangan poligami.

Sebut Rezim Mesir Menindas

Sheikh Ahmed al-Tayeb mengatakan Mesir menderita penganiayaan dan blokade media yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh surat kabar dan outlet media milik negara.

Dikutip dari laporan Middle East Monitor, 2 Desember 2019, Al-Tayeb menjelaskan selama wawancara yang disiarkan di Channel One, pada hari Sabtu bahwa Al Azhar sangat sulit untuk diizinkan menerbitkan artikel tanggapan atas berita yang beredar.

"Sangat sulit bagi kami untuk mendapatkan hanya satu detik untuk berbicara di media. Ada kampanye melawan Al Azhar dan kampanye ini hanya akan sesuai dengan filosofi ISIS dan Daesh," katanya memperingatkan.

Imam Besar Ahmed Al-Tayeb sebelumnya mengkritik pemerintahan Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi, secara tidak langsung, ketika ia memperingatkan dampak buruk ketidakadilan.

Selama beberapa tahun terakhir, jumlah warga sipil yang muncul di hadapan pengadilan militer telah meningkat secara signifikan, serta jumlah hukuman mati yang dijatuhkan oleh pengadilan militer.

Di bawah pemerintahan Presiden Abdul Fattah el-Sisi, pihak berwenang Mesir telah mengeksekusi sedikitnya 179 orang dari 2014 hingga Mei 2019.

Ingin Cendikiawan Perempuan Keluarkan Fatwa

Pusat Penelitian Islam Al Azhar atau Al Azhar Islamic Research Center (AIRC) mengadakan lokakarya pada Senin, 23 Desember 2019, untuk para cendekiawan perempuan tentang fatwa yang berkaitan dengan perempuan.

Al-Azhar Imam Ahmed Al-Tayeb baru-baru ini menyerukan kursus pelatihan intensif untuk memenuhi syarat sarjana perempuan untuk mengeluarkan fatwa, tanggapan terhadap pertanyaan publik terkait dengan praktik Islam.

Menurut laporan Egypt Today, 24 Desember 2019, Sekretaris Jenderal AIRC Nazir Ayad mengatakan pelatihan praktis mengenai fatwa berurusan dengan teks-teks hukum Islam dan memproyeksikannya pada realitas orang-orang dengan cara menyesuaikan waktu, lokasi, kebiasaan dan keadaan individu.

Pelatihan semacam itu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan perempuan yang memberikan fatwa, terutama dalam kaitannya dengan urusan perempuan, tambah Ayad.

Sarjana perempuan yang memberikan fatwa harus terus dilatih dan dipersiapkan untuk masalah kontemporer baru dan masalah sosial yang muncul, lanjutnya.

Imam Besar Ahmed Al-Tayeb, yang berusia 73 tahun, menggantikan Sheikh Mohammed Sayed Tantawi yang wafat sebagai Imam Besar Al Azhar. Tantawi saat itu menjadi Imam Besar Al Azhar pada 2010.

Menurut The National, Syeikh Ahmed Al-Tayeb fasih berbicara Inggris dan Prancis, mendapat gelar PhD di bidang filsafat Islam dari Universitas Sorbonne Prancis.

Dilahirkan pada tahun 1946, Imam Besar Ahmed Al-Tayeb bergabung dengan sekolah yang berafiliasi dengan Al Azhar pada usia 10 tahun, dengan karir selama 40 tahun di lembaga tersebut.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus