Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan minyak BUMN asal Cina, China National Petroleum Corp, menarik diri dari kesepakatan kerja sama mengembangkan sebuah gas alam lepas pantai milik Iran, South Pars yang ada di Teluk Persia. Kesepakatan itu bernilai US$ 5 miliar atau Rp 70 trilun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kementerian Perminyakan Iran membenarkan keputusan Cina itu. Kesepakatan South Pars tampaknya aktivitas bisnis terakhir yang terganggu oleh tekanan Amerika Serikat terhadap Tehran menyusul keputusan Presiden Trump menarik diri kesepakatan nuklir Iran yang dibuat pada 2015.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keputusan itu terjadi di tengah perang dagang Amerika Serikat - Cina. Beijing dan Washington sama-sama memberlakukan tarif retribusi miliaran dolar untuk barang-barang impor dari kedua negara.
"China National Petroleum Corp tidak lagi ada di dalam proyek," kata Menteri Perminyakan Iran, Bijan Zangeneh, Minggu, 6 Oktober 2019.
Seorang anggota staf memindahkan bendera Iran dari panggung setelah foto grup dengan menteri luar negeri dan perwakilan dari AS, Iran, Cina, Rusia, Inggris, Jerman, Prancis dan Uni Eropa selama pembicaraan nuklir Iran di Pusat Internasional Wina di Wina,Austria, 14 Juli 2015. [REUTERS / Carlos Barriaoto]
Dikutip dari aljazeera.com, Senin, 7 Oktober 2019, Menteri Zangeneh tidak menjelaskan lebih lanjut alasan China National Petroleum Corp menarik diri dari kesepakatan. Zangeneh hanya menyebut, perusahaan asal Cina itu menarik diri dari kontrak untuk mengembangkan gas alam lepas pantai South Pars.
Cina belum memberikan komentar atas hal ini.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengkomplain kampanye Amerika Serikat untuk melawan Iran dan dampaknya terhadap investasi asing. Sebelumnya pada Juli 2019, kapal tanker Stena Impero yang berbendera Inggris disita setelah meninggalkan pelabuhan Iran.
"Kami telah menerima banyak masalah di bidang investasi karena banyaknya tekanan dari kebijakan Amerika Serikat. Saat ini kami sedang mencoba menghapuskan masalah yang muncul," kata Zarif.
Saeed Leilaz, analis yang berkantor pusat di Tehran sangat yakin kendati Cina sudah angkat kaki dari kesepakatan pengembangan South Pars, Cina akan tetap menjadi mitra dagang Iran terbesar.