Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Cina Kerahkan Pesawat Anti-Kapal Selam ke Laut Cina Selatan

Militer Cina mengerahkan pesawat anti-kapal selam ke kepulauan Yongshu di Laut Cina Selatan ketika militer AS mengerahkan armadanya di Pasifik.

15 Mei 2020 | 12.00 WIB

Pesawat Patroli Maritim dan Antikapal selam Y-8FQ yang dicat abu-abu, menunjukkan telah memasuki layanan operasional dengan Armada Laut Utara Tentara Pembebasan Rakyat Cina (PLA).[Navy Recognition]
Perbesar
Pesawat Patroli Maritim dan Antikapal selam Y-8FQ yang dicat abu-abu, menunjukkan telah memasuki layanan operasional dengan Armada Laut Utara Tentara Pembebasan Rakyat Cina (PLA).[Navy Recognition]

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Militer Cina mengerahkan pesawat anti-kapal selam ke kepulauan Yongshu di Laut Cina Selatan menurut citra satelit asing baru-baru ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengerahan ini bertepatan dengan meningkatnya pergerakan militer AS di kawasan yang disengketakan oleh Cina dan negara ASEAN.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Tentara Pembebasan Rakyat Cina (PLA) telah mengerahkan sistem peringatan dini dan kontrol udara (KIT-C) 500 KJ-500 dan sistem patroli maritim KQ-200, juga dikenal sebagai pesawat anti-kapal selam Y-8, di pangkalan permanen di pulau karang Yongshu di Laut Cina Selatan, menurut laporan Global Times pada 15 Mei 2020, mengutip foto satelit yang diambil oleh ImageSat International pada hari Sabtu.

Foto-foto satelit sebelumnya menunjukkan hanggar pesawat di dekat landasan udara di pulau dipasang dengan pendingin udara, menunjukkan pesawat militer siap untuk ditempatkan lebih lama, kata laporan media Taiwan.

Laporan media Taiwan mengklaim ini adalah indikasi bahwa PLA merencanakan zona identifikasi pertahanan udara di Laut Cina Selatan.

Pesawat KQ-200 (juga dikenal sebagai Y-8Q atau GX-6 atau High New 6) adalah kapal patroli maritim dan pesawat antikapal selam milik Cina.[Navalnews]

Berdasarkan persetujuan Dewan Negara, kota Sansha di Provinsi Hainan, Cina Selatan, pada bulan April mengumumkan pembentukan dua distrik baru untuk mengelola perairan di Laut Cina Selatan.

Distrik Xisha diatur untuk mengelola pulau-pulau Xisha dan Zhongsha dan perairan sekitarnya, dengan pemerintahan yang terletak di Pulau Yongxing. Distrik Nansha memiliki yurisdiksi atas Kepulauan Nansha dan perairannya dengan pemerintah yang terletak di pulau Yongshu.

Pengumuman juga melarang kapal nelayan melaut di sekitar kepulauan Laut Cina Selatan sejak 1 Mei.

Klaim sepihak Cina ini diprotes oleh pemerintah Vietnam dengan mendorong nelayannya untuk tetap melaut di Kepulauan Paracel.

"Kami meminta otoritas lokal untuk memperkuat manajemen dan pengawasan terhadap kegiatan perikanan. Selain itu, memantau keberangkatan kapal selama masa berlaku larangan," ujar Kementerian Agrikultur dan Pengembangan Daerah Tertinggal Vietnam sebagaimana dikutip dari Radio Free Asia.

Bukan hanya Vietnam, larangan tersebut diprotes oleh Filipina. Menurut mereka, perairan tersebut tidak bisa sembarangan diklaim oleh Cina dan kemudian melarang kapal-kapal lain melaut di sana. Apalagi, kawasan perairan yang dilarang masih berada dalam status sengketa yang melibatkan banyak negara, termasuk Malaysia, Taiwan, dan Filipina.

Laut China Selatan dan dan Sembilan Garis Putus-putus

CNN juga melaporkan beberapa pekan terakhir Amerika Serikat konsisten mengirimkan armada Angkatan Laut dan Angkatan Udaranya ke Laut Cina Selatan. Salah satu yang dikirim ke sana adalah Pesawat B-1 Lancer, salah satu pengebom andalan Amerika selain B-2 Spirit dan B-52 Stratofortress. Tujuannya tak lain untuk menunjukkan bahwa Amerika masih hadir di Laut Cina Selatan di kala pandemi virus Corona.

Juru bicara Komando Indo-Pasifik Amerika, Kapten Michael Kafka, mengatakan Cina mencoba memanfaatkan perhatian terhadap virus corona untuk memajukan agenda militer dan ekonominya di Laut Cina Selatan.

Kafka menegaskan pandemi yang menghantam parah Amerika Serikat tidak berdampak signifikan terhadap kekuatan militer Amerika. Militer Amerika, kata Kafka, masih bisa merespon Cina dengan cepat di Laut Cina Selatan.

Kafka mengklaim semua pengerahan armada AS bertujuan untuk mendukung kawasan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka. Selain itu, pengerahan militer AS untuk menantang Cina yang mencoba mengklaim sepihak Kepulauan Paracel dan Spratly di Laut Cina Selatan, dan diduga telah mengoperasikan pangkalan militer di sana.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus