Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komite Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC), Peter Maurer, mengecam serangan siber terhadap infrastruktur sipil yang bisa berdampak luas pada kehidupan manusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam pidato rapat virtual Dewan Keamanan PBB pada Rabu, 26 Agustus 2020, Peter Maurer diundang pemerintah Indonesia untuk menyampaikan pidato tentang dampak serangan siber terhadap misi kemanusiaan dan warga sipil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peter Maurer mengatakan serangan siber terhadap infrastruktur penting sipil bisa menyebabkan gangguan ekonomi, masyarakat, dan ketegangan antarnegara.
"Ketika ICRC diundang untuk berbicara dengan Dewan Keamanan PBB, saya biasanya melaporkan penderitaan warga sipil dalam krisis kemanusiaan paling akut. Hari ini berbeda. Saya membahas ancaman nyata dan berkembang yang ditimbulkan oleh serangan dunia maya terhadap infrastruktur sipil yang kritis, dan saya meminta Anda untuk mencegah apa yang dikatakan oleh beberapa ahli sebagai 'krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung'," kata Peter Maurer dalam rilis ICRC yang diterima Tempo, 27 Agustus 2020.
Frekuensi serangan dunia maya yang canggih terhadap infrastruktur sipil yang kritis meningkat dan berkembang lebih cepat daripada yang diantisipasi beberapa tahun yang lalu.
"Meskipun sebagian besar operasi telah dilakukan tanpa kaitan yang jelas dengan konflik, kami khawatir bahwa serangan dunia maya yang digunakan dalam konflik di masa mendatang akan menyebabkan konsekuensi yang lebih buruk, khususnya bagi warga sipil," papar Maurer.
ICRC menyambut baik keterlibatan Dewan Keamanan PBB terhadap pencegahan serangan siber. Maurer mengatakan pencegahan serangan siber bisa dilakukan dengan membuat kerangka hukum yang kuat.
ICRC telah meminta negara-negara untuk menegaskan kembali dan mengklarifikasi kerangka hukum yang melindungi infrastruktur sipil penting dari serangan dunia maya, khususnya selama konflik.
Pada Mei kemarin ICRC telah meminta semua pemerintah untuk melarang serangan dunia maya terhadap fasilitas kesehatan, baik di masa normal maupun krisis, terlebih ketika serangan dunia maya terhadap fasilitas medis muncul selama pandemi Covid-19.
ICRC mengingatkan bahwa hukum humaniter internasional membatasi semua cara dan metode peperangan, baik cara baru atau lama, dunia maya atau tradisional.
ICRC menyerukan kepada semua negara untuk melindungi warga sipil dan infrastruktur sipil dari dampak operasi dunia maya selama konflik, sesuai dengan hukum humaniter internasional.
Namun, ICRC mengakui kerangka hukum yang kuat tidak cukup untuk melindungi warga sipil dan infrastruktur sipil dari serangan siber. Langkah-langkah pengembangan kepercayaan, upaya pengembangan kapasitas, dan berbagai langkah teknis dan operasional, juga diperlukan.
Negara harus bekerja sama dengan negara lain, atau bekerja sama dengan sektor swasta dan akademisi, kata Maurer. "Perusahaan swasta dan akademisi mendorong inovasi di dunia maya yang memiliki sumbangan terhadap dunia maya."
Maurer menyadari bahwa organisasi kemanusiaan pun tidak luput dari operasi siber yang berbahaya. "Selain itu, kami sangat menyadari kebutuhan kritis untuk melindungi data untuk menjaga kepercayaan masyarakat yang terkena dampak dalam aksi kemanusiaan yang netral, tidak memihak dan independen," kata Maurer.
ICRC bekerja sama dengan Pusat Privasi Brussels merilis Buku Pedoman Perlindungan Data edisi kedua, yang dikembangkan bersama dengan organisasi kemanusiaan, otoritas perlindungan data, akademisi, masyarakat sipil dan sektor teknologi. Buku pedoman ini memberikan panduan utama tentang interpretasi prinsip-prinsip perlindungan data inti dalam aksi kemanusiaan.
Palang Merah Internasional pun mendorong semua negara untuk bertindak pada tingkat hukum, kebijakan, dan operasional untuk mencegah serangan siber merusak infrastruktur sipil yang kritis.