Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Belanda Mark Rutte berharap karakter Black Pete (Zwarte Piet) atau Piet Hitam, seorang tokoh dari perayaan pra-Natal, menghilang dari tradisi Belanda menyusul insiden George Floyd.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mark Rutte mengatakan karakter Zwarte Piet, asisten Saint Nicholas yang muncul dalam perayaan pra-Natal dan dikritik sebagai penggambaran rasis, telah mengalami "perubahan besar" dalam beberapa tahun terakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rutte mengatakan pandangannya telah berubah sejak 2013, ketika dia mengatakan "Black Pete hanya hitam dan saya tidak bisa berbuat banyak tentang itu".
Sekarang dia mengharapkan tradisi Zwarte Piet menghilang.
Dikutip dari Reuters, 6 Juni 2020, Rutte berbicara pada hari Kamis dalam debat parlemen tentang protes anti-rasisme di Belanda yang digelar sebagai solidaritas protes di AS setelah kematian George Floyd, seorang pria kulit hitam tak bersenjata di Minneapolis oleh polisi kulit putih.
Karakter asisten Saint Nicholas yang disebut Zwarte Piet atau Piet Hitam terlihat di Scheveningen, Belanda, 6 November 2019.[REUTERS]
Mark Rutte membuat komentar di parlemen pada hari Kamis, ketika demonstran anti-rasisme di seluruh Belanda turun ke jalan sebagai reaksi atas kematian George Floyd. Protes itu diselenggarakan sebagian oleh kelompok yang disebut "Black Pete is Racism."
Dalam tradisi Belanda, St. Nicholas membawa hadiah kepada anak-anak dibantu banyak "Petes", atau pelayan badut yang biasanya digambarkan oleh orang kulit putih dalam cat wajah hitam mengenakan wig keriting dan lipstik merah.
Menurut CNN, karakter Piet Hitam dipopulerkan dalam buku anak-anak abad ke-19 dan hingga kini masih ditampilkan di karnaval jalanan dan televisi Belanda.
Rutte mengatakan bahwa sejak 2013 dia telah bertemu banyak orang, termasuk anak-anak kecil, yang mengatakan mereka merasa sangat didiskriminasi karena Pete berkulit hitam.
"Dan saya pikir, itu hal terakhir yang kita inginkan dalam liburan yang ditujukan untuk anak-anak. Saya kira dalam beberapa tahun tidak akan ada lagi Piet Hitam," kata Rutte.
Seorang pria memegang sebuah slogan ketika dia memprotes kedatangan Saint Nicholas dan asistennya yang disebut "Zwarte Piet" (Black Pete) di Den Haag, Belanda, 16 November 2019. Tanda itu bertuliskan "Blackface is racism". [REUTERS / Piroschka van de Wouw]
Para kritikus mengatakan Piet Hitam terlalu vulgar. Namun, sebagian besar orang kulit putih Belanda berpendapat bahwa Pete adalah figur fantasi magis yang tidak menggambarkan ras apapun.
Linda Nooitmeer, yang memimpin Institut Nasional untuk Studi Perbudakan Belanda dan Warisannya, mengatakan komentar Rutte penting di negara yang mengalami kesulitan dalam mengakui rasisme.
"Besarnya seorang pemimpin di suatu negara menyatakan ini sangat besar," katanya. "Anda dapat memiliki semua undang-undang yang Anda inginkan...tetapi jika orang-orang yang berkuasa, pemimpin negara, tampaknya tidak mendukungnya, dan itulah yang tampak pada tahun 2013 ketika ia mengatakan itu tentang Piet Hitam, lantas perjuangan akan lebih sulit."
Meski begitu Rutte mengatakan pemerintah seharusnya tidak memaksakan larangan terhadap Piet Hitam, dan dia menyatakan simpati kepada mereka yang enggan melepaskan "simbol itu."
Seiring waktu tradisi Piet Hitam sudah berubah. Beberapa perayaan menampilkan Piet Hitam hanya dengan mengoleskan cat di pipi mereka untuk melambangkan jelaga dari cerobong asap yang katanya akan turun untuk memberikan hadiah. Yang lainnya membuat Pete versi mereka dengan berwarna-warni, dan menghilangkan kata "Hitam" di belakang nama Piet.
Protes untuk menghormati George Floyd diadakan di Amsterdam dan Rotterdam minggu ini dan ada lebih banyak protes yang akan digelar pada waktu mendatang. Mark Rutte mengakui pada Rabu bahwa diskriminasi rasial adalah "masalah sistematis" di Belanda.
Belanda adalah salah satu dari beberapa negara Eropa yang bergulat dengan tradisi "wajah hitam" yang telah berlangsung lama. Kampanye anti-rasisme di negara tetangga Belanda, Belgia, juga menyerukan diakhirinya tradisi "wajah hitam" selama festival dan karnaval.