Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sedikitnya 6.700 warga Rohingya tewas di Myanmar sejak operasi militer pada akhir Agustus 2017. Hal itu dikatakan Doctors Without Borders (MSF) kepada media seperti dikutip Al Jazeera, Kamis, 14 Desember 2017.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut MSF, data yang disampaikan kepada publik pada Kamis tersebut lebih tinggi dari jumlah korban yang disebut militer Myanmar pada periode yang sama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejumlah umat Muslim dan Hindu memang lilin saat mengikuti doa bersama lintas agama di Yangon, Myanmar, 31 Oktober 2017. Warga dari berbagai agama menggelar doa bersama untuk mendukung penanganan krisis Rohingya yang dilakukan pemimpin mereka, Aung San Suu Kyi. AFP Photo
Sidney Wong, Direktur Medis MSF, mengatakan, organisanya mengumpulkan data setelah melakukan enam kali survei dengan menemui 600 ribu korban kekerasan di barat daya negara bagian Rakhine, Myanmar.
MSF menerangkan, banyak di antara korban kekerasan di Myanmar tersebut sekarang ini berada di kamp pengungsi Bangladesh yang padat tanpa sanitasi memadai.
"Apa yang kami temukan sangat mengejutkan, baik dari segi jumlah orang yang melaporkan anggota keluarga meninggal akibat kekerasan maupun bagaimana mereka terbunuh," ucapnya.Pengungsi Rohingya mengambil air dari pompa air manual, di dekat toilet umum yang terbuat dari bambu dan tertutup terpal, di sebuah kamp pengungsi Kutupalong di Cox's Bazar, Bangladesh, 21 November 2017. REUTERS
"Jumlah korban tewas sepertinya sulit diperkirakan karena tidak semua lokasi kamp pengungsi di Bangladesh didatangi. Selain itu kami juga tidak menghitung jumlah keluarga yang menjadi korban kekerasan di Myanmar."
Sejumlah laporan menyebutkan, sedikitnya 9.000 Rohingya tewas di Rahine, Myamar, akibat kekerasan sejak 25 Agustus 2017 hingga 24 September 2017.