Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pelantikan Presiden Turki Recep Tayyib Erdogan di Istana Presiden, Senin, 9 Juli 2018, dihadiri oleh 22 kepala negara. Demikian keterangan sumber pemerintahan seperti dikutip kantor berita Anadolu, Senin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain utusan dari berbagai negara, jelas sumber yang tak bersedia disebutkan namanya, pada acara tersebut tampak pula Wakil Presiden, politikus, birokrat dan sejumlah menteri. "Usai pelantikan, Presiden Erdogan akan mengunjungi Anitkabir, museum pendiri Republik Turki Mustafa Kemal Ataturk," tulis Anadolu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bersama istrinya, Emine Erdogan, menyapa pendukungnya saat berada di markas AKP, Ankara, Turki, 25 Juni 2018. Erdogan meraih 53 persen suara, mengalahkan rival kuatnya, Muharrem Ince, yang memperoleh 31 persen dukungan. REUTERS/Stoyan Nenov
Beberapa negara yang menyatakan mengirimkan utusannya pada cara pelantikan presiden, antara lain: Bulgaria, Georgia, Macedonia, Moldova, Bosnia dan Herzegovina, Serbia, Kosovo, Pakistan, Kyrgyzstan, Sudan, Guinea, Zambia, Guinea Bissau, Equatorial Guinea, Somalia, Mauritania, Gabon, Chad, Djibouti, Venezuela, Republik Siprus Turki Utara, dan Qatar.
"Puluhan utusan negara menghadiri pelantikan Presiden Turki termasuk Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev, Presiden Venezuela Nicolas Maduro, dan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani," Al Jazeera melaporkan, Senin.Pendukung Partai AK dan Presiden Recep Tayyip Erdogan berkumpul untuk merayakan kemenangan pada pemilihan umum di markas AKP, Ankara, Turki, 24 Juni 2018. REUTERS/Stoyan Nenov
Pelantikan yang berlangsung di Ibu Kota Ankara itu untuk pertama kalinya dilakukan oleh Turki yang telah mengubah sistem pemerintahan dari parlementer ke presidensial hasil referendum tahun lalu. Di bawah sistem pemerintahan baru, Erdogan yang kini berusia 64 tahun memiliki kuasa penuh menunjuk pejabat termasuk memecat menteri di kabinetnya.
"Presiden memiliki hak menunjuk dan memecat Wakil Presiden, menteri, pejabat tinggi dan hakim senior tanpa harus meminta persetujuan parlemen."
Presiden Turki juga mempunyai kekuasaan membubarkan parlemen, mengeluarkan dekrit dan menyatakan negara dalam keadaan darurat. "Di di sitem ini, keberadaan Perdana Menteri sudah tidak ada."