Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Pyongyang - Seorang mantan pemandu sorak Korea Utara mengungkapkan bagaimana dia mengalami indoktrinasi saat memimpin skuad dengan menampilkan seni propaganda kepada musuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rahasia yang dibocorkan oleh Han Seo-hee, yang kini menjadi pembelot dan tinggal di Korea Selatan, termasuk cara dia menjalani pelatihan secara psikologis untuk mempromosikan ideologi Korea Utara 'Juche'. Bocoran itu bakal memicu kritik bahwa skuad pemandu sorak telah dikerahkan Pyongyang sebagai alat manipulasi politik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kim Jong Un Kejutkan Pemandu Sorak Korea Utara di Olimpiade
Skuad pemandu sorak Korea Utara, yang disebut "tentara kecantikan", telah membangkitkan kegembiraan dan kecemasan selama beberapa pertunjukan koreografi yang sempurna di Olimpiade Musim Dingin PyeongChang di Korea Selatan.
Dalam sebuah wawancara, Han mengatakan pemandu sorak, yang dipilih sendiri dari elit dan keluarga kelas atas yang setia kepada Kim Jong Un, diajari cara mempublikasikan agenda sosialis dan nasionalis Korea Utara, yang dikenal sebagai "Juche".
"Kami dipisahkan untuk berbagai jenis pelatihan psikologis," katanya. "Kami diberitahu bahwa kami seharusnya tidak terkejut oleh dunia lain. Secara khusus, fokus pelatihannya adalah agar kita tidak melupakan negara asal kita, bahkan untuk sesaat pun."
"Kami tidak berada di sana untuk menghibur, tapi kami disuruh masuk ke dalam hati musuh."
Kehadiran lebih dari 200 orang pemandu sorak di Olimpiade Musim Dingin telah menimbulkan pro dan kontra. Banyak pembayar pajak Korea Selatan tidak setuju jika uang sebesar US$ 2,6 juta atau sekitar Rp35 miliar dihamburkan hanya untuk menampung mereka dan penghibur Korea Utara lainnya.
Sementara rutinitas kuno mereka telah menjadi sumber daya tarik. Para kritikus memperingatkan skuad pemandu sorak telah digunakan oleh sebuah kediktatoran komunis untuk memecah Korea Selatan dengan sekutu-sekutunya.
Yang lain mengatakan di balik wajah pemandu sorak, yang selalu tersenyum dan pertunjukan yang sinkron, ada kenyataan tragis bahwa mereka terpaksa melakukannya karena takut pada rezim yang membatasi kebebasan mereka.
Baca: Gagal di Piala Dunia 1966, Pemain Korea Utara Dipenjara di Gulag
Seperti yang dilansir Telegraph pada 19 Februari 2018, setiap kali para pemandu sorak terlihat tidak fokus, maka akan ada seorang pejabat pendamping Korea Utara, yang bangkit berdiri dari tempat duduk dan memplototi mereka. Hal itu dikatakan sebagai bukti bahwa skuad itu datang dalam keterpaksaan tidak seperti yang tampak pada mimik saat mereka bernyanyi.