Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ada dua jalur yang biasa ditempuh para pembelot dari Korea Utara untuk keluar dari negara itu dan menghirup udara kebebasan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jalur pertama adalah yang terdekat namun juga paling berbahaya yaitu menyeberangi daerah perbatasan demiliterisasi, yang salah satu titik terkenal adalah Panmunjom.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca: Seoul Pakai Pengeras Suara Beritahu Korea Utara Kondisi Pembelot
Hanya sedikit yang berani menyeberangi kawasan yang dipenuhi ranjau dan pasukan bersenjata dari kedua negara ini. Beberapa tentara Korea Utara memang berhasil menyeberang sambil dikejar kompatriotnya, yang menembaki.
Rekaman dramatis tentang pembelotan tentara Korea Utara yang dirilis pada hari Rabu ini menunjukkan sang pembelot melesat melintasi perbatasan, kemudian dibawa ke tempat yang aman oleh tentara Korea Selatan. Pembelot, yang melintasi perbatasan di desa gencatan senjata Panmunjom pada 13 November lalu, ditembak setidaknya empat kali, dan telah pulih di sebuah rumah sakit di Korea Selatan. UN
Baca: Pembelot Korea Utara Suka Nonton Film Produksi Amerika
Seorang tentara Korea Utara, misalnya, berhasil melarikan diri menyeberang ke perbatasan Korea Selatan pada November 2017 dengan mengalami luka tembakan dari kompatriotnya, yang mengejar. Korea Herald melansir tentara Korea Utara ini akhirnya berhasil pulih meski sempat dikabarkan kritis.
Namun, jalur kedua merupakan jalur favorit untuk keluar dari negara yang identik dengan rezim diktator dan penindasan ini yaitu jalur melewati sungai Yalu menuju Cina, yang terletak di utara Korea Utara.
"Tante saya tinggal di daerah perbatasan dan berhasil melarikan diri ke Korea Selatan lewat Cina," kata Um Yae-run, 41 tahun, yang memiliki seorang putri dan tinggal di Korea Selatan seperti dilansir media Al Jazeera, Kamis, 22 Maret 2018.
Tante ini lalu mengontaknya tiga tahun kemudian lewat seorang perantara untuk membawa Um keluar dari Korea Utara. Setelah berpikir selama sebulan, Um memutuskan pergi dari rumahnya meninggalkan ibu dan putrinya. Pada 2009, dia pun mengambil langkah berbahaya namun penting untuk mengubah kehidupannya.
"Perantara itu membawa saya ke perbatasan (Cina) untuk menyeberangi sungai pada siang hari," kata dia. Um berpura-pura sedang mencuci di sungai Yalu dan di kejauhan terlihat tentara Korea Utara sedang berpatroli.
Lalu, perantara itu berteriak dari sisi Cina agar dia segera menyeberang. Um lalu berlari zig-zag agar tidak terkena tembakan patroli Korea Utara karena memang itu yang terjadi.
"Tentara penjaga perbatasan menembaki saya. Karena berlari zig-zag maka saya selamat," kata dia.
Perjalanannya masih jauh untuk bisa sampai ke Korea Selatan. Perantara ini membawanya berputar ke berbagai negara Asean terlebih dulu untuk menghindari pengejaran. Bersama perantaranya, Um lantas pergi ke Vietnam dari Cina, lalu ke Kamboja, lalu masuk ke kantor kedubes Korea Selatan di sini.
Um sempat tinggal di sebuah gereja selama tiga bulan sebelum berangkat ke Korea Selatan. "Setelah tiba di Korea Selatan, saya diinterogasi lembaga intelejen selama sebulan sebelum diperbolehkan ke luar," kata dia.
Di sini, Um memutuskan untuk mencari pekerjaan sambil berperan sebagai perantara para pembelot yang ingin keluar dari Korea Utara. Untuk setiap orang yang berhasil dibawa ke luar, Um bisa mendapat US$1,800 -- 3,700 atau sekitar Rp25 juta -- 51 juta.
Um mengatakan dia juga berhasil membawa putrinya ke luar dari Korea Utara. Awalnya dia berencana menikah lagi dengan pria Korea Selatan namun rencana ini tidak terjadi setelah pacarnya mengetahui dia telah memiliki anak.
Um berharap dia bisa menghubungi ibu dan adik-adiknya karena selama di Seoul dia tidak bisa menghubungi mereka sama sekali. Apalagi kondisi di Korea Utara sudah semakin terbuka. Sesekali rasa bersalah itu muncul di hatinya. "Rasanya seperti saya itu egois. Saya merasa bersalah kepada orang tua saya," kata dia.
Um sekarang bekerja di biro jodoh mengupayakan para pembelot Korea Utara bisa mendapatkan pasangan dari orang lokal. Mayoritas pembelot adalah perempuan yaitu 71 persen dengan usia 20-30 tahun.