Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan inspektur polisi Malaysia mengaku diperintahkan Najib Razak untuk membunuh model asal Mongolia, Altantuya Sharibuu, kemudian meledakkan mayatnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Eks Kepala Inspektur Kepolisian Azilah Hadri mengklaim bahwa Najib, yang adalah wakil perdana menteri dan juga menteri pertahanan pada tahun 2006, bertemu dengannya dan telah memerintahkan dia untuk "menembak mati" Altantuya karena dia adalah "mata-mata asing yang berbahaya", dikutip dari The Star, 17 Desember 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Azilah mengatakan ini dalam pernyataan hukum (SD) bersama dengan permohonannya Peninjauan Kembali kasusnya ke Pengadilan Federal. Azilah divonis hukuman mati bersama Kopral Sirul Azhar Umar, yang juga mantan komando polisi, pada tahun 2001.
SD, yang pertama kali diungkapkan oleh Malaysiakini, diajukan pada 17 Oktober sebagai bagian dari permohonannya PK ke Pengadilan Federal.
"DPM (Deputy Prime Minister/Najib Razak) kemudian memberi tahu saya bahwa mata-mata asing berada di Kuala Lumpur dan berusaha mengancam DPM dan petugas khusus yang dikenal sebagai (Abdul) Razak Baginda.
"DPM menginstruksikan saya untuk melakukan operasi rahasia ketika saya kembali ke Kuala Lumpur nanti.
"Saya harus berhati-hati dengan perempuan mata-mata asing karena dia adalah pembicara yang cerdas dan licik, salah satunya adalah dia (mengaku) hamil.
Pengadilan Australia menolak permohonan suaka yang diajukan Sirul Azhar Umar, satu dari dua terduga pembunuh model asal Mongolia Altantuya Shaariibuu. Pengadilan Australia meyakinkan putusan ini tidak bersifat politik. Sumber: Reuters/malaymail.com
Dalam pernyataannya, saat itu Azilah mengatakan kepada Najib Razak bahwa dia harus memberi tahu rekannya di markas besar kepolisian, tetapi ditolak Najib.
Najib mengatakan kepada Azilah bahwa masalah ini tidak dapat diketahui secara publik karena melibatkan ancaman terhadap keamanan nasional.
Najib kemudian menginstruksikan Azilah untuk melakukan operasi rahasia untuk menangkap dan menghancurkan mata-mata secara diam-diam dan menghancurkan tubuhnya menggunakan bahan peledak.
"Buang tubuh mata-mata asing dengan alat peledak untuk menghilangkan jejak. Bahan peledak dapat diperoleh dari penyimpanan UTK (gudang senjata)," kata Najib kepada Azilah.
Menanggapi ini, Najib menepis tuduhan dan mengatakan klaim itu palsu.
Altantuya, penerjemah berusia 28 tahun, ditembak di kepala oleh pengawal elit Perdana Menteri Najib Razak saat dia mengatakan mengandung anak hubungan gelap dengan Najib Razak.
Dikabarkan Altantuya meminta US$ 500.000 atau Rp 6,9 miliar kepada Razak sebelum dibunuh dan dibawa ke mobil oleh Inspektur Kepala Azilah Hadri dan Kopral Sirul Azhar Umar, kemudian tubuhnya diledakkan dengan bom C4 di hutan.
Namun Altantuya dibunuh bukan hanya karena hubungan gelapnya dengan Najib Razak. Altantuya ikut Najib Razak saat kunjungan ke Paris untuk bertemu dengan pejabat DCNS, perusahaan senjata Prancis, untuk kesepakatan pembelian dua kapal selam Scorpene dari anak perusahaan DCN, Thales. Dalam pertemuan itu Altantuya berperan sebagai penerjemah, menurut dokumen yang diperoleh Asian Sentinel pada 2012.
Dari kesepakatan ini UMNO mendapat US$ 141 juta atau Rp 1,9 triliun untuk pembelian kapal selam. Ironisnya, kapal selam tidak dapat beroperasi di perairan dangkal Semenanjung Malaysia, dan akhirnya ditempatkan di Malaysia Timur.
Altantuya diduga tahu banyak soal US$ 141 juta untuk UMNO, dan telah dijanjikan Najib Razak US$ 500.000 sebagai komisi untuk membantu transaksi kapal selam.