Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemilu 2024 baru saja selesai digelar. Pada pemilihan presiden RI atau Pilpres, pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka unggul dalam versi hitung cepat atau quick count dibandingkan calon pasangan lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Angka yang dikantongi Prabowo-Gibran di atas 50 persen sehingga pemilu presiden diperkirakan berlangsung satu putaran. Lalu, adakah campur tangan asing dalam pemilu RI seperti yang dikhawatirkan banyak pihak?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam kolomnya berujudul "The threat of Russian interference in Indonesia’s elections is real," Direktur Eksekutif Center for Information Resilience (CIR), Ross Burley mengutarakan pendapatnya.
Ia mengatakan sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, Indonesia bersiap menyelenggarakan pemilu besar-besaran. Potensi dampak negatif dari disinformasi, khususnya disinformasi yang disponsori negara, sangat besar.
"Selama bertahun-tahun, ada satu aktor negara yang menarik lebih banyak perhatian terhadap isu ini dibandingkan aktor lainnya yiatu Rusia.
Memang benar bahwa isu pengaruh Rusia pada pemilu Indonesia di masa lalu telah menjadi semakin memprihatinkan, dengan adanya tuduhan mengenai bagaimana Moskow, bahkan di luar siklus pemilu, memainkan peran yang sangat besar dalam mengobarkan api ketidakpuasan, mempolarisasi masyarakat mulai dari Ukraina hingga Inggris dan India, sesuai keinginan mereka.
Dari Brexit hingga Trump, dari Kenya hingga Prancis, campur tangan Rusia dalam pemilu melalui disinformasi adalah fenomena yang banyak diberitakan," tulis Burley.
Kekhawatiran telah dikemukakan sebelumnya mengenai aktivitas Kremlin di Indonesia. Menurut Burley, saat melakukan tur ke beberapa kota di Indonesia selama kampanye pemilu tahun 2019, Presiden Jokowi Widodo melontarkan tuduhan bahwa pihak asing membantu kandidat calon presiden dengan cara yang tidak sah. Disinformasi ini menghasilkan fitnah, kebohongan, dan tipuan tanpa henti yang membingungkan masyarakat.
Dia melanjutkan, "meskipun beberapa orang menyatakan bahwa hal ini hanyalah tuduhan tak berdasar yang dilontarkan presiden kepada pesaingnya sebagai cara untuk mendiskreditkan mereka, sangatlah masuk akal untuk percaya bahwa ada kebenaran di balik kekhawatiran presiden tersebut.
Memang benar, mulai dari Brexit hingga Trump, dari Kenya hingga Prancis, campur tangan Rusia dalam pemilu melalui disinformasi merupakan fenomena yang banyak diberitakan," katanya.
Menurut Burley, kasus terkenal di Indonesia yang membuat heboh terkait konspirasi yang diusung oleh sekelompok akun media sosial yang terkoordinasi dengan baik.
"Kontroversi tersebut terjadi seputar tujuh kotak suara yang diduga berasal dari Cina. Menurut postingan tersebut, kotak suara itu telah dirusak untuk kepentingan Presiden Jokowi.
Foto-foto dan video kertas suara beredar di internet dengan pesan yang sama yang disebarkan oleh berbagai profil dan platform berita yang seolah-olah nyata.
Menurut wakil ketua tim kampanye Jokowi, Abdul Kadir Karding, dengan memproduksi hoaks secara masif, strategi tersebut bertujuan untuk membalikkan seluruh data dan fakta yang dapat mempengaruhi masyarakat, khususnya dalam memilih. Ini berbahaya, karena lambat laun masyarakat akan terbiasa dengan narasi palsu.
Namun, Burley menyertakan pula pendapat dari Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Georgievna Vorobieva. Melalui akun Twitter atau kini disebut X, ia menegaskan bahwa Rusia tidak mencampuri proses pemilu di Indonesia. “Kami menggarisbawahi bahwa posisi utama Rusia adalah tidak melakukan intervensi dalam urusan dalam negeri dan proses pemilu di luar negeri termasuk Indonesia, yang merupakan teman dekat dan mitra penting kami”.
EURO NEWS
Pilihan editor: Posisi Jepang Digusur Jerman sebagai Ekonomi Terbesar Ketiga Dunia, Ini Penjelasannya