Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Filipina Rodrigo Duterte tidak mau bekerja sama dalam sebuah investigasi yang rencananya akan dilakukan oleh Pengadilan Kriminal Internasional atau ICC terkait operasi perang melawan narkoba yang dilakukan Duterte. Hal itu disampaikan Duterte melalui juru bicaranya, Harry Roque, pada Selasa, 15 Juni 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami tidak akan bekerja sama karena kami bukan lagi berstatus anggota,” kata Roque
Presiden Duterte sudah menarik keanggotaan Filipina dari ICC melalui sebuah pakta pada Maret 2018 lalu.
Seorang peserta aksi berorasi saat berunjuk rasa mengecam tindakan Duterte pada pengguna narkoba, di depan Kedutaan Besar Filipina, Jakarta, 11 Oktober 2016. TEMPO/Imam Sukamto
Sebelumnya pada Senin kemarin, 14 Juni 2021, seorang jaksa penuntut di ICC sedang meminta persetujuan agar dilakukan investigasi menyeluruh atas pembunuhan di bawah kampanye perang melawan narkoba. Jaksa tersebut mengatakan kejahatan kemanusiaan bisa saja sudah dilakukan dalam operasi memberantas narkoba tersebut.
Jaksa penuntut di ICC, Fatou Bensouda, mengatakan sebuah penyelidikan awal sudah dilakukan pada Februari 2018 menemukan adanya alasan mendasar yang bisa diyakini bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan melalui pembunuhan sudah dilakukan Filipina pada periode 1 Juni 2016 dan 16 Maret 2019.
Dugaan kejahatan terjadi dalam kontek kampanye perang melawan narkoba oleh Pemerintah Filipina. Bensouda mengatakan pihaknya saat ini sedang meminta pengesahan agar bisa dilakukan sebuah investigasi yang menyeluruh.
“Informasi yang diperoleh jaksa penuntut menunjukkan kalau aktor dalam kasus ini adalah negara, khususnya sejumlah aparat keamanan Filipina, yang menewaskan ribuan terduga pengguna narkoba dan warga sipil lainnya selama operasi dilakukan,” kata Bensouda.
Sumber: Reuters | aljazeera.com