Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev mendapatkan masa jabatan kelima berturut-turut dalam pemilu pada Rabu, menurut hasil resmi. Ini menajdi hasil yang diharapkan setelah kemenangan bersejarah negaranya atas separatis Armenia tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penghitungan menunjukkan bahwa Aliyev memenangkan pemilu dengan 92 persen suara setelah hampir semua daerah pemilihan mengumumkan hasilnya, dalam pemungutan suara yang diadakan selama tindakan keras terhadap media independen dan tanpa adanya oposisi yang nyata.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Rakyat Azerbaijan telah memilih Ilham Aliyev sebagai presiden negaranya,” kata Ketua Komisi Pemilihan Umum Pusat Mazahir Panahov pada konferensi pers.
Jumlah pemilih adalah 67,7 persen, tambahnya.
Aliyev digembar-gemborkan di negaranya setelah pasukannya merebut kembali wilayah Nagorno-Karabakh yang memisahkan diri dari separatis Armenia yang telah menguasainya selama beberapa dekade pada September.
Namun, partai-partai oposisi utama di negara kaya minyak itu memboikot pemungutan suara tersebut, yang oleh salah satu pemimpin oposisi, Ali Kerimli dari partai Front Populer, disebut sebagai “tiruan demokrasi”.
“Tidak ada kondisi di negara ini yang memungkinkan terselenggaranya pemilu yang bebas dan adil,” katanya.
Enam kandidat lain yang mencalonkan diri kurang dikenal dan memuji Aliyev sebagai negarawan dan panglima besar sejak ia mengumumkan pemilu pada Desember, setahun lebih cepat dari jadwal.
Sambil menyanyikan lagu-lagu patriotik, beberapa ribu pendukung Aliyev berkumpul pada Rabu malam di jalan-jalan pusat kota Baku untuk merayakan terpilihnya kembali Aliyev.
Beberapa pengunjuk rasa memegang poster bertuliskan "Pembebas Karabakh" dan "Kami bangga padamu!"
Presiden dan ibu negara Mehriban Aliyeva pergi ke Karabakh pada Rabu untuk memberikan suara mereka di kota utama Khankendi di wilayah tersebut.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah Azerbaijan pasca-Soviet, 26 TPS dibuka di Nagorno-Karabakh.
Daerah kantong tersebut sebagian besar telah ditinggalkan setelah seluruh penduduk etnis-Armenia – lebih dari 100.000 orang – melarikan diri ke Armenia setelah pengambilalihan Baku.
Meningkatnya Tindakan Keras
Bulan lalu, Aliyev menyebut kemenangan Karabakh sebagai “peristiwa penting yang tak tertandingi dalam sejarah Azerbaijan”.
“Pemilu akan menandai dimulainya sebuah era baru,” katanya, dimana negara tersebut menyelenggarakan pemilihan presiden di seluruh wilayahnya untuk pertama kalinya.
Para pendukungnya memuji Aliyev karena telah mengubah negara yang pernah dianggap sebagai negara terbelakang Soviet menjadi pemasok energi yang berkembang pesat ke Eropa.
Namun para kritikus mengatakan dia telah menghancurkan kelompok oposisi dan mencekik media independen.
Kemenangan Aliyev sudah pasti, kata analis independen Ghia Nodia dari Pusat Kajian Strategis Kaukasus.
"Tidak ada ketegangan apa pun dalam pemilu ini tanpa sedikit pun tanda-tanda daya saing".
Dalam beberapa bulan terakhir, pihak berwenang Azerbaijan meningkatkan tekanan terhadap media independen, dengan menangkap beberapa jurnalis kritis yang mengungkap korupsi tingkat tinggi.
“Semua hak-hak dasar dilanggar di negara ini, partai-partai oposisi tidak dapat berfungsi secara normal, kebebasan berkumpul dibatasi, media berada di bawah tekanan pemerintah, dan perbedaan pendapat politik ditekan,” kata Kerimli dari Front Populer.
Pada hari Selasa, Amnesty International mengatakan: “Meningkatnya tindakan keras yang dilakukan oleh otoritas Azerbaijan menjelang pemilu bukan hanya serangan terhadap hak-hak individu, ini adalah serangan yang meluas dan terkoordinasi terhadap masyarakat sipil dan supremasi hukum.”
Pemerintahan Dinasti
Aliyev, 62 tahun, pertama kali terpilih sebagai presiden pada 2003 setelah kematian ayahnya, Heydar Aliyev, mantan perwira KGB yang memerintah Azerbaijan sejak 1993.
Ia terpilih kembali pada 2008, 2013, dan 2018, dengan perolehan 86 persen suara.
Semua pemilu dikecam oleh partai oposisi karena dicurangi.
Pada 2009, Aliyev mengamendemen konstitusi negara sehingga ia dapat mencalonkan diri sebagai presiden tanpa batas waktu. Sebuah langkah yang dikritik oleh para pembela hak asasi manusia yang mengatakan bahwa ia dapat menjadi presiden seumur hidup.
Pada 2016, Azerbaijan mengadopsi amandemen konstitusi kontroversial yang memperpanjang masa jabatan presiden dari lima tahun menjadi tujuh tahun.
Dia kemudian mengangkat istrinya sebagai wakil presiden pertama. Sekitar enam juta pemilih terdaftar untuk pemilu tersebut, yang dipantau oleh pemantau dari Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE).
FRANCE24