Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dua universitas Hong Kong pada Jumat membongkar peringatan tragedi Tiananmen 1989 di Beijing, setelah sebelumnya membongkar patung Pilar Aib yang mengenang korban penumpasan berdarah Cina terhadap demonstran pro-demokrasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Patung perunggu "Goddess of Democracy", atau Dewi Demokrasi, setinggi 6,4 meter yang memegang obor di Hong Kong's Chinese University (CUHK) telah dipindahkan dari pelataran kampus sebelum fajar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Universitas mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa patung yang mereka sebut tidak berizin itu telah dibawa pergi.
"Menyusul penilaian internal, dan sebagai pengelola kampus universitas, CUHK telah mencopot patung itu," kata pernyataan kampus, dikutip dari Reuters, 24 Desember 2021.
Patung itu terinspirasi dari model patung "Goddess of Democracy" berbahan plester putih dan busa setinggi 10 meter yang didirikan oleh para mahasiswa di Lapangan Tiananmen pada 1989, sebagai simbol tekad mereka dalam memperjuangkan kebebasan dan demokrasi di bawah pemerintahan Partai Komunis Cina.
"Saya merasa patah hati dan terkejut," kata Felix Chow, mantan mahasiswa Chinese University dan anggota dewan distrik.
"Patung ini mewakili lingkungan sekolah yang terbuka. Itu simbol kebebasan akademik...Itu membuat orang ragu apakah sekolah masih bisa memastikan ruang bebas dan orang bisa berbicara dengan bebas," katanya kepada Reuters.
Replika patung "Goddess of Democracy" dari protes lapangan Tiananmen pada 1989. Foto diambil di Victoria Park, Hong Kong, saat acara peringatan 21 tahun pembantaian Tiananmen, 4 Juni 2010. [Wikimedia.org]
Tidak seperti Cina daratan, di mana otoritas melarang peringatan 4 Juni, Hong Kong sebelumnya tetap menjadi satu-satunya wilayah Cina yang mengizinkan peringatan tragedi Tiananmen.
Lingnan University juga membongkar patung relief dinding pembantaian Tiananmen, yang juga menggambarkan "Goddess of Democracy".
Relief itu mencakup gambar barisan tank yang berhenti di depan seorang pendemo yang dikenal sebagai "manusia tank", serta penggambaran para korban yang dibawa setelah ditembak oleh pasukan Cina.
Dinding bekas instalasi relief di Lingnan University setelah pembongkaran tampak kosong dengan puing-puing berserakan.
Seniman Chen Weiming, yang menciptakan patung dan relief dinding, mengatakan kepada Reuters dia akan menuntut universitas jika ada kerusakan pada karyanya.
Gambar merah menjulang "Goddess of Democracy" di aula utama serikat mahasiswa Lingnan University juga telah ditutup dengan cat abu-abu.
Lingnan University mengatakan kepada Reuters bahwa materi dan benda yang dapat menimbulkan risiko hukum dan keamanan telah dibersihkan, dipindahkan, dan disimpan.
"Pilar Aib" setinggi delapan meter karya pematung Denmark Jens Galschiot untuk memberi penghormatan kepada para korban penumpasan Lapangan Tiananmen di Beijing pada 4 Juni 1989 terlihat sebelum dipindahkan ke University of Hong Kong (HKU) di Hong Kong, Tiongkok, 12 Oktober 2021. [REUTERS/Tyrone Siu]
Sebelumnya, University of Hong Kong membongkar dan memindahkan patung "Pilar Aib" setinggi delapan meter dari area kampus yang telah terpasang selama lebih dari dua puluh tahun. Patung itu dibuat oleh seniman Denmark Jens Galschiot untuk mengenang pengunjuk rasa pro-demokrasi yang terbunuh selama penumpasan Lapangan Tiananmen di Cina pada tahun 1989.
"Sejak komunis Cina menerapkan Undang-undang Keamanan Nasional di Hong Kong, mereka telah menghapus kebebasan pers, berkumpul, dan kebebasan berekspresi," kata Chen, sang seniman, kepada Reuters.
"Mereka ingin menghapus sejarah nyata dari tindakan keras brutal...mereka tidak akan membiarkan sudut pandang yang berbeda terus ada di Hong Kong," katanya.
Ketika ditanya oleh Reuters apakah otoritas Hong Kong atau Cina telah menginstruksikan ketiga universitas untuk menghapus monumen Tiananmen ini, kantor Kepala Ekskutif Hong Kong, Carrie Lam, tidak memberikan tanggapan.
Hong Kong kembali ke pangkuan Cina dari Inggris pada 1997 dan dijanjikan otonomi luas dan kebebasan oleh Cina di bawah kebijakan "satu negara, dua sistem".
Pihak berwenang telah menekan warga di bawah Undang-undang Keamanan Nasional Hong Kong yang diberlakukan Cina, yang menurut para aktivis hak asasi manusia digunakan untuk menekan masyarakat sipil, memenjarakan para aktivis demokrasi, dan mengekang kebebasan berpendapat.
Pihak berwenang Cina dan Hong Kong mengatakan UU Keamanan Nasional Hong Kong telah memulihkan ketertiban dan stabilitas setelah protes massal pada 2019, dan bahwa hak-hak dasar dan kebebasan masih dihormati.
REUTERS