Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang seniman grafiti asal Suriah, menggambar sebuah mural untuk memperingati kematian warga kulit hitam Amerika Serikat keturunan Afrika, Geroge Floyd, 46 tahun. Floyd tewas di tangan polisi kulit putih Amerika Serikat, di mana kasus ini langsung memancing kemarahan publik dan menyoroti rasisme di negara Abang Sam itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari middleeastmonitor.com, seniman itu adalah Aziz Al-Asmar, 48 tahun, yang tinggal di Binnish Privinsi Idlib, Suriah. Dia pada akhir pekan lalu menggambar di sebuah sisa tembok rumahnya yang hancur karena perang. Tindakan itu dilakukannya juga sebagai bentuk solidaritas melawan rasisme di Amerika Serikat dan seluruh dunia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kita ini adalah advokat perdamaian dan kebebasan. Kami yakin ini adalah tugas kita untuk memberikan solidaritas dalam kasus-kasus kemanusiaan global,” kata Al-Asmar.
George Floyd Remembered in Syria.
— On the Ground News (@OGNreports) June 1, 2020
The cops that killed George Floyd had no idea they created a wave of emotion that was felt around the planet!
For more videos subscribe to our YouTube channel: https://t.co/UK7SCLkhBW
SUPPORT OGN: https://t.co/EZf4jFXPd9 pic.twitter.com/LacqR2Nz1K
Gambar mural yang dibuat Al-Asmar memperlihatkan wajah Floyd dan tulisan berbunyi ‘tidak pada rasisme’ serta tulisan ‘saya tidak bisa bernafas’. Sebelum meninggal Floyd sudah memohon belas kasih kepada polisi kulit putih yang membuatnya rubuh ke tanah dan membekapnya dengan lutunya, namun tampaknya tak digubris hingga 9 menit kemudian Floyd meninggal.
Insiden itu terekam oleh kamera ponsel dan diunggah ke media sosial. Unjuk rasa pun pecah di Kota Minneapolis, tempat kejadian perkara. Unjuk rasa kemudian terjadi pula di beberapa kota di Amerika Serikat, bahkan ada yang berujung ricuh.
Lewat gambarnya, Al-Asmar mencoba membandingkan kebrutalan dan rasisme aparat polisi di Amerika Serikat dan Suriah. Menurut Al-Asmar, masyarakat Suriah bisa melihat kaitan antara kematian Floyd yang sesak nafas dengan kematian masyarakat Suriah karena senjata gas beracun.
Senjata beracun diduga digunakan dalam perang sipil Suriah. Banyak pihak menuding penggunaan senjata beracun digunakan oleh rezim Presiden Assad. Akan tetapi, tuduhan itu dibantah oleh Presiden Bashar al-Assad.
Al-Asmar menekankan, dia menggambar mural Floyd sebagai bentuk solidaritas. Dia menggunakan sisa dinding yang hancur untuk agar lebih kuat dalam mengirimkan pesan simpati kepada masyarakat yang tertekan.