Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Studi Sebut Transmisi Virus Corona Lebih Lambat di Negara Tropis

Studi dari Sun Yat-sen University di Guangzhou mengungkapkan bahwa suhu memiliki peran yang signifikan dalam perkembangan virus Corona.

9 Maret 2020 | 15.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petugas medis menggunakan pakaian pelindung saat memeriksa pasien terinfeksi virus corona di Rumah Sakit Palang Merah Wuhan di Wuhan, Cina, 16 Februari 2020. Otoritas kesehatan Cina mengatakan ada 93 korban meninggal baru dan 1.807 korban terinfeksi baru. China Daily via REUTERS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Penelitian dari tim riset Cina baru-baru ini menyebut virus Corona atau COVID-19 dapat menyebar cepat di negara bersuhu dingin daripada negara yang panas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tetapi para ahli memperingatkan masyarakat untuk tidak skeptis akan hal itu dan berpikir jika perubahan cuaca juga menjadi penyebab virus umum lainnya seperti penyakit flu biasa atau influenza.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Studi yang dipaparkan oleh tim dari Sun Yat-sen University di Guangzhou, Cina meneliti tentang penyebaran virus COVID-19 yang mungkin dipengaruhi oleh perubahan musim dan suhu.

Dikutip dari South China Morning Post, 9 Maret 2020, studi yang telah diterbitkan bulan kemarin tetapi belum ditinjau ulang ini menyebutkan bahwa suhu panas memiliki peran yang signifikan dalam perkembangan virus.

Suhu dapat secara signifikan mengubah transmisi virus COVID-19 dan mungkin ada suhu terbaik yang dapat menularkan virus. Virus ini juga sangat sensitif terhadap suhu tinggi, yang dapat mencegahnya menyebar di negara-negara tropis, sementara di negara iklim dingin virus akan bereaksi sebaliknya, menurut isi penelitian.

Kesimpulannya, negara dan wilayah dengan suhu dingin disarankan untuk mencegah penyebaran virus dengan mengambil langkah-langkah yang ketat.

Banyak pemerintah nasional dan otoritas kesehatan yang meyakini jika virus Corona akan lumpuh ketika cuaca menghangat, seperti umumnya yang terjadi pada virus penyebab flu ringan dan influenza.

Namun, sebuah studi lain yang digagas oleh sekelompok peneliti termasuk ahli epidemiologi, Marc Lipsitch dari Harvard’s T.H. Chan School of Public Health, menemukan bahwa penularan berkelanjutan dari virus Corona dan pertumbuhan infeksi yang cepat dapat terjadi dalam berbagai kondisi kelembaban, dari provinsi dengan suhu dingin dan kering di Cina ke lokasi tropis, seperti daerah Guangxi Zhuang di ujung selatan Cina dan Singapura.

"Cuaca sendiri, seperti peningkatan suhu dan kelembaban saat musim semi dan musim panas, tidak akan menyebabkan penurunan dalam jumlah kasus tanpa penerapan intervensi kesehatan masyarakat yang luas," tulis studi tersebut, yang diterbitkan pada bulan Februari lalu dan sedang menunggu tinjauan ilmiah.

Tim Guangzhou melakukan penelitian mereka berdasarkan setiap kasus baru virus Corona yang telah dikonfirmasi di seluruh dunia pada sekitar 20 Januari hingga 4 Februari, termasuk di lebih dari 400 kota dan wilayah Cina. Analisis menunjukkan bahwa jumlah kasus naik sejalan dengan suhu rata-rata hingga 8,72 derajat Celcius.

Dalam studinya itu menyebutkan, suhu memiliki dampak pada lingkungan kehidupan masyarakat dan berperan penting dalam kesehatan masyarakat dalam hal pengembangan dan pengendalian epidemi.

Dikatakan juga bahwa iklim mungkin berperan sebagai penyebaran virus di Wuhan, kota di Cina yang menjadi pusat penyebaran pandemi pertama kali.

Mike Ryan, Direktur Eksekutif Unit Darurat dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan masyarakat untuk tidak menganggap epidemi virus Corona COVID-19 akan mereda otomatis di musim panas.


SAFIRA ANDINI | SOUTH CHINA MORNING POST

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus