Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Editorial
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
---
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KERUGIAN hingga Rp 1,4 triliun sudah cukup bukti PT Pembangunan Jaya Ancol gagal mengelola taman wisata Ancol. Pemerintah DKI Jakarta, sebagai pemilik saham utama perusahaan, mengatur ulang pengelolaan wisata di Pantai Utara Jakarta tersebut. Misalnya, membuka kemungkinan perusahaan swasta internasional menggantikannya.
Lewat lelang terbuka, pemerintah DKI memilih swasta yang bonafid mengelola tempat rekreasi ini. Visinya: jadikan Ancol sebagai tujuan wisata berkelas internasional. Jika Singapura bisa sampai harus menimbun laut, Jakarta mestinya bisa lebih dari mereka.
Zaman berubah, tapi manajemen wisata Ancol berhenti di tahun 1980-an. Jadul. Para direksi, menurut Komisaris Utama PT Pembangunan Jaya Thomas Lembong, lebih sibuk mengurus intrik dan politik kantor ketimbang serius mengelola Ancol. Mereka termakan oleh manajemen lawas yang mementingkan posisi ketimbang hasil nyata.
Dengan lelang terbuka, siapa pun perusahaan yang masuk akan mengubah pola pikir pengelolaan Ancol. Jangan-jangan dengan manajemen yang bagus dan meningkatkan layanan wisata, pantai Ancol bisa diakses secara gratis oleh warga Jakarta.
Agar tak salah urus, pemerintah daerah mesti berkaca pada pengelolaan Ancol selama setengah abad sejak 1966. PT Pembangunan Jaya Ancol pernah bekerja sama mengelola wisata Ancol dengan swasta lokal. Tapi pengelolaannya amburadul.
Misalnya, pengelolaan mal Ancol Beach City dan Sea World. Mulanya, PT Pembangunan Jaya menyerahkan pengelolaan mal itu kepada PT Wahana Agung Indonesia Propertindo. Wahana Agung lalu menyewakannya kepada PT Mata Elang International Stadium pada Maret 2012. Dua tahun kemudian, kedua perusahaan itu saling menyalahkan soal sewa hingga gugatan ke pengadilan.
Sementara pengelolaan Sea World awalnya kerja sama dengan afiliasi Lippo Grup, PT Sea World Indonesia –dulu bernama PT Laras Tropika Nusantara— pada 1992. Kerja sama pembangunan hingga pengelolaan selama 20 tahun itu berbuntut sengketa di akhir kontrak. Kedua pihak menyoal kelanjutan kontrak hingga aset. Setelah bersengketa, Pembangunan Jaya Ancol baru bisa mengelola wahana aquarium raksasa tersebut tujuh tahun lalu.
Sengketa ini menjadi bukti kekeliruan mengelola aset wisata. Salah urus ini, kata Tom Lembong, yang menjadi pemicu kerugian Ancol tersebut. Politik direksi yang berebut proyek membuat rencana pembangunan hotel bintang lima hanya sampai fondasi bangunan.
Sederet persoalan tersebut harusnya membuat pemerintah Jakarta insaf dan segera membenahi Ancol. Rombak direksi dan komisaris, lalu siap-siap melegonya. Pilih perusahaan bonafid yang serius mengembangkan wisata Jakarta.