Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Bisnis Jalan Tol dan Sengketa Triliunan Rupiah

Pemerintah tidak kunjung tegas menangani SKB antara Jasa Marga dan Citra Marga Nusaphala Persada. Menunggu agar kerugian jadi lebih besar lagi?

5 Mei 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di bawah kepemimpinan Megawati Sukarnoputri, banyak keputusan penting tertunda, termasuk pencabutan surat keputusan bersama (SKB) tentang bagi hasil jalan tol antara Jasa Marga dan Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP), yang sudah dijadwalkan akhir Maret lalu. PT Jasa Marga—perusahaan negara yang mengoperasikan jalan tol—sejak akhir tahun 2001 mengusulkan agar bagi hasil yang timpang (me-rugikan Jasa Marga dan menguntungkan CMNP) diubah komposisinya. Jika usul itu disepakati, kerugian Jasa Marga yang mencapai Rp 1,1 triliun bisa dihentikan. Tapi, bila SKB tidak dicabut juga, sampai tahun 2023, Jasa Marga bisa dibobol lagi sebesar Rp 1,9 triliun. Angka triliunan itu bikin sesak dada, namun Menteri Keuangan Boediono cenderung agar aspek legalnya ditangani dulu, sebelum SKB dicabut. Maka CMNP pun melobi ke sana-kemari, tak terkecuali mengirim komisarisnya, Jusuf Hamka, untuk menghadap Wakil Presiden Hamzah Haz. Menteri Permukiman Soenarno, yang memperjuangkan kepentingan Jasa Marga, terpaksa pula mengundurkan jadwal pencabutan SKB dari akhir Maret ke akhir April 2002. Walau sengketa telanjur merebak, masih patut dipertanyakan apakah tuntutan Jasa Marga itu mengada-ada. Kalau mengacu kepada persentase bagi hasil, tentu tidak mengada-ada. Se-harusnya tuntutan itu diajukan sejak dulu, ketika Soeharto masih berkuasa. Soalnya, selain bagi hasil itu secara harfiah tidak adil, juga secara bisnis tak dapat dibenarkan. Gara-gara SKB, negara dirugikan triliunan rupiah. Tapi, menjelang genap empat tahun Soeharto lengser, barulah Jasa Marga menggugat CMNP. Mengapa harus menunggu selama itu? Wallahualam. Kita hanya bisa menebak bahwa banyak kepentingan yang ikut bermain, dan hal itu tak lepas dari pertarungan di tingkat atas. Pada tahap final, ada dua jagoan yang peluang dan posisinya sama kuat. Mungkin itulah yang menyebabkan kenapa pejabat yang berwenang "merestui" pencabutan SKB jadi berpikir-pikir lagi. Maka pekan lalu dilansirlah berita bahwa antara Jasa Marga dan CMNP telah tercapai titik terang, menyangkut 9 dari 10 butir yang disengketakan. Ternyata kesembilan titik itu lebih merupakan titik terang yang berbobot politis. Tinggal satu titik yang belum bersinar cerah, dan titik itulah yang menyangkut komposisi bagi hasil. Ini berarti, proses ke arah solusi masih akan tersendat. Kabarnya, bila gagal, Jasa Marga mempersiapkan dua opsi: 1. pengoperasian jalan tol secara terpisah, atau 2. menempuh jalan arbitrase. Sebenarnya, Jasa Marga juga bisa menggugat ke pengadilan, namun opsi ini tak disebut-sebut, mungkin karena prosesnya berkepanjangan, sementara CMNP tetap leluasa meraup laba. Tak sulit untuk memahami, mengapa Jasa Marga lebih suka jika SKB itu dicabut saja. Lagi pula SKB itu dibuat oleh pemerintah, jadi logisnya bisa dengan mudah dicabut oleh pemerintah. Entah mengapa, itu pun tak dilakukan. Dari segi hukum, jelas pencabutan SKB tidak mudah, karena aktor intelektualnya, Soeharto, sampai kini belum pernah dinyatakan bersalah. Padahal, kalau saja bekas presiden itu sempat diproses di pengadilan, dan atas nama hukum dinyatakan bersalah, semua kebijakannya yang merugikan bangsa dan negara—termasuk SKB antara Jasa Marga dan CMNP—gugur dengan sendirinya. Kini, dalam berurusan dengan "warisan" Soeharto, pemerintah berada di titik nol, begitu pula sengketa SKB Jasa Marga-CMNP. Layak dipertanyakan, apa kendalanya sampai SKB itu tak kunjung dicabut saja. Bukankah kebijakan itu, selain adil, juga bermanfaat bagi negara?! Bila SKB dicabut, porsi laba yang lebih besar tentu mengalir ke Jasa Marga, dan aliran dana itu akan memperkuat posisi keuangan pemerintah. Apalagi APBN rentan terhadap defisit, sehingga perolehan sekecil apa pun seharusnya diperjuangkan, bukan malah disia-siakan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus