Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
REKRUTMEN milisi Sunni Islamic State of Iraq and al-Sham (ISIS) terhadap warga Indonesia untuk terlibat jihad di Irak dan Suriah harus dibendung. Fakta bahwa ada kelompok masyarakat yang terpikat ide ISIS dan menyokong pengiriman tentara sipil ke kancah perang Timur Tengah harus mendapat perhatian serius pemerintah.
ISIS terbentuk di Irak pada 2013. Mereka sempalan Al-Qaidah pimpinan Syekh Abu Bakar al-Baghdadi. Target mereka adalah pendirian Daulah Islam, kekhalifahan internasional Islam sebagaimana dulu terakhir: Khalifah Utsmaniyah. Mereka membunuh hakim yang memberi hukuman mati Saddam Hussein dan membantai pemeluk Syiah.
Paramiliter ISIS, yang jumlahnya jauh lebih kecil dibanding tentara nasional Irak, mampu merebut kota-kota penting Irak. Terakhir adalah Rutba, Irak Barat. Juga kilang minyak Baiji, Bagdad Utara. Mereka kini dalam pergerakan mara menuju Bagdad. Perbatasan Suriah sudah mereka kuasai. Mereka berusaha menggulingkan rezim Presiden Bashar al-Assad.
ISIS mencitrakan diri sebagai harapan baru umat Islam akan tegaknya Khilafah Islamiyah yang selama ini diidam-idamkan-tapi selalu gagal. Mereka mengimbau mujahidin Asia melakukan jihad global kedua, sebagaimana jihad global pertama melawan Rusia di Afganistan pada 1980-an. ISIS mengobarkan "panggilan suci", dengan Suriah sebagai "palagan kudus". Anehnya, gagasan usang itu mampu mempesona kaum militan dari berbagai negara, termasuk Indonesia.
Setelah Mosul dan Tikrit jatuh, ada unggahan di YouTube: seorang milisi ISIS Indonesia yang bangga ikut merebut kedua kota itu. Majalah Time juga melaporkan, di Suriah terlihat beberapa gerilyawan asal Indonesia menyandang Kalashnikov. Disinyalir puluhan mujahid Indonesia masuk ke Suriah melalui Turki. Diperkirakan gelombang paramiliter asal Indonesia terus bertambah.
Tanda-tanda itu bukannya tak ada. Di Solo, kemenangan ISIS dirayakan secara terbuka. Bendera ISIS dikibarkan pada hari bebas kendaraan bermotor. Di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, spanduk ISIS juga dipawaikan. Toko-toko online yang menawarkan atribut ISIS merebak. Glorifikasi ISIS tampak pada beberapa komunitas Facebook. Bahkan deklarasi yang menyatakan baiat terhadap Amirul Mukminin Syekh Abu Bakar al-Baghdadi secara terang-terangan dilakukan di Masjid Fathullah, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, beberapa bulan lalu. Secara terbuka juga dilakukan penggalangan dana untuk memberangkatkan delegasi ke Suriah, yang membawa bantuan bagi gerilyawan ISIS.
Pemerintah harus bertindak tegas. Mereka yang secara terbuka mengusung lambang-lambang ISIS selayaknya diperingatkan. Pengiriman tentara sipil harus dicegah. ISIS bukanlah representasi Islam moderat yang menjadi cita-cita kita bersama. Kita memang tak memiliki undang-undang yang melarang warga negara Indonesia menjadi soldier of fortune atau tentara bayaran di negara lain. Tapi akan berbahaya jika membiarkan fenomena ini. Pada April lalu, Malaysia menggagalkan keberangkatan sepuluh warga negaranya yang akan berjihad ke Suriah, sehingga aneh kalau kita tak melakukan hal yang sama.
Jangan sampai Indonesia menjadi sumber utama gelombang rekrutmen Al-Qaidah. Rentetan radikalisme dan terorisme di sini dimulai dengan kedatangan alumnus-alumnus Afganistan. Para veteran itulah yang meledakkan bom di Bali.
Berita terkait klik Disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo