Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Harun yang Mengagumkan dan, Mudah-mudahan, Tidak Sendirian

Sikap Harun Alrasid mengundurkan diri dari KPU patut menjadi panduan, kendati ini mungkin harapan yang berlebihan....

11 Juli 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPERTI memimpin taman kanak kanak. Begitulah kabarnya Rudini berkomentar tentang pengalamannya sebagai Ketua Umum Komisi Pemilihan Umum (KPU). Jika kabar ini benar, mantan Menteri Dalam Negeri ini pasti tak cuma bergurau. Sebab, kegiatan KPU belakangan ini, yang merebak ke mana-mana, memang membuat orang ramai jengkel. Apalagi pekerjaan utama mereka, menghitung suara hasil pemilu, berjalan tersendat-sendat dan jauh dari tepat jadwal. Boleh jadi ini salah satu gejala normal bangsa yang sudah puluhan tahun tak pernah diberi kesempatan berpolitik secara benar, yang sulit memahami bahwa kalah-menang dalam berpolitik adalah soal biasa, bahwa yang menang tak akan pernah abadi di atas dan, karenanya, yang kalah harus terbiasa legawa dan tak pernah boleh putus harapan. Tapi, itulah. Kita sudah terlalu lama tak mengalami suasana politik normal seperti itu. Pengalaman puluhan tahun telah membiasakan orang untuk selalu berupaya menggapai kekuasaan karena bila berada di luar lingkaran, mereka akan menjadi bagian yang marginal, yang tidak relevan, dan—karena itu—boleh diperlakukan seenaknya, untuk selamanya. Dalam konteks ini, komentar Rudini memang tepat di sasaran. KPU pada dasarnya adalah taman kanak-kanak perpolitikan kita. Cuma, sialnya, tak ada guru yang benar untuk mengajar karena mereka yang pernah mengalami masa-masa ketika represi belum melanda republik ini sudah terlalu lanjut usia untuk terlibat. Maka, yang tersisa hanyalah mereka yang mempelajarinya dengan saksama. Seorang Harun Alrasid, misalnya, termasuk dalam kategori ini. Pakar hukum yang dikenal lurus dan bersahaja itu, sayangnya, hanya menjadi minoritas kecil di antara gemuruh ambisi dan kekurang percayaan diri anggota KPU lainnya. Sehingga, ia pun akhirnya merasa perlu mengundurkan diri untuk menyadarkan anggota KPU yang lain agar kembali "ke jalan yang benar". Keputusan yang, barangkali, bernuansa putus asa tapi sekaligus menunjukkan bahwa tidak semua anggota KPU seburuk yang disangka banyak orang. Sebab, harus diakui, selama ini KPU, terutama partai gurem, terkesan sebagai kerumunan orang-orang yang berteriak atas nama "rakyat" atau "umat" demi meraih kekuasaan. Tapi, ternyata rakyat dan umat tak memberikan suara kepada kebanyakan mereka sehingga legitimasi sebagai "wakil" itu sulit untuk dipertanggungjawabkan. Dan, normalnya, mereka yang tak didukung rakyat ini seharusnya mengundurkan diri dari KPU, seperti dilakukan Harun Alrasid. Kita tentu menginginkan Harun tidak sendirian. Namun, barangkali, terlalu berlebihan juga untuk berharap semua anggota KPU yang gagal meraih suara akan mengikuti jejaknya. Sebab, ini serupa saja dengan mengangankan anak TK lulus ujian SMU, atau seorang anak mampu berlari sebelum belajar merangkak. Kendati demikian, bukan berarti mereka, seperti halnya anak TK, boleh berbuat seenaknya. Bagaimanapun, jejak langkah yang ditinggalkan Harun harus menjadi panduan agar ia lantas menjadi jalan setapak dan, akhirnya, jalan yang ramai. Suara dan petuahnya juga tak boleh dibiarkan berlalu begitu saja bagai lenguhan unta di padang pasir yang luas tak bertepi. Sebaliknya, Profesor Harun boleh saja menolak telepon genggam atau mobil Kijang fasilitas. Namun, ia harus menerima dengan ikhlas kekaguman kita pada pribadinya yang bersahaja dan kepada sikapnya yang—sudah semestinya—menjadi teladan bagi semua.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus