Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

RUU Migas: Jadi Penonton atau Tuan Rumah?

11 Juli 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ke DPR dikirim dua Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas (RUU Migas): versi Departemen Pertambangan dan Energi serta rancangan Pertamina. Ada niat untuk menata ulang, ada juga ambisi untuk bercokol selamanya. Yang terakhir ini memuakkan. Tiga bulan dibicarakan di DPR, pembahasan RUU Migas yang disusun Departemen Pertambangan belum tuntas juga. Di tengah proses pembahasannya, meluncurlah sebuah RUU Migas yang lain ke DPR—kali ini dari Pertamina. Bos-bos pertambangan pun geger. Tapi beberapa hari terakhir ini perhatian kita lebih tersita pada masalah kebocoran di Pertamina, yang dalam periode 1996-1998 mencapai US$ 6,1 miliar (temuan ini berdasarkan audit yang dilakukan Price Waterhouse). Kalau kebocorannya separah ini, bagaimana Pertamina masih merasa dirinya layak mengatur bisnis pertambangan? Dan jangan dilupakan aib Pertamina pada zaman Ibnu Sutowo, yang merugi sampai US$ 10 miliar, sehingga perekonomian terancam gulung tikar. Sekarang, dalam era yang sama sekali berbeda, cita-cita utama reformasi adalah menegakkan pemerintah yang baik dan bersih. Untuk itu, penegakan hukum bukanlah sesuatu yang bisa ditawar-tawar seperti pada zaman Ibnu. Dalam konteks inilah, RUU Migas merupakan materi yang sedemikian penting sehingga perlu ditangani sebagaimana mestinya. Bahwa ada dua RUU Migas, hal itu saja sudah menunjukkan dua pandangan berbeda, kalau tak mau dikatakan dua kepentingan berbeda. Dan itu tercermin pada peraturan yang dibuat. Dalam RUU Departemen Pertambangan disebutkan bahwa hak kuasa pertambangan ada pada pemerintah, sedangkan pada RUU versi Pertamina, pemegang hak kuasa pertambangan adalah badan usaha milik negara (BUMN). Ketentuan lain yang juga berbeda mencolok adalah tentang pelaksanaan kuasa pertambangan (KP). Menurut RUU dari Departemen Pertambangan, KP dilakukan oleh pemerintah bersama BUMN, badan usaha milik daerah, koperasi, atau swasta. Sedangkan pada RUU Pertamina, secara eksplisit tercantum bahwa pelaksana KP adalah Pertamina, yang dapat bekerja sama dengan pihak lain dalam kontrak bagi hasil. Jelas terkesan bahwa RUU versi Pertamina semata-mata dibuat untuk melestarikan hak BUMN ini dalam bisnis minyak dan gas. Rohnya benar-benar digayuti kepentingan yang bercokol bertahun-tahun (vested interest). Adapun RUU Migas dari Departemen Pertambangan mencoba mempreteli vested interest tersebut, di samping niat yang keras untuk meliberalisasi pertambangan dari hulu sampai hilir. Bertolak dari situ, RUU Pertambangan ini mengutamakan kontrak kerja sama sehingga dalam pelaksanaannya kelak pihak Indonesia tidak sekadar jadi penonton dan menerima pembagian keuntungan—seperti dilakukan Pertamina selama ini—tapi terlibat langsung dan harus banyak berperan. Apakah dari segi modal dan teknologi kita mampu, agaknya masalah itu dianggap soal kedua. Yang penting, di sektor migas, Indonesia harus jadi tuan rumah, bukan seperti selama ini: penonton yang tak disukai tapi digerogoti, dihormati tapi terus dibodoh-bodohi. RUU tersebut juga bukan tidak mempunyai sisi-sisi lemah, misalnya kurang jelas mengenai hak tambang dan kuasa pertambangan. Hal ini mengingatkan kita pada ayat 3 Pasal 33 UUD 1945, yang berbunyi, "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Sebuah ayat yang merdu tapi berpeluang untuk bikin rancu. Karena itu, akan lebih baik kalau ayat tersebut lebih dulu diberi penafsiran baku atau diamandemen, sehingga berbagai undang-undang yang lahir kemudian tidak perlu lagi dibongkar-pasang, tak terkecuali UU Migas. Tugas ini memang tidak mudah, tapi ia merupakan bagian dari reformasi yang sebaiknya didahulukan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus