Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Para Ciganjuriawan, Bersatulah?

Ada gagasan mengadakan pertemuan Ciganjur lagi. Inisiatif Gus Dur layak dihargai. Tetapi bola di tangan Megawati, sang pemenang pemilu.

11 Juli 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA Ciganjur I, harus adakah Ciganjur II? Beberapa hal perlu disebut lebih dulu. Ciganjur I diadakan tahun lalu, jauh sebelum ada pemilihan umum. Empat tokoh publik—Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Amien Rais, Megawati Soekarnoputri, Sri Sultan Hamengku Buwono—bertemu di rumah kediaman Gus Dur di Ciganjur. Pertemuan ini memberi isyarat kepada sidang umum MPR waktu itu agar menyadari bahwa suara rakyat bukan ada di Senayan. Dengan kata lain, mereka tampil sebagai kekuatan alternatif. Tapi sebenarnya pertemuan di Ciganjur itu lebih banyak simbolisnya. Pemrakarsanya adalah para mahasiswa. Keempat tokoh itu sendiri sebenarnya tak semuanya bergairah, termasuk Gus Dur, sang tuan rumah. Sebuah orkes politik "The Ciganjur Four" tak pernah terbentuk. Bahkan pernyataan yang mereka sepakati di sana-sini kurang berani, terutama dalam mendesak sesegera mungkin diakhirinya peran politik ABRI (waktu itu belum menjadi "TNI"). Pertemuan Ciganjur menerima agar peran itu dikurangi, tetapi dilakukan secara berangsur-angsur sampai enam tahun. Bahwa kemudian dalam Undang-Undang Pemilihan Umum ABRI dapat kursi gratis 38 kursi dengan mudah, itu antara lain karena para Ciganjuriawan tak cukup tegas menuntut kapan waktu enam tahun itu dimulai. Kini terbukti, setelah pemilu, sikap lembek Ciganjur itu membiarkan sebuah ketidakadilan: bukan tak mungkin, dilihat dari jumlah kursi, TNI sebenarnya termasuk lima atau enam partai besar, tanpa dipilih rakyat. Tapi, bagaimanapun, pertemuan Ciganjur itu sudah merintis jalan terbentuknya front reformasi. Kini, setelah pemilu, front semacam itu ternyata lebih dibutuhkan. Ada gejala yang pernah dikemukakan ahli ilmu politik Mochtar Pabotingi sebagai "amnesia reformasi". Ada tanda-tanda, kekuatan politik yang ada sudah lupa bahwa jatuhnya Soeharto hanyalah prasyarat untuk menyusun sebuah sistem yang demokratis, yang lebih mudah mengoreksi penyelewengan. Dengan kata lain, Ciganjur II bisa berperan dalam perubahan yang bersejarah. Inisiatif Gus Dur, betapapun, layak dihargai. Apalagi kini, setelah pemilu, posisi Megawati, Gus Dur, dan Amien Rais mendapat pengukuhan dari rakyat, walaupun dengan derajat dukungan yang berbeda-beda. Tapi benarkah Ciganjur II untuk agenda reformasi? Kini tak cukup kuat gerak yang mendesak para tokoh itu. Mereka sendiri belum pernah berunding apa saja dari agenda reformasi yang mereka setujui bersama, dan bagaimana prioritasnya. Jangan-jangan ketika sejarah mengetuk pintu dan memanggil, para Ciganjuriawan itu gagal menyahutnya—dan tatanan Orde Baru hampir tak berubah, sampai entah kapan. Untuk itu, diperlukan harapan. Rakyat, yang telah ikut pemilu dengan mengagumkan, tak ingin bersua dengan pepesan kosong. Siapa yang mereka pilih untuk memimpin Republik sampai pemilihan yang akan datang sudah jelas, yakni Megawati. Calon presiden itu memang tak mau bicara sebelum secara resmi diumumkan sebagai pemenang. Ini sebuah kesopanan dalam politik yang layak dihargai. Tetapi setidaknya ia bisa mengarahkan agar partainya, PDI Perjuangan, menunjukkan kepemimpinan menghadapi soal-soal nasional yang pelik di depan. Ciganjur II bisa dimanfaatkan untuk itu. Kecuali kalau PDI Perjuangan lebih menyukai sekutu yang lain. Bola di tangannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus