Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Emerson Yuntho
Wakil Direktur Visi Integritas
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pupus sudah keinginan Kepala Imigrasi Kelas I Mataram, Kurniadie, untuk mudik dan berkumpul bersama keluarga merayakan Idul Fitri karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkapnya setelah menerima suap. Kurniadie bersama tiga orang lainnya ditangkap pada 27 Mei lalu di Nusa Tenggara Barat. KPK juga menyita uang suap sebesar Rp 1,2 miliar, yang berasal dari Direktur PT Wisata Bahagia, Liliana. Suap ini berkaitan dengan penyalahgunaan izin tinggal dua warga negara asing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penangkapan terhadap Kurniadie sungguh ironis. Sebab, dua bulan sebelumnya, atau tepatnya pada 25 Maret 2019, Imigrasi Mataram baru saja mendeklarasikan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Korupsi. Spanduk dan banner bergambar Kurniadie dengan pesan "Katakan Tidak pada Korupsi" juga masih terpasang di kantor Imigrasi Mataram ketika KPK melakukan operasi tangkap tangan.
Kurniadie bukanlah pejabat imigrasi pertama yang ditangkap KPK. Pada 2018, KPK menetapkan atase imigrasi pada Kedutaan Besar di Kuala Lumpur, Malaysia, Dwi Widodo, sebagai tersangka korupsi terkait dengan proses penerbitan paspor RI dengan metode reach out pada 2016 dan proses penerbitan calling visa pada 2013-2016. Selain dipecat dari jabatan, Dwi Widodo, yang didakwa menerima suap sebesar Rp 1 miliar, akhirnya harus mendekam di penjara setelah divonis 3 tahun 6 bulan penjara oleh pengadilan.
Pada tahun yang sama, KPK juga memeriksa Andi Sofyar, petugas imigrasi di Bandar Udara Soekarno-Hatta. Andi mengaku menerima suap sebesar Rp 30 juta untuk membantu Eddy Sindoro, mantan petinggi Lippo Group, melarikan diri ke luar negeri. Selain KPK, selama 2017-2018, Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) di bawah kepolisian telah mengungkap dan menangkap petugas imigrasi di sejumlah kota di Indonesia karena melakukan pungutan liar.
Praktik korupsi yang terjadi di lingkungan imigrasi umumnya berkaitan dengan pengurusan dokumen imigrasi, seperti paspor dan visa, izin tinggal untuk warga negara asing, dan penindakan keimigrasian. Adapun bentuk korupsi yang terungkap adalah penyuapan dan pemerasan. Nilai suapnya dari ratusan ribu hingga miliaran rupiah. Aktor korupsi di lingkungan imigrasi antara lain petugas atau pejabat imigrasi, calo, dan pihak dari biro jasa.
Praktik suap yang terjadi di kantor Imigrasi Mataram dan masih munculnya pungutan liar di beberapa kantor imigrasi lainnya telah mencoreng citra Direktorat Jenderal Imigrasi serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Padahal, sejak dua tahun lalu, kedua lembaga ini cukup gencar mengkampanyekan perang melawan pungutan liar dan membangun wilayah antikorupsi, yang meliputi Zona Integritas, Wilayah Bebas Korupsi, dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani, di sejumlah kantor imigrasi di seluruh Indonesia. Sejumlah sistem pencegahan korupsi melalui pelayanan berbasis online juga mulai dikembangkan di lingkungan imigrasi untuk meminimalkan terjadinya percaloan dan korupsi.
Musibah yang baru saja terjadi di Mataram harus menjadi momentum bagi jajaran Direktorat untuk melakukan evaluasi dan penataan kembali program antikorupsi yang sedang dibangun. Sejumlah langkah penting perlu diambil untuk mencegah praktik korupsi di lingkungan imigrasi terulang kembali pada masa mendatang
Pertama, pejabat imigrasi yang terbukti melakukan korupsi harus dicopot dari jabatannya dan dihukum penjara secara maksimal. Hukuman yang berat terhadap pelaku diharapkan dapat membuat pegawai atau pejabat imigrasi yang lain berpikir ulang untuk melakukan korupsi serupa.
Kedua, memperkuat fungsi pengawasan terhadap sejumlah kantor imigrasi, termasuk yang telah menyandang status Zona Integritas atau Wilayah Bebas Korupsi. Jika masih ada indikasi korupsi atau pungutan liar, status integritas atau wilayah bebas korupsi yang telah disandang sebuah kantor imigrasi dapat saja dicabut.
Ketiga, Direktur Jenderal Imigrasi, Ronny F. Sompie, harus memberikan instruksi kepada semua kepala kantor imigrasi di Indonesia untuk memastikan tidak ada lagi praktik korupsi ataupun pungutan liar di lingkungan kerjanya. Harus ada sanksi yang keras hingga pencopotan terhadap kepala kantor imigrasi yang mengabaikan instruksi tersebut dan tidak memiliki komitmen antikorupsi.