ASEAN, sejak berdirinya 8 gustus 1967, telah menghasilkan banyak
persetujuan. Juga beberapa langkah konkrit ke arah pendekatan
bangsa dan negara anggotanya. Sesuai dengan namanya, ASEAN dari
semula memang belum dimaksudkan sebagai instrumen ekonomi dan
politik Asia Tenggara. Misi utamanya hanyalah sebagai satu badan
kerjasama yang tidak jels batas dan konsekwensinya maupun
sanksinya.
Setelah 9 tahun, ternyata fondasi yang dituangkan dalam
Deklarasi ASEAN kini dianggap kurang kokoh untuk menampung rumah
baru atau tambahan tingkatnya yang lebih besar dan luas.
Ternyata selama 9 tahun ASEAN, banyak yang berobah. Terutama
setelah Vietnam, politik baru Asia Tenggara terbadap RRT,
masalah minyak bumi dan kesadaran regional yang semakin
berkembang. Untuk menunjang ini perlu KTT Bali 23 - 25 Pebruari
nanti. Dan masalah yang hangat nampaknya ialah: sejauh mana
gerak ke depan akan diambil. Misalnya dengan integrasi ekonomi.
Integrasi Ekonomi
Tapi apakah integrasi ekonomi mmgkin dicapai tanpa adanya
integrasi politik? Sejauh yang berlaku dalam praktek dan
pengalaman maka ekonomi tidak dapat dipisahkan dari politik.
Keduanya adalah merupakan dua sisi dari mata uang logam yang
sama Nah, kalau ASEAN mau ditingkatkan jadi suatu integrasi
ekonomi, halitu harus juga dilandasi oleh integrasi politik
sebagai pengiring dari tindakan dan kebijaksanaan ekonomi yang
hendak diselenggarakan bersama. Untuk langkah ini maka Deklarasi
dan isi serta aparat ASEAN tidak memadai. Perlu perumusan baru.
Untuk terbentuknya integrasi ekonomi Asia Tenggara maka
Deklarasi ASEAN, baru berupa kata pengantar.
Pembentukan PBE ternyata memerlukan panitia khusus.
Perjanjiannya sendiri (Perjanjian Roma 1958) mempunyai 48 pasal,
berikut 2 tambahan dan beberapa protokol dan konvensi. Perumusan
ini tidak mudah. Apalagi pelaksanaannya. Sejauh ini keadan riil
di ASEAN belum begitu mencerminkan kemungkinan integrasi
ekonomi. Karena sistim dan tingkat perekonomian negara-negara
ASEAN pada umumnya masih saling bersaingan dan bukan saling
menunjang. Juga belum ada kondisi atau pra-kondisi saling
keergantungan sebagai akar utama lahirnya integrasi. Tetapi
alasan ini tidak menjadi penghalang ke arah perintisan integrasi
Eropa Barat pada awal tahun 50-an memulai integrasi hanya pada 2
sektor industri penting, yakni baja dan batu bara (Montan Union
1962). Kemudian PBE dan EURATOM 1958.
Mungkin di segi hasil-hasil pertanian dan tambang dapat dicapai
kesatuan kebijaksanaan, terutama yang menyangkut suplai dan
marketing. Indonesia-Malaysia menghasilkan 70% dari seluruh
karet alam dunia, dan 40% dari seluruh minyak kelapa sawit
Malaysia-Indonesia-Thailand menghasilkan 70% keperluan timah
dunia, serta Indonesia-Malaysia-Thailand-Pilipina menghasilkan
80% kopra dunia. Pada sektor-sektor ini dapat dicapai dan
dimulai integrasi ke arah keberuntungan bersama, baik dilihat
dari segi standardisasi mutu, harga dan kuota. Kemudian, apabila
sektor ini berhasil, integrasi dapat ditingkatkan pada sektor
lainnya: mulai dari penghapusan bea masuk, kesatuan tarif,
penghapusan rintangan lalu lintas dagang, mobil, produk dan
tenaga manusia politik bersama di bidang moneter, sosial,
pertanian, industri, lalu- lintas dan lain-lain. Memang harus
diakui jalan ke arah integrasi ekonomi sangat berliku-liku dan
sulit. Namun bukan tidak mungkin.
Free Trade Area
Daerah perdagangan bebas memang kedengarannya menarik. Tetapi
mengingat bahwa daerah ASEAN mayoritas negara agraria (kecuali
Singapura) dan sasaran ekspornya hampir 100% diluar kawasan ini,
maka ide daerah perdagangan bebas kurang realistis. Lagi pula di
dunia sekarang ini ide ini dianggap tidak begitu menarik lagi,
setelah kegagalan EFTA. Kesulitan ASEAN sampai sekarang,
bukanlah terutama karena rintangan lalu lintas perdagangan antar
ASEAN (kecuali Singapura),tetapi antara ASEAN dengan dunia luar.
Dunia luar dapat mendikte harga produk ASEAN.
ASEAN yang baru, mungkin merupakan jawaban akan hari depan
negara-negara Asia Tenggara. Indonesia secara teoritis dapat
berbuat banyak ke arah realisasinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini