Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahasa

Satu Huruf yang Menentukan

Pemakaian kata yang keliru dapat menyelewengkan arti sebenarnya. Kata-kata itu tak mengandung unsur homofon, homonim, dan homograf, hanya mirip dalam hal penulisan ataupun saat didengar. Makna sebuah kata bisa berubah karena peran satu huruf, baik mengalami penambahan, pengurangan, maupun penggantian.

24 April 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Bahasa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Iyan Bastian*

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAHASA Indonesia menampung istilah linguistik homofon, homonim, dan homograf. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), homofon berarti kata yang pelafalannya sama dengan kata lain tapi berbeda ejaan dan maknanya. Contohnya masa untuk menunjukkan waktu dan massa buat sekelompok orang yang berada di suatu tempat yang sama, juga sangsi untuk ragu-ragu dan sanksi untuk hukuman.

Adapun homograf adalah kata yang sama ejaannya dengan kata lain tapi berbeda lafal dan maknanya, seperti teras “inti kayu” dan teras /téras/ “bagian rumah”, apel “buah” dan apel “kegiatan upacara”, serta per “pegas” dan per “tiap-tiap”.

Lalu homonim ialah gabungan dari homofon dan homograf, yakni kata yang pengucapan dan penulisannya sama dengan kata lain tapi memiliki makna berbeda. Misalnya bisa untuk mampu atau dapat dan bisa untuk racun binatang, genting buat tegang atau berbahaya dan genting sebagai atap rumah.

Dalam bahasa Indonesia, ada beberapa kata yang penggunaannya tidak tepat, khususnya di media. Pemakaian kata yang keliru dapat menyelewengkan arti sebenarnya. Kata-kata itu tak mengandung unsur homofon, homonim, dan homograf, hanya mirip dalam hal penulisan ataupun saat didengar. Makna sebuah kata bisa berubah karena peran satu huruf, baik mengalami penambahan, pengurangan, maupun penggantian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Contohnya selang dan slang, jahil dan jail, serta tolak dan tolok (untuk padanan kata pembanding). Penggunaannya sering kali “tertukar”. Kesalahkaprahan bisa saja muncul dari kasus pemakaian kata-kata tersebut yang tidak tepat. Misalnya judul berita salah satu media ini: “Nekat, Ibu Hamil Seberangi Jembatan Bambu dengan Tangan Terpasang Selang Infus”. Pemakaian kata selang di judul tersebut keliru. Menurut KBBI, selang adalah antara atau sela (waktu, peristiwa, ruang, dan sebagainya). Kata yang tepat untuk peralatan medis yang digunakan ibu hamil itu adalah slang, yang artinya pembuluh karet (pada pompa dan sebagainya).

Selanjutnya pemakaian kata jahil yang tidak tepat bisa kita lihat dari judul berita ini: “April Mop, 5 Ide Jahil Ini Bisa Jadi Hiburan di Rumah Kala Pandemi”. Jahil, menurut KBBI, adalah bodoh; tidak tahu (terutama tentang ajaran agama). Apakah lima ide “bodoh” dalam berita tersebut bisa menjadi hiburan di rumah kala pandemi? Penulis hendaknya mengganti kata jahil dengan jail, yang di KBBI berarti suka mengganggu (menggoda dan sebagainya) orang lain; nakal.

Adapun penggunaan tolak dan tolok yang keliru tercantum dalam judul berita ini: “Opini Publik Tidak Bisa Jadi Tolak Ukur Tunggal Kinerja Menteri”. Frasa tolak ukur pada judul berita itu tidak tepat. Saat menulis padanan untuk kata pembanding, kebanyakan orang menggunakan tolak ukur. Padahal, jika merujuk pada KBBI, tolak memiliki arti “sorong” atau “dorong”. Karena telanjur akrab dengan kata tolak, saat membaca atau mendengar tolok, orang-orang mengartikannya tolak. Hal ini membuat penggunaan tolak ukur menjadi lumrah, padahal salah. Kata yang tepat sebagai padanan pembanding adalah tolok, yang di KBBI berarti banding; imbangan (yang sama).

Namun ada juga kata yang mengandung unsur homofon yang penggunaannya acap keliru atau tertukar. Misalnya konfeksi dan konveksi. Perhatikan judul berita ini: “Rumah Produksi Konveksi di Gempol Sari Bandung Terbakar, Kerugian Ditaksir Capai Rp 200 Juta”. Konveksi, menurut KBBI, adalah gerak udara, air, atau cairan lain dengan arah vertikal. Berita media itu memuat peristiwa kebakaran yang dialami perusahaan pembuat pakaian. Semestinya konveksi diganti dengan konfeksi, yang artinya pakaian dan sebagainya yang dibuat secara massal yang dijual dalam keadaan jadi.

Pemakaian kata yang keliru bisa “melestarikan” kesalahkaprahan berbahasa. Bisa jadi kata yang digunakan dapat dimengerti tapi sebenarnya menyalahi aturan kebahasaan, bahkan mempunyai arti berbeda. Dalam contoh kata yang saya kemukakan di atas, satu huruf pun bisa menentukan tepat-tidaknya apa yang hendak disampaikan.

*) REDAKTUR BAHASA TEMPO

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus