Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah ingin melestarikan Candi Borobudur dengan kenaikan tarif masuk dan pembatasan jumlah pengunjung.
Pelestarian Candi Borobudur perlu dilakukan secara modern berbasis teknologi.
Teknologi 3D dan reka ulang bisa digunakan untuk juga membuat pengenalan situs lebih mengasyikkan.
Jusuf Irianto
Guru Besar Departemen Administrasi Publik FISIP Universitas Airlangga
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah berupaya melestarikan Candi Borobudur dengan segala cara. Setelah rencana kenaikan tarif tiket masuk dibatalkan, pemerintah bakal menerapkan kuota pembatasan jumlah pengunjung. Tujuan pembatasan itu untuk melindungi situs dari ancaman kerusakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) menyarankan agar sebaiknya pemerintah memperbaiki manajemen situs, alih-alih membatasi jumlah pengunjung. Masyarakat harus memperoleh kemudahan dan keleluasaan dalam mengakses peninggalan kuno sebagai ajang pembelajaran.
Pemerintah tampak kurang siap mengelola situs bersejarah. Tak hanya Borobudur, pemerintah juga belum memiliki konsep yang jelas dalam mengelola berbagai peninggalan sejarah. Padahal saat ini terdapat berbagai teknologi untuk memodernkan manajemen situs bersejarah yang memanfaatkan teknologi digital. Pemerintah dapat belajar dari negeri lain dalam penerapannya. Selain meredam ancaman kerusakan, teknologi digital dapat menyajikan tampilan obyek yang lebih memukau, seperti dilakukan Ukraina.
Di tengah kecamuk perang dengan Rusia, Ukraina berupaya menyelamatkan berbagai situs bersejarahnya. Upaya penyelamatan dilakukan dengan menggunakan teknologi tiga dimensi (3D). Gambar 3D dihasilkan melalui pemindaian dan perekaman digital yang melibatkan masyarakat. Berbagai monumen, landmark, situs budaya, dan obyek bersejarah lainnya dipindai warga sipil menggunakan aplikasi Polycam yang dapat diunduh ke telepon seluler.
Para pemangku kepentingan lain berkolaborasi dalam program Backup Ukraine, yang diprakarsai oleh Virtue Worldwide serta melibatkan UNESCO dan Blue Shield, kelompok peduli perlindungan situs budaya global Denmark.
Teknologi 3D
Cara Ukraina itu juga pernah dilakukan Indonesia. Pada 2021, Pusat Penelitian Kewilayahan LIPI (sekarang BRIN) menjalin kerja sama dengan Art Research Center Ritsumeikan University, Jepang, dan Balai Konservasi Borobudur. Kerja sama itu berupa perekaman digital dan visualisasi 3D Borobudur secara arkeologis dan historis. Lingkup kegiatan juga meliputi riset pemanfaatan teknologi digital guna pendalaman konsep arkeologi dan antropologi.
Terobosan ilmiah tersebut bertujuan untuk mengembangkan pendekatan baru dalam menarasikan hubungan manajemen situs budaya dengan masyarakat sebagai pengguna. Tujuan lain untuk kepentingan ilmiah dalam konteks pengembangan metode riset berbasis digital.
Gagasan mengembangkan riset digital bertema warisan budaya mulai menggunakan kecerdasan buatan, big data, machine learning, dan lainnya. Pemerintah harus bersikap proaktif dengan bersedia menerima kehadiran teknologi dan kemudian menerapkannya sebagai instrumen yang efektif dalam mengelola Borobudur agar lebih modern serta sesuai dengan perubahan zaman.
Pemerintah perlu memanfaatkan hasil pemindaian yang dilakukan melalui metode fotogrametri jarak-dekat. Hasilnya mencakup keseluruhan selasar Candi Borobudur secara utuh. Hasil tersebut patut diapresiasi karena mampu mengkonversi foto cetak salah satu relief, yaitu Karmawibhangga. Selama ini, relief tersebut tertutup kaki candi sehingga tak dapat dilihat pengunjung. Dengan gambar 3D, kini masyarakat bisa melihatnya secara langsung.
Reka Ulang
Selain penggunaan teknologi digital, modernisasi manajemen situs dan peristiwa bersejarah dapat lebih efektif melalui kombinasi metode reka ulang (reenactment). Reka ulang lazim digunakan dalam mempelajari sejarah yang membosankan agar menjadi lebih atraktif.
Tak sekadar mengembangkan imajinasi kreatif, reka ulang juga disusun melalui riset berbasis kajian dokumen dan literatur, wawancara mendalam, dan observasi. Kajian berfokus pada rincian isi dan konteks peristiwa sejarah, keterlibatan para tokoh, waktu, lokasi kejadian, dan seterusnya. Kajian sejarah tersebut kemudian divalidasi menggunakan metode triangulasi dan kemudian divisualisasi dalam rupa reka ulang yang dapat dipertanggungjawabkan dan dijamin kebenarannya.
Merujuk pada berbagai pengalaman dalam penggunaan metode reka ulang, visualisasi digital diyakini dapat menarik minat belajar masyarakat, kian mencintai sejarah, dan ikut terlibat aktif dalam pelestarian budaya. Pendidikan sejarah bagi generasi muda pun akan lebih menghibur dan impresif.
Modernisasi manajemen situs bersejarah akan menyentuh pendidikan wawasan kebangsaan yang didukung hasil riset dan metode mutakhir. Seperti pengalaman Ukraina, langkah ini juga akan menjaga warisan budaya dari kepunahan. Namun perlu komitmen pemerintah sebagai pemegang otoritas untuk memodernkan manajemen situs seperti Candi Borobudur.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo