Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Program tol laut yang diluncurkan pemerintah Joko Widodo tiga tahun lalu telah menjangkau banyak daerah tertinggal, terutama di Indonesia bagian timur, dalam 15 trayek pelayaran. Tapi pemanfaatannya belum maksimal. Akibat minimnya muatan dalam pelayaran kembali ke pelabuhan asal, kebanyakan kapal hanya mengangkut sekitar 40 persen dari kapasitasnya. Kondisi ini perlu diperbaiki.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Digagas oleh Jokowi sejak masa kampanye presiden, program tol laut ditujukan untuk menciptakan jembatan antarpulau dan menumbuhkan produktivitas masyarakat yang jauh dari pusat-pusat perekonomian. Tol laut diharapkan meningkatkan transportasi orang serta barang masuk dan keluar daerah jauh di Tanah Air.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun yang terjadi saat ini belum sesuai dengan harapan. Menurut data Kementerian Perhubungan, muatan balik dari pelabuhan-pelabuhan daerah masih sangat kecil. Dari pelabuhan asal, seperti Tanjung Priok, Jakarta, dan Tanjung Perak, Surabaya, muatan kapal rata-rata 90 persen dari kapasitas. Muatan balik cuma sekitar 10 persen. Artinya, tol laut mempermudah akses daerah terhadap komoditas penting, seperti beras, gula, dan semen, tapi belum berhasil merangsang pertumbuhan industri lokal.
Rendahnya kargo pulang angkutan tol laut menunjukkan ada jurang produksi yang lebar antara pusat-pusat perekonomian dan kawasan luar. Problem ini juga perlu dipikirkan jalan keluarnya. Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, dan pemerintah daerah mesti mulai merancang serta menjalankan program-program yang tepat untuk merangsang pertumbuhan industri daerah-daerah tersebut.
Selain itu, rencana pemerintah menambah trayek dan meningkatkan subsidi tol laut dari Rp 447 miliar tahun ini perlu dipertimbangkan kembali. Daripada terburu-buru menambah trayek dan subsidi, lebih baik anggaran yang ada dipakai untuk merangsang produksi produk-produk unggulan di kawasan timur. Dukungan bisa diberikan mulai berupa perbaikan proses produksi, manajemen, pengemasan produk, hingga pemasaran.
Kalaupun kebutuhan untuk trayek baru tak terhindarkan, pemerintah harus mempertimbangkan potensi wilayah dalam menetapkan kapasitas angkut kapal agar efektif. Prioritaskan kapasitas angkut yang besar untuk wilayah dengan potensi industri lokal terbesar.
Masyarakat dan pebisnis setempat juga mesti didorong untuk memanfaatkan sebaik mungkin peluang yang muncul dari ketersediaan angkutan laut tersebut. Seperti yang terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT), ketersediaan tol laut membuka pasar baru untuk sapi potong mereka. Data Kementerian Perhubungan menunjukkan kargo pulang dari NTT termasuk yang tumbuh paling pesat, kini mencapai 30 persen.
Sukses tol laut dan peningkatan perekonomian daerah pada akhirnya juga akan menguntungkan konsumen di pusat-pusat perekonomian. Dalam hal sapi NTT, sebagai contoh, yang untung bukan cuma peternak sapi, tapi juga konsumen di Jakarta, Surabaya, Semarang, dan Cirebon karena dapat membeli daging sapi dengan harga lebih murah.