Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan setiap wilayah di Jakarta memiliki awal musim hujan di Jakarta yang bervariasi. Artinya, tidak semua area memasuki musim hujan persis pada awal November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Tim Kerja Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG, Ida Pramuwardani, mengatakan Jakarta Selatan diprediksi memasuki musim hujan pada awal hingga pertengahan bulan ini. “Sementara bagian utara Jakarta akan memasuki musim hujan pada pertengahan hingga akhir November mendatang,” katanya lewat keterangan tertulis, Sabtu, 2 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Awal musim hujan, kata dia, ditetapkan berdasarkan jumlah curah hujan dalam satu dasarian atau 10 hari. Jumlahnya curah akan sama atau lebih dari 50 milimeter pada beberapa dasarian berikutnya, biasanya diukur berdasarkan hitungan dua dasarian berturut-turut.
Merujuk data prediksi hujan BMKG, dasarian I dan II November 2024 memiliki curah hujan yang lebih tinggi dibanding jumlah curah hujan pada dasarian III Oktober lalu. Curah hujan di area selatan Jakarta pada dua dasarian pertama bulan ini, Ida meneruskan, berada pada kategori menengah hingga tinggi. “Sedangkan di wilayah utara Jakarta pada kategori rendah hingga menengah,” tuturnya.
Penyebab Hujan Awal November
Peneliti di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin, sempat menerangkan penyebab hujan intensitas sedang-lebat yang terjadi secara luas di area Jabodetabek pada Sabtu. 2 November 2024. Hujan dengan skala luas ini jarang terjadi selama sebulan terakhir, karena cuaca panas dan kering mendominasi Oktober.
Menurut Erma, hujan di Jakarta pada Sabtu kemarin memiliki intensitas 80 milimeter per jam. Hujan yang disertai petir dan angin kencang tersebut diturunkan dari sistem awan skala luas yang terbentuk di selatan Indonesia, dari Sumatera hingga Nusa Tenggara. "Terutama (sistem awan) di wilayah pesisir yang berhadapan dengan Laut Jawa," katanya.
Profesor bidang klimatologi ini menambahkan, sistem awan skala luas seperti itu dapat bertahan hingga sepekan mendatang. Erma menunjuk tiga faktor utama di baliknya, yakni, yang pertama, pemanasan suhu permukaan laut di Laut Jawa dekat pesisir utara dan Samudera Hindia.
Pemanasan permukaan Laut Jawa disebutnya 1,5 derajat Celsius di atas normal. Sedangkan pemanasan di Samudera Hindia antara 1,7-2,0 derajat. "Pemanasan ini menyebabkan penguapan dapat terjadi secara maksimal dan masih pada skala yang luas yang berperan penting dalam membentuk sistem awan menjadi meluas," kata dia.