Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ikut mengembangkan industri hilirisasi kayu putih di Kampung Rimba Jaya, Kabupaten Biak Numfor, Papua. Kepala Unit Pelaksanaan Teknis Dinas (UPTD), Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Biak Numfor, Meilanny Margaretha Lea, mengklaim industri tersebut memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat, terutama biaya sekolah dan sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Luasan lahan kayu putih yang awalnya mulai dari 5 hektare (Ha) sekarang sudah memasuki 49 Ha," kata, dikutip dari keterangan tertulis, Selasa, 16 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Meilanny, produksi minyak kayu putih itu dikelola bersama Kelompok Tani Hutan Kofarwis sejak Oktober 2015. Masyarakat baru merasakan dampaknya pada masa panen perdana pada 2017. Sebelum menggarap hilirisasi minyak kayu putih, masyarakat Kampung Rimba Jaya cenderung hidup dari penebangan liar yang bisa merusak hutan.
Kelompok Tani Hutan Kofarwis kemudian mendapatkan pelatihan ihwal pembenihan dan penyemaian bibit kayu putih. "Program ini dapat mengubah pola pikir dan tingkah laku masyarakat Rimba Jaya yang mana awalnya lebih banyak melakukan penebangan liar," tutur dia.
Menurut Meilanny, Distrik Biak Timur, lokasi Kampung Rimba Jaya, merupakan wilayah cadangan air yang mampu memenuhi kebutuhan satu kabupaten. Penanaman kayu putih dianggap bisa menjaga sumber air di lokasi tersebut.
“Masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya, baik biaya untuk anak sekolah dan lain-lain,” katanya. “Kayu putih juga memberikan manfaat sosial karena bisa menjadi ruang belajar bagi sekolah-sekolah.”
Penghiliran kayu putih itu bermula dari program riset BRIN yang dikembangkan oleh Peneliti Ahli Utama Pusat RIset Botani Terapan, Anto Rimbawanto. Tim BRIN meriset pemuliaan benih kayu putih, serta hilirisasi benih unggul dari tanaman tersebut. Percontohan proyek ini dimulai dari tingkat perorangan, hingga akhirnya ke level kelompok tani dan industri.
Dalam keterangan tertulis yang sama, Anto mengatakan program itu sempat diganjar penghargaan Anugerah Kalpataru Penyelamat Lingkungan 2022. Menurut dia, produktivitas kebun kayu putih di Indonesia masih cukup rendah, imbas buruknya mutu genetik dari benihnya.
"Jumlah produktivitas yang rendah ini menyebabkan Indonesia masih mengimpor minyak ekaliptus lebih dari 3.000 ton per tahun, untuk mencukupi kebutuhan industri minyak kayu putih,” kata Anto.