Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Walhi: Kondisi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Indonesia Berada di Jurang

Walhi juga melihat di tahun-tahun politik, penerbitan izin selalu meningkat.

31 Januari 2023 | 19.02 WIB

Walhi menggelar acara Peluncuran Tinjauan Lingkungan Hidup 2023 di Jakarta, Selasa, 31 Januari 2023. (Foro: Tempo/Erwin Z)
Perbesar
Walhi menggelar acara Peluncuran Tinjauan Lingkungan Hidup 2023 di Jakarta, Selasa, 31 Januari 2023. (Foro: Tempo/Erwin Z)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai kondisi sumber daya alam dan lingkungan Indonesia saat ini berada di jurang, sementara pelaku kejahatan lingkungan berada di puncak kejayaan mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

“Kinerja pemerintah sangat cepat, tapi jika ditarik pada tujuannya untuk mendistribusikan kesejahteraan bagi rakyat, pemerintah sedang bekerja di luar jalur dan tujuannya,” ujar Zenzi Suhadi, Direktur Eksekutif Nasional Walhi, saat acara Peluncuran Tinjauan Lingkungan Hidup 2023 di Jakarta, Selasa, 31 Januari 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Menurut Zenzi, sejak 2004 pemerintah sudah menjadi instrumen dari bisnis, dan pada tiga tahun terakhir kondisinya lebih parah. “Jika sekitar 2005 yang menjadi instrumen dari bisnis adalah kepala daerah yang dibiayai pebisnis menerbitkan izin-izin, tiga tahun terakhir ini bukan hanya person di pemerintahan yang bekerja untuk bisnis, tapi negara juga dibuat bekerja untuk bisnis, dengan melakukan perubahan regulasi,” ujarnya.

Selain itu, Walhi juga melihat di tahun-tahun politik, penerbitan izin selalu meningkat. “Saat ini bukan hanya penerbitan izin yang meningkat, tapi juga pengampunan massal terhadap kejahatan di sektor sumber daya alam,” ujarnya.   

M. Islah, Deputi Internal FN Walhi, menambahkan bahwa tahun depan kita akan menghadapi pemilu. “Pemilu seharusnya memberi harapan. Kalau para calonnya orang-orang yang akan mengambil kebijakan yang berpotensi merusak lingkungan, tidak hanya mengambil keuntungan, harapannya menjadi kelam,” ujarnya.

Untuk itu, dia meminta partai politik untuk memilih calon legislatif yang mempunyai kepedulian terhadap lingkungan. 

Sementara itu, Suraya A. Afiff, seorang antropolog, melihat setelah Orba berakhir, demokrasi dan desentralisasi tidak mampu menggeser hubungan predatoris yang sebelumnya telah mengakar.
“Desentralisasi justru menciptakan predatoris lokal yang justru menjamur, ini kemudian berjalin dengan predatoris dan oligarki yang ada di tingkat nasional,” ujarnya. 

Sebagai bagian dari elemen masyarakat sipil, di tahun politik 2023, Walhi mengajak berbagai pihak merumuskan tawaran resolusi untuk menjadi agenda bersama, yakni:

1.    Perbaikan sistem legislasi yang berpihak pada pemulihan hidup, penegakan HAM dan demokrasi. RUU Perubahan Iklim perlu menjadi perhatian serius negara dalam memastikan keselamatan rakyat dari dan bencana iklim. RUU Perubahan Iklim didorong untuk memastikan pelibatan penuh rakyat dengan menggunakan pendekatan keadilan antargenerasi, mulai dari proses penyusunan kebijakan, implementasi, monitoring dan evaluasi, serta mengedepankan keberlanjutan lingkungan hidup, diyakini dapat membawa Indonesia keluar dari krisis iklim.
2.    Penegakan hukum sektor lingkungan dan SDA. Kejahatan-kejahatan lingkungan dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh korporasi menyebabkan krisis dan konflik di masyarakat adalah wujud lemahnya penegakan hukum sektor lingkungan dan SDA.
3.    Ekonomi Nusantara sebagai jalan pemulihan lingkungan, pemulihan hak rakyat, dan memperkecil ketimpangan akses kesejahteraan. 
4.    Menciptakan Ekosistem Ekonomi Nusantara. Ekosistem Ekonomi Nusantara diharapkan menjadi kesatuan sistem yang diciptakan sebagai keterhubungan sistem yang mendukung rantai nilai Ekonomi Nusantara, yaitu produksi, distribusi, konsumsi, dan konservasi yang dilakukan oleh model corak produksi Wilayah Kelola Rakyat. 
5.    Akademi Ekologi secara filosofis dibangun meneruskan tradisi dan kekayaan pengetahuan lokal yang ada di Nusantara. Walhi tidak menempatkan Akademi Ekologi sebagai alat komersialisasi pengetahuan. Penemuan-penemuan yang nantinya dijadikan bahan pengetahuan yang disebarkan untuk pedoman bagi rakyat.

Baca:
Walhi: Bencana di Jawa karena Salah Urus Tata Ruang

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus