Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Eksekutif Daerah Sumatera Utara memaparkan Catatan Sepanjang Tahun (Catahu) 2024 terkait krisis ekologis yang terjadi di Sumatera Utara. Acara yang digelar di Coja Coffee, Medan, pada Selasa, 17 Desember 2024 ini menyoroti berbagai isu lingkungan, seperti kerusakan hutan, kebakaran hutan, hingga konflik tenurial yang kian memprihatinkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perwakilan Dewan Daerah WALHI Sumut Mimi Surbakti dalam sambutannya menekankan pentingnya memperkuat gerakan kolektif untuk menangani isu lingkungan yang semakin krisis. “Dalam momen ini kita dapat mengikat, mengeratkan, isu-isu lingkungan yang saat ini sedang krisis,” ujar Mimi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menyorot 8 Isu Besar Lingkungan Hidup Sumut Sepanjang 2024
Direktur Eksekutif Daerah WALHI Sumut Rianda Purba memaparkan delapan isu besar yang tercatat dalam Catahu 2024. Delapan isu tersebut meliputi kerusakan hutan, kebakaran hutan, tambang, pencemaran lingkungan, konflik tenurial, kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan, kebencanaan, serta pengelolaan Wilayah Kelola Rakyat (WKR).
“Paparan Catahu ini berdasarkan kerja-kerja kami di lapangan dan juga data sekunder yang kami himpun dari pemberitaan media,” ujar Rianda.
Rianda menjelaskan bahwa keseluruhan isu tersebut dikemas dalam catatan bertajuk RIBAK! atau Risalah Bumi Para Ketua. Nama tersebut dipilih untuk mengkritik peran para petinggi atau pihak-pihak berkuasa yang menurut WALHI memiliki kontribusi besar terhadap krisis lingkungan di Sumut.
“Ketua identik dengan para mafia di Sumut yang memiliki kuasa dominan dalam masyarakat. Kami ingin memberi tahu jika peran dan tanggung jawab mereka begitu besar dalam krisis ekologis di Sumut,” jelas Rianda.
Dalam pemaparan Catahu, Rianda menyoroti dampak nyata dari krisis ekologis yang kini dirasakan langsung oleh masyarakat. Salah satu contohnya adalah bencana banjir yang terjadi di Kota Medan pada tahun 2024. Banjir tersebut tidak hanya merugikan warga secara ekonomi, tetapi juga berdampak pada partisipasi politik dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada).
“Misalkan dalam konteks bencana alam, masyarakat sudah merasakannya. Pada Pilkada kemarin, partisipan pemilih minim, utamanya di Kota Medan akibat banjir,” kata dia.
Kegiatan ini turut memberikan perhatian khusus pada fenomena kriminalisasi yang kerap menimpa pejuang lingkungan hidup dan masih banyak terjadi di wilayah Sumatera Utara. Berdasarkan laporan Catatan Tahunan (Catahu) 2024 yang dirilis oleh WALHI Sumut, tercatat setidaknya 19 kasus kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan sepanjang tahun ini. Fenomena ini mencerminkan situasi yang memprihatinkan, di mana perjuangan untuk mempertahankan hak atas lingkungan yang sehat sering kali berhadapan dengan berbagai bentuk tekanan hukum.
Beberapa kasus menonjol yang disoroti dalam laporan tersebut antara lain kasus Sorbatua Siallagan di Simalungun, terkait dengan pembelaan wilayah adat. Adapun kasus serupa dalam mempertahankan kelestarian lingkungan dari ancaman eksploitasi melalui kasus Ilham Mahmudi di Langkat.
“Kami mencatat ada 19 kasus kriminalisasi di Sumut. Seperti Sorbatua Siallagan di Simalungun dan Ilham Mahmudi di Langkat. Ini menunjukkan bahwa perjuangan melindungi lingkungan hidup masih dihadapkan pada banyak tekanan,” kata Rianda.
Dalam rangka memperkuat upaya advokasi di bidang lingkungan hidup, Rianda menjelaskan bahwa pihaknya tengah merencanakan penyusunan sejumlah langkah strategis yang akan dijalankan pada tahun 2025. Salah satu fokus utama dari langkah-langkah tersebut adalah melakukan pendalaman serta kajian lebih mendalam terkait insiden kebocoran gas Hidrogen Sulfida (H2S) yang diduga berasal dari aktivitas eksplorasi panas bumi di wilayah Mandailing Natal.
Rianda menekankan pentingnya memahami dampak yang ditimbulkan dari kejadian ini, baik terhadap lingkungan maupun kesehatan masyarakat sekitar, sehingga upaya penanganan yang lebih komprehensif dapat dilakukan.
“Ada beberapa isu strategis yang akan kami kawal ke depan. Misalnya kasus kebocoran gas H2S di salah satu geotermal di Mandailing Natal. Saat ini, kami sedang melakukan riset dan investigasi lebih lanjut untuk langkah advokasi ke depannya,” ujarnya.