Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesian Corruption Watch (ICW) menyatakan terdapat 15 nama mantan narapidana kasus korupsi yang terdaftar dalam Daftar Calon Sementara (DCS) tingkat DPR RI hingga DPD RI untuk Pemilu 2024. Mulai dari mantan gubernur hingga mantan DPRD yang terlibat kasus korupsi masuk dalam daftar ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Setidaknya terdapat 15 nama mantan koruptor dalam Daftar Calon Sementara (DCS) bakal caleg, baik tingkat DPR RI maupun DPD RI, yang dipublikasikan pada 19 Agustus 2023 lalu," tulis ICW dari lamannya antikorupsi.org, pada Sabtu, 26 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut 15 nama mantan narapidana korupsi yang masuk dalam DCS Pemilu 2024:
1. Budi Antoni Aljufri - Partai NasDem Dapil Sumatera Selatan II Nomor Urut 9
Budi Antoni mantan Bupati Empat Lawang yang terlibat suap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Budi disebut memberikan uang sebesar Rp 10 miliar plus 500 ribu dolar Amerika lewat orang kepercayaan Akil, Mochtar Ependy.
Suap itu untuk mengurus sengketa pemilihan kepala daerah pada 2013. Kasus ini terbongkar dua tahun berselang. Budi divonis harus menjalani hukuman penjara 4 tahun pada Januari 2016.
2. Eep Hidayat - Partai NasDem Dapil Jawa Barat IX Nomor Urut 1
Eep merupakan mantan Bupati Subang yang terjerat kasus korupsi biaya pungut pajak bumi dan bangunan (PBB) Kabupaten Subang tahun 2005-2008 senilai Rp 2,5 miliar.
Awalnya, dia divonis bebas oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung pada 2011. Namun vonis itu dianulir oleh Mahkamah Agung yang memutuskan Eep Bersalah dah harus mendekam di penjara selama lima tahun penjara. Selain itu, Eep didenda 200 juta serta subsider 3 bulan penjara dan wajib mengembalikan uang negara senilai Rp 2,5 miliar. Eep pun telah bebas pada 2016 lalu.
3. Ismeth Abdullah - DPD RI Dapil Kepulauan Riau Nomor Urut 8
Ismeth Abdullah merupakan mantan Gubernur Kepulauan Riau yang terjerat kasus korupsi pengadaan mobil kebakaran di Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2004 dan 2005. Kasus ini disebut menyebabkan kerugian negara hingga Rp 5,4 miliar.
Ismeth divonis 2 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi DKI Jakarta pada Agustus 2010. Dia pun keluar penjara pada Juni 2011 setelah mendapatkan fasilitas Pembebasan Bersyarat (PB).
Selanjutnya, Abdullah Puteh hingga 2 eks Wali Kota Medan
4. Abdullah Puteh - Partai NasDem Dapil Aceh II DPR RI Nomor Urut 1
Abdullah Puteh merupakan mantan Gubernur Aceh periode 2000-2004. Dari nilai itu, Puteh disebut menerima Rp 3,6 miliar diantaranya. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi DKI Jakarta, menghukum Puteh dengan 10 tahun penjara pada April 2005. Akan tetapi Puteh mendapatkan status bebas bersyarat pada 2009 atau hanya menjalani masa penjara selama 4 tahun 11 bulan.
Selepas dari penjara, Puteh sempat kembali terlilit masalah penipuan terhadap seorang pengusaha bernama Herry Laksmono. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pun memvonis Puteh 1,5 tahun penjara pada September 2019. Akan tetapi Puteh lolos dari penjara setelah Mahkamah Agung menerima permohonan kasasinya pada April 2020. Dia pun telah ikut dalam Pemilu 2019 dan terpilih sebagai Anggota DPD RI dari Aceh.
5. Rahudman Harahap - Partai NasDem Dapil Sumatera Utara 1 Nomor Urut 4
Rahudman Harahap adalah Wali Kota Medan terpilih periode 2010-2015 yang terjerat kasus korupsi pengalihan aset PT Kereta Api Indonesia (KAI) seluas 7 hektar pada 2015. Kasus ini diusut oleh Kejaksaan Agung dan diperkirakan menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 185 miliar.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat melepaskan Rahudman dari tuntutan Jaksa pada 2 Agustus 2016.Pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung memvonis Rahudman 10 tahun penjara plus denda Rp 500 juta.
Akan tetapi, Mahkamah Agung mengeluarkan keputusan yang janggal pada tingkat Peninjauan Kembali (PK) pada 27 Mei 2021. Mereka menyatakan Rahudman terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya namun tindakan tersebut bukan dinilai sebagai tindak pidana.
Rahudman pun bebas pada 1 Juni 2021.
Sebelumnya, Rahudman juga sempat lolos dalam kasus korupsi dana tunjangan aparat Desa Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2005. Dia sempat menjabat sebagai Sekretaris Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan periode 2004-2006.
6. Abdillah - Partai NasDem Dapil Sumatera Utara 1 Nomor Urut 5
Sama seperti Rahudman Harahap, Abdillah merupakan mantan Wali Kota Medan. Dia menduduki posisi itu pada periode 2000-2005 dan 2005-2010.
Pada periode keduanya, Abdillah terjerat kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran dan penyelewenangan dana APBD Pemerintah Kota Medan tahun 2002-2006.
KPK menetapkan Abdillah sebagai tersangka pada Mei 2007 dan menahannya pada Januari 2008. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan menjatuhkan vonis 5 tahun penjara kepada Abdillah. Akan tetapi Mahkamah Agung memotong hukumannya menjadi 4 tahun saja pada 2009.
Dia pun keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat pada 1 Juni 2010 dengan status bebas bersyarat.
Selanjutnya, Susno Duadji, Nurdin Halid dan eks suami penyanyi dangdut Kristina
7. Susno Duadji - PKB DPR RI Dapil Sumatera Selatan Nomor Urut 2
Susno Duadji merupakan mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri yang dikenal karena menciptakan istilah "Cicak vs Buaya" yang menggambarkan perseteruan antara Komisi Pemberantasan Korupsi melawan Polri.
Susno terjerat kasus korupsi pengamanan Pilkada Jawa Barat 2009 dan korupsi penanganan kasus PT Salmah Arowana Lestari. Ia terbukti bersalah karena telah mememerintahkan pemotongan dana pengamanan pemilihan Gubernur Jawa Barat. Alhasil negara dinilai mengalami kerugian sebesar Rp 8,1 miliar.
Dia mendapatkan vonis penjara selama 3,5 tahun plus denda Rp 4,2 Milliar. Sempat mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cibinong, Bogor, Susno kemudian mengirup udara bebas pada 2015.
Tidak hanya itu, ia dicopot secara tidak hormat dari jabatan Pati Polri Komisaris Jenderal atau setara bintang tiga. .
8. Nurdin Halid - Partai Golkar Dapil Sulawesi Selatan II Nomor Urut 2
Nurdin Halid merupakan pengusaha sekaligus politikus yang pernah menjabat sebagai Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar pada periode 1999-2004.Dia pun terpilih sebagai Ketua Umum PSSI pada 2003 menggantikan Agum Gumelar.
Dia terjerat sejumlah kasus impor barang, mulai dari gula, minyak goreng hingga beras. Pada 2007, majelis hakim kasasi Mahkamah Agung memvonis Nurdin Halid hukuman dua tahun penjara lantaran dianggap melakukan korupsi distribusi minyak goreng Bulog senilai Rp 169 miliar lebih.
Putusan kasasi tersebut membatalkan vonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang sebelumnya membebaskan Nurdin. Dia pun akhirnya menghirup udara bebas pada 17 Agustus 2006.
9. Al Amin Nasutino - PDIP Dapil Jawa Tengah VII Nomor Urut 4
Al Amin Nasution sebelumnya sempat menjabat sebagai Anggota DPR RI Periode 2004-2008. Dia sempat membuat heboh setelah ditangkap KPK di sebuah kamar Hotel Ritz Carlton, Jakarta, bersama seorang perempuan pada April 2008. Padahal, saat itu, Al Amin berstatus sebagai suami dari penyanyi dangdut Kristina.
Dalam persidangan terbukti bahwa Al Amin sempat berbincang dengan Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan Azirwan soal perempuan berbaju putih yang menemaninya di kamar hotel. Gratifikasi seks itu disebut merupakan bagian dalam korupsi alih fungsi hutan lindung menjadi kantor Kabupaten Bintan.
Selain itu, Al Amin juga dijerat dengan dua perkara lainnya, yaitu proyek alih fungsi hutan lindung menjadi Pelabuhan Tanjung Api-Api dan pengadaan GPS di Departemen Kehutanan.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Al Amin 8 tahun penjara pada April 2009. Hukuman itu sempat ditambah menjadi 10 tahun pada tingkat banding. Mahkamah Agung kemudian kembali memotong hukuman Al Amin menjadi 8 tahun penjara pada 2009.
Selanjutnya, Rokhmin Dahuri hingga Doddy Rondonuwu
10. Rokhmin Dahuri - PDIP Dapil Jawa Barat VIII Nomor Urut 1
Rokhmin Dahuri merupakan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan pada era Presiden Megawati Soekarnoputri. Rokhmin terjerat kasus pungutan tidak sah selama periode kepemimpinannya, 2002-2004. Dana tersebut disebut sebagai dana nonbudgeter dengan total nilai Rp 31 miliar.
Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi menghukum politikus PDIP itu 7 tahun penjara pada Juli 2007. Akan tetapi hukuman itu didiskon Mahkamah Agung menjadi 4 tahun 6 bulan dit tingkat Peninjauan Kembali (PK) pada November 2009. Rokhmin pun langsung keluar dari LP Cipinang dengan status bebas bersyarat hanya beberapa hari setelah putusan PK tersebut.
11. Patrice Rio Capella - DPD RI Dapil Bengkulu Nomor Urut 10
Patrice Rio Capella merupakan politikus yang pernah menjabat sebagai Ketua DPW PAN Provinsi Bengkulu dan juga Ketua Umum Partai NasDem Periode 2011-2013. Dia juga pernah menduduki jabatan Sekretaris Jenderap Partai NasDemi periode 2013-2015.
Rio juga tercatat sebagai anggota DPR RI periode 2014-2019. Akan tetapi dia mengundurkan diri setelah terjerat kasus korupsi pada 2015.
KPK menyebut Rio menerima hadiah dari Gubernur nonaktif Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti, untuk mengamankan kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial yang diusut oleh Kejaksaan Agung.
Pengadilan Tindak Pidana Korpsi Jakarta memvonis Rio 1,5 tahun penjara pada Desember 2015. Dia terbukti bersalah menerima dana Rp 200 juta dalam kapasitasnya sebagai anggota DPR RI. Dia pun keluar dari LP Sukamiskin Bandung pada Desember 2016.
Pada Pemilu 2024, Rio tak lagi berseragam Partai. Dia kini memilih melaju di jalur DPD RI untuk Provinsi Bengkulu.
12. Dody Rondonuwu - DPD RI Dapil Kalimantan Timur nonor urut 7
Dody Rondnuwu adalah kader PDIP yang sempat menjadi Anggota DPRD Kota Bontang periode 2000-2004. Dia terjerat kasus korupsi dana Sekretariat DPRD Kota Bontang Tahun Anggaran 2001-2003.
Bersama 24 Anggota DPRD Kota Bontang lainnya, Dody dinilai telah menyalahgunakan kekuasaannya untuk membeli sejumlah barang pribadi hingga dana beasiswa dan asuransi.
Dia pun divonis harus menjalani hukuman penjara selama 1 tahun 2 bulan pada September 2016 .
Selanjutnya, Emir Moeis, Irman Yusman dan Cindelars Yulianto
13. Emir Moeis - DPD RI Dapil Kalimantan Timur Nomor Urut 8
Emir Moeis merupakan politikus PDIP yang pernah menjabat sebagai Anggota DPR RI Periode 1999-2004, 2004-2009 dan 2009-2014.
KPK menetapkan Emir Moeis sebagai tersangka pada Juli 2012. Dia disebut menerima suap dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap, Tarahan, Lampung tahun 2004.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pun memvonis Emir dengan hukuman 3 tahun penjara plus denda Rp 150 juta pada 14 April 2014. Emir disebut terbukti menerima hadiah atau janji sebesar 357.000 dollar dari Konsorsium konsorsium Alstom Power Incorporate Amerika Serikat dan Marubeni Incorporate Jepang yang memenangkan tender proyek tersebut.
14. Irman Gusman - DPD RI Dapil Sumatera Barat Nomor Urut 7
Irman Gusman merupakan politikus sekaligus pengusaha yang pernah menjabat sebagai Ketua DPD RI periode 2009-2014 dan 2014-2019. Akan tetapi dia tersangkut kasus korupsi pengurusan kuota impor gula pada 2016.
Irman ditangkap tangan oleh KPK pada 17 September 2016. Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Irman 4 tahun dan 6 bulan penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Selain itu, ia juga mendapatkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun setelah menjalani pidana pokoknya.
Irman dinilai terbukti menerima Rp 100 juta dari pemilik CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto dan Memi dalam pengurusan kuota impor gula.
Akan tetapi hukuman itu dikorting oleh Mahkamah Agung menjadi 3 tahun saja di tingkat Peninjauan Kembali pada 24 September 2019. Selain itu, MA juga mencabut hukuman tambahan bagi Irman sehingga dia bisa mencalonkan diri untuk menduduki jabatan publik pada Pemilu 2024.
15. Cindelars Yulianto - DPD RI Dapil D.I.Yogyakarta Nomor Urut 3
Cindelars Yulianto merupakan mantan Anggota DPRD Kota Yogyakarta dari Fraksi PDIP periode 1999-2004. Dia terseret kasus korupsi dana purna tugas Rp 3 miliar bersama 15 anggota DPRD Kota Yogyakarta lainnya.
Kasus korupsi DPT itu berlangsung menjelang anggota DPRD periode itu akan mengakhiri masa jabatannya. Satu orang anggota mendapat dana DPT senilai Rp 75 juta potong pajak penghasilan 15 persen pada 4 November 2003.
Dana itu diklaim sebagai bentuk penghargaan terhadap anggota Dewan yang akan purna tugas. Hanya saja, majelis hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta, Pengadilan Tinggi DI Yogyakarta, hingga Mahkamah Agung memutuskan itu sebagai korupsi.
Cindelaras bersama bekas Ketua DPRD Yogyakarta Bahtanisyar Basyir dan bekas Sekretaris Badan Anggaran Arif Eddy Subiyanto divonis empat tahun penjara. Sedangkan 12 anggota Dewan lainnya divonis 1 tahun penjara.
Meskipun telah mendapatkan vonis sejak 2009, Cindelars baru menjalani hukumannya itu pada 2012. Pasalnya, dia sempat kabur dan menjadi buronan sebelum akhirnya menyerahkan diri pada Februari 2012.
KPU telah menetapkan DCS untuk Pemilu 2024 sejak JUmat 18 Agustus 2023. Mereka meminta masyarakat memberikan masukan jika mendapati caleg yang bermasalah. Meskipun demikian, ICW menilai KPU tak transparan karena tak mengumumkan status para caleg yang merupakan mantan narapidana kasus korupsi.