Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA lelaki berlumur darah Senin dua pekan lalu. Yang satu mahasiswa tingkat akhir Fakultas Elektronik dan Kelistrikan Universitas Teknologi Nanyang, Singapura. Yang lain dosen pembimbing skripsi si mahasiswa. David Hartanto Widjaja, 21 tahun, mahasiswa itu, ditemukan tewas tertelungkup di halaman berumput di sisi gedung fakultas Blok S1. Terlihat bercak merah di bokong dan kakinya.
Sang dosen pembimbing, Chan Kap Luk, 45 tahun, dibawa petugas medis ke National University Hospital. Jari tangan kanan dan pinggang belakang profesor teknik informasi itu terluka. Tapi tak parah. Dua hari kemudian, Chan sudah meninggalkan rumah sakit.
Ruang kerja Chan yang didatangi Tempo Kamis pekan lalu terkunci dan lampunya mati. ”Dia masih cuti sakit. Belum tahu kapan masuk kembali,” kata Kam Chan Hin, Dekan Fakultas Elektronik dan Kelistrikan. Tak lupa, Kam berpesan: jangan beritakan kejadian ini karena hanya akan menambah spekulasi soal penyebab insiden berdarah itu. Dua pekan terakhir, peristiwa ini menjadi omongan di kampus. ”Kami tidak yakin David berani menusuk profesornya,” kata Ferry Nugroho, rekan satu angkatan David.
MESKI penyelidikan polisi Singapura masih berjalan, status David dan Chan seakan sudah final sejak awal: yang meninggal adalah pelaku penusukan dan yang hidup adalah korban. Kesimpulan ini disampaikan Su Guaning, Rektor Universitas Teknologi Nanyang, hanya enam jam setelah peristiwa heboh itu terjadi. Pernyataan itu disampaikannya dalam tiga paragraf surat elektronik berteks biru kepada seluruh sivitas akademika.
Menurut Su, peristiwa tersebut terjadi di ruang tertutup—hanya ada korban dan pelaku ketika itu—sekitar pukul 10.30 waktu setempat atau 09.30 WIB. ”Seorang mahasiswa tingkat akhir dari Fakultas Elektronik dan Kelistrikan menyerang seorang profesor pagi tadi,” tulis Su. Ia menambahkan, ”Mahasiswa itu kemudian terjatuh dari jembatan penghubung gedung Blok S1 ke gedung riset Techno Plaza, lalu meninggal.” Dalam surat elektronik itu, tidak satu kalimat pun menjelaskan motif penusukan.
Kepada media di Singapura, Su Guaning mengatakan peristiwa ini bermula saat Chan membahas materi skripsi David. Saat membalikkan badan menghadap komputer, kata Su mengutip Chan, ia merasakan sakit di punggung.
Seperti diberitakan media Singapura Straits Times, sempat terjadi pergulatan di antara keduanya. Dokumen-dokumen di atas meja terjatuh dan terkena percikan darah. David lalu lari keluar, setelah mengiris pergelangan tangannya sendiri.
David kabur lewat tangga darurat menuju lantai empat. Sebuah pisau dapur ditemukan di luar pintu koridor. Dari sini, ia menuju pinggir tembok pembatas koridor sisi gedung, memanjatnya, lalu naik ke atap kaca jembatan yang menghubungkan gedung Blok S1 dengan gedung riset Techno Plaza. Dari atas atap jembatan sepanjang sekitar 20 meter ini David lalu meloncat dan jatuh di atas halaman berumput. Hidup mahasiswa penggemar game online ini pun berakhir.
RADIO yang bertengger di atas filing cabinet itu bersuara nyaring. Di depannya, bertumpuk sejumlah naskah akademik. Ruang kerja Chan Chee Keong, pengajar di Fakultas Elektronik dan Kelistrikan, itu terpisah tiga ruangan dari kamar Chan Kap Luk.
Pada hari nahas itu, Chee Keong sempat mendengar suara gaduh. ”Saya mendengar suara orang minta tolong,” katanya kepada Tempo, Rabu pekan lalu. Di luar, ia melihat Kap Luk teronggok di lantai dengan darah berceceran.
Seorang profesor yang enggan disebutkan identitasnya mengatakan baru saja kembali dari gedung lain saat melihat Kap Luk terduduk di lantai di depan pintu ujung koridor menuju lift. Seorang petugas medis tampak sedang mengobati lukanya. Sumber itu mengaku tidak berbicara dengan Kap Luk, tapi menanyakan kepada orang yang berkerumun. ”Saya pikir dia terjatuh. Ternyata dia terkena tusukan.”
Seorang petugas kebersihan kepada Tempo mengaku melihat percikan darah di depan ruang Kap Luk. Namun noda itu tidak menyambung ke kanan dan kiri pintu koridor. Ceceran darah baru kembali terlihat di bagian luar pintu koridor hingga tangga darurat lantai empat dan terus bersambung hingga sekitar 15 meter. Dari sini, ceceran darah terus terlihat hingga atap jembatan penghubung. ”Di situ dia jatuh,” kata petugas pembersih itu. Keterangan ini memperkuat penjelasan Chee Keong, yang menegaskan tidak ada percikan darah di sepanjang koridor ruang dosen.
Fakta ini menyangkal keterangan yang menyebutkan David menyayat urat nadi saat masih berada di dalam ruang Kap Luk. Ceceran darah juga tak terputus jika bokong David terluka sejak di dalam ruangan si dosen.
Liu Yan, 24 tahun—teman satu angkatan David—mengatakan sedang berada di lantai empat gedung riset Techno Plaza saat melihat David duduk di atas atap jembatan penghubung. Menurut Liu Yan, kawannya duduk di tepi atap, bukan berdiri seperti akan meloncat. ”Kakinya menggelayut, kok,” kata Liu.
Terkejut, Liu Yan menghubungi petugas keamanan kampus. Namun, saat dia kembali, David sudah tidak terlihat. ”Kejadiannya cuma 5-10 detik.” Menurut dia, saat itu ada perempuan di dekat lokasi yang mencoba berbicara dengan David. ”Tapi saya tidak tahu dia bicara apa.”
Sayang, polisi Singapura menolak memberikan keterangan mengenai kasus ini. Tapi, menurut Mohammad Hisham Hambari, Asisten Direktur Komunikasi Universitas Technology Nanyang, penjelasan Rektor bisa dipercaya karena didasari informasi polisi dan Kap Luk.
MENURUT Hisham, David sedang bermasalah dengan skripsinya. Beasiswanya untuk semester terakhir juga dicabut karena nilainya turun dari standar 3,5. ”Tapi dia memang bisa memperoleh pinjaman.” Pinjaman tanpa bunga ini bisa dicicil mahasiswa setelah bekerja. ”Tidak harus langsung dilunasi ketika lulus,” katanya. Menurut William Hartanto, kakak David, keluarganya juga mampu melunasi. ”Cuma 3.000 dolar Singapura, sekitar Rp 24 juta,” katanya.
William ragu adiknya tertekan karena beasiswanya dicabut. Soal nilai David yang cenderung turun, menurut Hardian Setiawan, teman satu angkatan David, itu karena korban keranjingan game online. ”Dia itu pintar, tapi malas belajar,” katanya. Menurut Hardian, temannya yang pernah mewakili Indonesia pada Olimpiade Matematika Internasional di Malaysia itu juga penggembira. ”Orangnya nyantai,” kata Hardian.
Di semester VII, Hardian menjelaskan, David harus bertemu dengan Kap Luk tiap pekan. Belakangan, saat ditanyai soal skripsinya, David cenderung menghindar. ”Dia jawab oke, lalu bicara soal lain.” Setidaknya tiga kali Hardian melihat David diingatkan Kap Luk agar tidak melupakan konsultasi. Saat itu David hanya mengangguk.
Tempo memperoleh surat-menyurat elektronik antara David dan Kap Luk. Di salah satu surat, David meminta konsultasi dilakukan pada pagi dan siang, bukan malam. ”Karena saya ada beberapa kelas malam,” kata David. Di waktu lain, David meminta maaf karena meninggalkan pertemuan konsultasi lantaran bergegas ke toilet.
Menurut Hardian, Kap Luk pernah tiga kali mengingatkan David di laboratorium soal konsultasi. ”Kesan saya, David agak ketakutan melihat profesornya datang dan berbicara dengan pengelola lab,” kata Hardian. Choo Kien Huay, yang telah bekerja sebagai asisten Kap Luk lebih dari tiga tahun, menyatakan tidak pernah ada masalah antara Kap Luk dan murid bimbingannya. ”Saya terkejut mengetahui ini terjadi,” katanya.
William Hartanto ragu adiknya menusuk Kap Luk. Soalnya, di tas David tersimpan kartu identitas yang bakal menyulitkannya jika ingin berbuat jahat. ”Kan, jadi mudah ketahuan.” Selain itu, David menyimpan setengah liter air dalam botol di tasnya pada hari nahas itu. ”Kalau mau kabur, malah jadi lebih susah karena berat.”
Seorang dosen menilai Kap Luk perlu berbicara untuk menjernihkan masalah. ”Cuma dia yang tahu apa yang sebenarnya terjadi,” katanya. Sayang, profesor itu seperti hilang ditelan bumi. Saat Tempo mendatangi apartemen Kap Luk di lantai 15 Parc Oasis Blok 35, kawasan Jurong East, seorang perempuan berkacamata dengan rambut berkuncir muncul. Ia mengaku istri Kap Luk. ”Tidak ada wawancara,” katanya seraya menutup pintu.
Budi Riza (Singapura)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo