Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font face=verdana size=1>Mega-JK</font><br />Kesepakatan Nasi Goreng Kampung

Megawati Soekarnoputri dan Jusuf Kalla mengikat kontrak politik. Mengangkat popularitas dan elektabilitas Golkar.

16 Maret 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NASKAH kesepakatan itu mendampingkan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla. Berlatar siluet bendera merah-putih, seolah menyiratkan potret Ibu Presiden dan wakilnya. ”Mungkin begitu, atau juga sebaliknya,” kata Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar Surya Paloh kepada Tempo, Jumat pekan lalu, sambil tertawa.

Inilah ”kesepakatan dua tokoh” tentang perlunya pemerintahan yang kuat, dukungan kuat dari parlemen, penyamaan platform di bidang ekonomi, dan komitmen menyukseskan Pemilihan Umum 2009. Kamis pekan lalu, Mega dan Kalla bertemu dan menandatangani kesepakatan itu.

Untuk pertama kalinya dua tokoh partai pemenang Pemilu 2004 itu bertemu dalam forum agak formal. Megawati mengatakan pertemuan ini bisa saja menjadi awal koalisi kedua partai. ”Insya Allah, ini akan berproses terus,” kata Megawati dalam konferensi pers seusai makan siang bersama Kalla, dengan menu nasi goreng kampung. ”Golkar menunggu setelah pemilu legislatif,” Kalla menimpali.

Surya Paloh mengatakan pertemuan itu merupakan kelanjutan dua pertemuan sebelumnya di Medan dan Palembang, yang digagasnya bersama Ketua Dewan Pertimbangan PDI Perjuangan Taufiq Kiemas, pada 2007. Kota Medan identik dengan rumah Surya, dan Palembang rumah Taufiq Kiemas, sementara di Jakarta dipilih lokasi netral.

Tidak di Jalan Teuku Umar, kediaman Mega, atau di Jalan Diponegoro, kediaman Kalla, tapi di sebuah rumah di Jalan Imam Bonjol Nomor 66, Jakarta Pusat. Rumah yang biasa disewakan untuk berbagai acara itu secara khusus dipesan untuk Mega-Kalla. ”Kalau di rumah kami, nanti kesannya Pak JK yang berharap mau ketemu,” kata Puan Maharani, anak pasangan Taufiq-Mega.

Komitmen Mega-Kalla diharapkan berimbas sampai ke akar rumput. Selama ini, kata Surya, masyarakat selalu mempersepsikan Golkar dan PDI Perjuangan dalam posisi berhadap-hadapan. Bagi Surya, ini persepsi masa lalu. ”Inilah nilai ideal yang hendak dibangun dalam koalisi kebangsaan,” katanya.

Namun Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Rully Chaerul Azwar berpendapat lain. Menurut dia, pertemuan dengan PDI Perjuangan sama saja dengan silaturahmi yang dilakukan Kalla dengan Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Persatuan Pembangunan, dua pekan sebelumnya. ”Semua merupakan persiapan untuk pemilu,” kata Rully.

Pertemuan dengan banyak partai perlu dilakukan karena jeda waktu pemilu legislatif ke pemilu presiden terlalu pendek untuk membangun komunikasi. ”Untuk itu, momentum apa pun diambil, dan masih merupakan penjajakan,” ujar Rully.

Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Golkar Burhanuddin Napitupulu mengatakan, setelah Kalla menyatakan siap jadi calon presiden, langkah—nya jadi lebih lincah. Tipe Kalla yang taktis, mudah berkomunikasi, dan pandai mengambil momentum langsung mendongkrak pamor Golkar.

Burnap—sapaan akrab Burhanuddin—mengklaim popularitas dan elektabilitas partainya meningkat drastis. Dari survei internal Golkar, dua pekan setelah Kalla menyatakan siap menjadi calon presiden, terbukti Golkar mampu meraup 21 persen lebih suara, sementara PDI Perjuangan dan Partai Demokrat di kisaran 14-15 persen.

Sebelumnya, berbagai lembaga survei menyatakan perolehan Golkar selalu di bawah 15 persen. Survei internal ini memetik 38.800 sampel dari semua daerah pemilihan. Artinya, kata Burnap, kalau pemilu dilakukan hari ini, Golkar pasti menang.

Tapi, sementara ini, kata Burnap, Golkar memilih tak buru-buru berbicara tentang koalisi pemilihan presiden dengan PDI Perjuangan. Alasannya, berbeda dengan Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Persatuan Pembangunan, yang belum punya calon presiden, PDI Perjuangan sudah memastikan nama Mega.

Bagaimanapun, kata Burnap, kepastian koalisi akan tetap merujuk hasil pemilu legislatif. ”Pasti yang dapat lebih besar akan mendapat kapling lebih besar,” kata Puan Maharani, beramsal.

Agus Supriyanto, Akbar Tri Kurniawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus