Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Sakit Perut
PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono menderita nyeri lambung hingga membatalkan peresmian 12 proyek infrastruktur di Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan, Kamis pekan lalu. Juru bicara Presiden, Andi Mallarangeng, mengatakan Presiden mengalami gangguan pencernaan dalam perjalanan menuju lokasi acara.
Kamis malam, Yudhoyono memastikan dirinya tidak apa-apa. "Alhamdulillah, tidak apa-apa. Lihat sendiri, kan? Nanti beritanya ke sana-kemari," kata Presiden.
Sumber di kalangan Istana Kepresidenan mengungkapkan nyeri lambung datang setelah Presiden tiba di Makassar. Ia marah melihat masyarakat, termasuk anak-anak, membentangkan atribut Partai Demokrat di sepanjang jalan dari Bandar Udara Hasanuddin menuju kota.
Yudhoyono sempat menegur Gubernur Syahrul Yasin Limpo dan meminta bendera ditertibkan karena kedatangannya bukan sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Saat dimintai konfirmasi soal ini, Andi menjawab singkat, "Itu betul. Memang harus ditertibkan."
Presiden Yudhoyono bertolak ke Jakarta pada Jumat siang pekan lalu. Tim dokter kepresidenan memeriksa kesehatannya di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto kurang-lebih satu jam. "Dari hasil yang kami temukan, mulai jantung, lever, empedu, hingga pankreas, hasilnya tak ada apa-apa, alhamdulillah," kata ketua tim dokter kepresidenan, Mardjo Soebiandono. n
Sjahrial Oesman Tersangka
KOMISI Pemberantasan Korupsi menetapkan mantan Gubernur Sumatera Selatan Sjahrial Oesman sebagai tersangka korupsi. Ia dituduh terlibat kasus alih fungsi 600 hektare hutan Pantai Air Telang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, menjadi Pelabuhan Tanjung Api-api.
Keterlibatan Sjahrial terbuka setelah terbongkarnya skandal suap anggota Komisi Kehutanan Dewan Perwakilan Rakyat, Al-Amin Nasution. Sejumlah anggota Dewan ternyata juga menerima Rp 5 miliar dari Sekretaris Daerah Sumatera Selatan Sofyan Rebuin dan Chandra Antonio Tan, Direktur PT Chandratex, rekanan proyek.
"Dia turut serta melakukan perbuatan yang dilakukan beberapa terdakwa yang telah disidangkan," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bibit Samad Rianto, Kamis pekan lalu.
Aliran dana alih fungsi hutan ini telah menyeret tiga anggota Dewan ke persidangan, yaitu Al-Amin Nur Nasution, Sarjan Tahir, dan Yusuf Erwin Faisal. Sarjan divonis empat setengah tahun penjara dan Al-Amin divonis delapan tahun penjara, sedangkan Yusuf masih dalam proses sidang.
Adapun Chandra Antonio Tan divonis tiga tahun oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat pekan lalu. Chandra juga diharuskan membayar denda Rp 200 juta subsider empat bulan kurungan. "Seharusnya dari dulu jadi tersangka. Sudah babak-belur gini, baru (Sjahrial) jadi tersangka," kata Chandra.
Menteri Izin Kampanye
PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono mengabulkan izin para menteri Kabinet Indonesia Bersatu untuk melakukan kegiatan kampanye. Yudhoyono memberikan catatan, para menteri dapat dipanggil untuk keperluan mendesak. "Semua menteri dari partai politik sudah mengajukan cuti, kecuali saya dan Pak Bambang Sudibyo (Menteri Pendidikan Nasional)," ujar Menteri-Sekretaris Negara Hatta Rajasa di Istana Negara, Rabu pekan lalu.
Sebanyak 10 menteri Kabinet Indonesia Bersatu mengajukan izin cuti selama masa kampanye dan menyampaikannya ke Komisi Pemilihan Umum. Hatta memastikan, meski lebih dari separuh anggota kabinet akan berkampanye, pemerintahan tak akan terganggu.
Sementara itu, Presiden dan Wakil Presiden mengatur jadwal untuk cuti kampanye. Yudhoyono mengambil cuti tiga hari setiap Jumat selama tiga minggu berturut-turut, yaitu tanggal 20 Maret, 27 Maret, dan 3 April. "Sabtu dan Minggu tidak dikategorikan sebagai cuti karena itu hari libur," ujar Hatta. Adapun Jusuf Kalla memilih cuti pada 17 dan 25 Maret serta 2 April.
Kasasi Urip Ditolak
MAHKAMAH Agung menolak permohonan kasasi jaksa Urip Tri Gunawan, terdakwa penerima suap US$ 660 ribu atau sekitar Rp 7 miliar dari pengusaha Artalyta Suryani. Urip tetap divonis 20 tahun penjara dan denda Rp 500 juta atau hukuman pengganti delapan bulan penjara. Penolakan ini diputuskan dalam rapat musyawarah majelis kasasi dengan ketua majelis kasasi Artidjo Alkostar dan anggota Moegiharjo, M.S. Lumee, Hamrat Hamid, dan Leopold Hutagalung.
Artidjo mengungkapkan, Urip dalam berkas memori kasasinya menilai pengadilan tingkat pertama dan banding (judex facti) telah keliru menjatuhkan pidana terhadapnya. Menurut Urip, seharusnya vonis terhadap dirinya mengacu pada hukuman Artalyta. Pengusaha ini divonis lima tahun penjara dan denda Rp 250 juta atau hukuman pengganti lima bulan penjara. "Artalyta sebagai swasta berbeda dengan terdakwa sebagai pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara," kata Artidjo.
Vonis 20 tahun penjara terhadap Urip sama seperti putusan sebelumnya. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi-pengadilan tingkat pertama-pada 4 September 2008 memvonis 20 tahun penjara. Vonis ini dikuatkan Pengadilan Tinggi Jakarta pada 27 November 2008.
Kasus ini bermula dari tertangkap basahnya Urip menerima suap dari Artalyta pada Juni 2008. Penyuapan itu untuk melindungi pengusaha Sjamsul Nursalim berkaitan dengan penyelidikan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia di Bank Dagang Nasional Indonesia.
Perjanjian Pertahanan Terhenti
NEGOSIASI perjanjian pertahanan antara Indonesia dan Singapura terhenti. Menurut Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono, negara itu menghentikan sepihak perundingan. Perjanjian ekstradisi pun tak bisa diwujudkan. "Itu juga tidak jalan lagi," ujarnya.
Perjanjian pertahanan dengan Singapura sempat ditandatangani oleh kedua kepala negara di Bali pada 27 April 2007. Namun, saat akan diratifikasi, perjanjian pertahanan menuai protes besar. Protes muncul karena Singapura minta frekuensi latihan pasukan Singapura di Indonesia-sebagai imbal balik disepakatinya perjanjian ekstradisi-ditingkatkan dan melibatkan pihak asing.
Juwono tak bisa menjelaskan alasan Singapura menghentikan pembahasan. "Tanya kepada mereka," katanya.
Menurut anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Andreas Pareira, sejak awal Dewan kecewa. Alasannya, Dewan tak pernah dilibatkan dalam proses pembahasan perjanjian. "Jadinya yang tampak dalam perjanjian pertahanan kan seolah-olah Indonesia tak mengedepankan kepentingan nasional," ujarnya. Kesalahan fatal lain, kata Andreas, pemerintah menandatangani perjanjian sebelum aturan pelaksanaannya diselesaikan.
Pejabat Terlibat Penyelundupan
PENYELUNDUPAN sepuluh kontainer telepon seluler BlackBerry dan alat elektronik lain di Pelabuhan Tanjung Priok akhir bulan lalu ditengarai polisi melibatkan pejabat bea-cukai. Modusnya adalah meloloskan dokumen kontainer.
Berbekal berkas bea-cukai, polisi akan melanjutkan penyidikan. "Sampai sekarang, kami belum tahu jumlah dan namanya," kata Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Indonesia Komisaris Jenderal Susno Duadji, Jumat pekan lalu.
Sedangkan Direktur Tindak Pidana Tertentu Markas Besar Kepolisian Indonesia Brigadir Jenderal Boy Salamudin menduga pejabat bersangkutan masuk struktur perusahaan importir, PT Hansaram Sakti. Perusahaan inilah yang menyelundupkan BlackBerry dan barang elektronik lain senilai lebih dari Rp 43 miliar.
Sumber Tempo menyebutkan penyelundupan BlackBerry menggunakan modus baru. Dalam sebagian besar peti kemas yang disita, tak ditemukan BlackBerry. "Hanya kotak dan charger-nya." Kemungkinan besar handset BlackBerry masuk melalui "jalur tikus" di perbatasan Indonesia dengan Singapura dan Malaysia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo