Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Papan reklame setinggi enam meter di Jalan Kapten Tendean, Jakarta Selatan, itu biasanya mengiklankan produk. Tapi, sejak dua pekan lalu, terpampanglah di sana wajah Nachrowi Ramli, mengenakan baju biru dan berpeci hitam dengan senyum tipis.
Latarnya biru dengan bendera merah-putih. Tak ada pesan apa pun. Hanya tulisan ”Menata Jakarta”, dengan ilustrasi Monumen Nasional. Baliho serupa bertebaran di sudut lain Jakarta.
Paling tidak, foto Nachrowi bertengger di Jalan Kalibata, Cipulir, Fatmawati, Kuningan, Karet Setiabudi, Jalan Wahid Hasyim, Tanah Abang, Jalan Perintis Kemerdekaan, dan tepi jalan tol menuju Bandara Soekarno-Hatta. ”Saya mau maju sebagai calon gubernur,” kata Nachrowi kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Nachrowi memang belum dikenal mayoritas warga Jakarta. Di papan reklame tercantum sedikit ”biodata”-nya: pensiunan mayor jenderal yang kini menjabat Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat DKI Jakarta. ”Tantangan kami adalah mengejar popularitas,” kata Sekretaris DPD Partai Demokrat Jakarta Irfan Gani.
Karier militer Nachrowi dihabiskan di dunia intelijen, dengan jabatan terakhir Kepala Lembaga Sandi Negara. Ia pernah bertugas di Departemen Luar Negeri dan di beberapa perwakilan Indonesia di mancanegara. Sebagai teman seangkatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Akademi Militer, Nachrowi berjasa dalam pemenangan Yudhoyono di pemilihan presiden 2009.
Sadar kurang populer, tim kampanye memajang wajah Nachrowi di seantero Jakarta. Selain di jalanan, iklan Nachrowi bertebaran di berbagai media cetak, televisi, dan radio. Di televisi, Nachrowi muncul mengucapkan selamat ulang tahun ke-484 Kota Jakarta. Begitu pula di media cetak dan radio. ”Itu memang strategi kami mengenalkan dia ke warga Jakarta,” kata Irfan Gani.
Memasang iklan untuk mendongkrak popularitas menunjukkan kesungguhan Nachrowi maju dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2012. Meski seleksi calon gubernur harus melewati Majelis Tinggi Partai Demokrat, pria 60 tahun ini yakin akan maju sebagai calon dari Demokrat.
Keyakinan itu pula yang membuat dia tak sungkan mengguyurkan dana. Untuk memasang satu papan reklame, dibutuhkan Rp 200-500 juta. Di televisi, iklan satu menit pada prime time berharga hingga Rp 60 juta. Seorang praktisi periklanan mengatakan seorang kandidat bisa menghabiskan hingga Rp 5 miliar untuk beriklan. ”Itu hanya untuk satu putaran,” ujarnya.
Irfan Gani enggan menyebut angka. ”Memang mahal,” katanya. Nachrowi juga enggan mengungkapkan dana yang sudah terkumpul untuk mengantarnya ke kompetisi calon gubernur. Akan halnya sumber dana, ”Itu kontribusi teman-teman,” katanya.
Bukan hanya Nachrowi yang sudah pasang kuda-kuda. Fauzi Bowo, yang masa jabatannya sebagai Gubernur DKI habis pada 7 Oktober 2012, juga mulai ”pasang kumis”. Ia, misalnya, memajang baliho raksasa yang menutupi tiga perempat gedung Balai Kota DKI Jakarta, tempat gubernur berkantor. Baliho yang dipajang pada medio April lalu itu berisi ajakan menyukseskan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN 2011.
Fauzi juga membungkus ”kampanye dini” dengan mengumbar keberhasilan Pemerintah Provinsi Jakarta. Ia menggandeng konsultan komunikasi Fastcomm, yang dimotori Irfan Wahid, putra tokoh Nahdlatul Ulama, Salahuddin Wahid. ”Kami diminta membantu humas pemerintah provinsi yang lemah,” kata Irfan.
Irfan, yang kerap membuat iklan politik para tokoh, mengaku sudah bekerja untuk Fauzi Bowo sejak empat bulan lalu. Produk yang sudah dihasilkannya adalah program Ubeg-Ubeg, Kotak Nyablak, dan lainnya. Semuanya ingin menampung aspirasi warga Jakarta. ”Rencananya akan kami bikin buku,” ujarnya.
Ia juga ditugasi mengkampanyekan perolehan dan keberhasilan pemerintah Jakarta. Namun Irfan menyatakan bekerja sebagai profesional dan tidak terkait dengan pencalonan kembali Fauzi Bowo.
Sejumlah kandidat lain juga sudah mulai mencuatkan diri ke publik. Ketua DPD Partai Golkar Jakarta Prya Ramadhani memasang beberapa ”baliho perkenalan”. Besan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie ini juga membuat turnamen futsal Prya Ramadhani Cup pada bulan lalu.
Beberapa nama lain yang akan maju dalam pemilihan Gubernur Jakarta adalah Wakil Bupati Tangerang Rano Karno (PDI Perjuangan), Wakil Ketua DPRD Jakarta Triwisaksana (Partai Keadilan Sejahtera), anggota DPR Tantowi Yahya (Golkar), anggota DPR Aziz Syamsuddin (Partai Golkar), anggota Dewan Perwakilan Daerah Djan Faridz, dan anggota Fraksi Amanat Nasional DPRD Jakarta, Wanda Hamidah.
Beberapa masih bertarung di kalangan internal partai untuk maju mewakili partainya. Partai Golkar baru akan mengumumkan jagoannya enam bulan sebelum pemilihan, yaitu awal 2012. ”Juga menunggu hasil survei partai,” kata Tantowi.
Meski begitu, Tantowi Yahya sudah membentuk tim kecil yang terdiri atas Indra Jaya Piliang, Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Erwin Aksa. Ia juga menyewa konsultan komunikasi. Tantowi tidak perlu beriklan karena popularitasnya tinggi. ”Tinggal bagaimana mengkonversi popularitas menjadi elektabilitas,” ujarnya.
Begitu pula Djan Faridz. Mengantongi ”modal” awal 250 ribu suara ketika terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah, ia tampak kalem. Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jakarta ini juga sudah mendapat dukungan dari Partai Persatuan Pembangunan. ”Saya tidak mau mendahului NU mengenai pencalonan sebagai gubernur,” katanya.
Wanda Hamidah juga terkesan low profile. Mantan aktris itu menyerahkan nasibnya ke partai. Ia menyatakan hanya bekerja sesuai dengan porsinya sebagai anggota Dewan. ”Biar masyarakat yang menilai siapa yang sudah bekerja,” katanya. ”Bukan siapa yang beriklan.”
Tito Sianipar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo