Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font size=1 color=#CC0000><B>Kongres Sepak Bola</B></font><BR />Kongres Bola untuk Siapa

Perhatian pencinta sepak bola tertuju pada Kongres Sepak Bola Nasional di Malang pekan ini. Seberapa besar faedah kongres bagi sepak bola?

5 April 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA hari setelah memegang trofi Piala Dunia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencetuskan ide menggelar Kongres Sepak Bola Nasional. Gagasan itu disampaikan ketika Presiden bertemu dengan pengurus Persatuan Wartawan Indonesia pada 27 Januari lalu. ”Masak kita hanya kesinggahan trofinya,” kata Presiden, seperti ditirukan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng kepada Tempo awal Maret lalu.

Menurut Presiden, kata Andi, sudah saatnya semua pihak memikirkan cara mengembalikan kejayaan sepak bola Indonesia. Tim nasional sepak bola Indonesia selalu dipermalukan dalam berbagai pertandingan. Pada awal Januari lalu, Indonesia kalah 2-1 oleh Oman, dan takluk 1-3 melawan Burma pada 10 Desember tahun lalu. Tim nasional juga harus mengakui keunggulan Kuwait 1-2 pada pertengahan November tahun lalu. Sepak bola Indonesia pun absen di perhelatan Asian Games di Guangzhou, Cina, tahun ini.

Kepedulian Presiden terhadap sepak bola, masih menurut Andi, karena sepak bola sangat dikenal masyarakat. Dia mengisahkan, ketika Yudhoyono tengah ikut memanen padi di Ngawi, Jawa Timur, tiba-tiba ada seorang petani yang nyeletuk, ”Kenapa tim sepak bola kita kalah terus?” Ketika itu, tim sepak bola Indonesia baru saja kalah 2-0 melawan Laos pada SEA Games 2009.

Yang merasa geram dan malu dengan prestasi sepak bola nasional Indonesia tak terhitung banyaknya. Belakangan, silang pendapat berbagai pihak tentang titik nadir prestasi sepak bola ditayangkan di televisi atau dimuat di berbagai media massa. Bahkan muncul saling tuduh tentang siapa yang paling bertanggung jawab atas terpuruknya prestasi Indonesia. Kepengurusan Nurdin Halid dalam Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia juga banyak disalahkan.

Menurut Bob Hippy, pemain tim nasional Garuda pada 1960-an, persoalan sepak bola nasional memang rumit. Banyak kelemahan yang harus dibenahi. Menurut dia, Kongres Sepak Bola Nasional yang diadakan di Malang pada 30-31 Maret ini bisa dijadikan arena untuk mencari jawaban perbaikan sepak bola. ”Harus diputuskan di kongres agar ada solusi,” katanya.

Kongres Malang ini memang diikuti seluruh stakeholder sepak bola, seperti pemerintah, Komite Olahraga Nasional Indonesia, PSSI, klub, pelatih, pemain, wasit, dan suporter. ”Biarlah nanti semua pencinta sepak bola ini yang berbicara kemudian mengeluarkan rekomendasi,” kata Andi. Diharapkan prestasi sepak bola nasional Indonesia bisa kembali membanggakan.

Soal kebanggaan ini memang penting. Jauh sebelum kongres, PSSI sudah melobi agar Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022. Tujuannya agar bangsa ini bangga. Sayang, Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) pekan lalu menolak karena PSSI tidak mampu memenuhi persyaratan utama, yaitu surat jaminan dari pemerintah. Toh, penolakan FIFA tak disesalkan pemerintah. Menurut Andi, yang menjadi prioritas sepak bola saat ini adalah meningkatkan prestasi. ”Kalau jadi tuan rumah Piala Dunia tapi belum punya prestasi lalu dibantai 10-0, betapa malunya,” katanya.

Sejumlah mantan pemain tim nasional memang mendukung agar prestasi sepak bola ditingkatkan terlebih dulu. Menurut Bob Hippy, diperlukan standardisasi pembinaan dan pelatihan untuk meningkatkan prestasi sepak bola. Setali tiga uang, mantan kapten kesebelasan Indonesia yang berhasil membawa Tim Merah Putih ke Olimpiade Melbourne, Australia, 1956, Maulwi Saelan, menyarankan agar dibangun kembali rasa kebangsaan ketika bermain sepak bola. ”Sekarang orientasinya hanya materi,” ujarnya. Selain itu, dia melanjutkan, kompetisi dan manajemen tim nasional harus diperbaiki, termasuk organisasi sepak bolanya. ”Kalau dianggap tidak berhasil, ya mundur,” kata Maulwi, yang juga Ketua PSSI periode 1964-1967.

Tampaknya memang banyak agenda dalam kongres. Berbagai selentingan marak menjelang kongres, mulai upaya perombakan jajaran PSSI sampai desakan melengserkan Nurdin Halid sebagai Ketua PSSI. Nurdin mengaku tidak merasa terancam dengan pelaksanaan kongres tersebut, apalagi soal desakan supaya dia mundur. ”Itu berarti banyak orang mencintai dan mau mengurus PSSI,” katanya. ”Tapi pergantian harus dilakukan melalui mekanisme yang ada.”

Rini Kustiani, Aris M.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus