Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI RUANG rapat kabinet terbatas, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memotong presentasi Jenderal Bambang Hendarso Danuri. Kepala Kepolisian Republik Indonesia itu belum selesai memaparkan kasus dugaan transaksi mencurigakan di rekening sejumlah perwira tinggi polisi. Ia mengatakan transaksi yang dipersoalkan merupakan data lama.
Menurut seorang pejabat yang meng ikuti rapat dua pekan lalu itu, Presiden mengatakan, ”Ada data yang baru, tahun 2010.” Pada data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, memang ada data transaksi mencurigakan yang dilakukan seorang perwira berpangkat inspektur jenderal pada Maret 2010.
Pada awal rapat, ketika wartawan diizinkan meliput, Presiden Yudhoyono memerintahkan Kepala Kepolisian un tuk mengusut tuntas persoalan ini. Rapat digelar buat merespons kontroversi mengenai rekening mencurigakan yang muncul setelah Tempo menerbitkan laporan utama ”Rekening Gendut Perwira Polisi” pada awal Juli.
Menurut juru bicara kepresidenan ,Julian Aldrin Pasha, Presiden memerintahkan Kepala Kepolisian menyelesaikan soal ini. Tapi ia menambahkan, Presiden juga menyatakan tidak akan melakukan intervensi. Itu sebabnya, kata dia, Presiden menganggap belum perlu pembentukan tim independen dari luar kepolisian.
Berjanji menyelesaikannya dalam dua pekan, Markas Besar Kepolisian mengumumkan hasil ”penyelidikan”-nya pada Jumat pekan lalu. Menurut Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Inspektur Jenderal Edward Aritonang, sejak 2005 kepolisian menerima 831 data transaksi mencurigakan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Sebanyak 23 di antaranya rekening milik anggota kepolisian—empat laporan bertahun 2010 dan sisa nya 2005.
Kepolisian telah membentuk tim buat melakukan klarifikasi terhadap 831 rekening mencurigakan. Tim itu dipimpin Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Ito Sumardi. ”Hasil resminya akan kami sampaikan pada akhir Juli 2010 atas izin Pusat Pelapor an dan Analisis Transaksi Keuangan,” kata Edward.
Khusus transaksi mencurigakan pa da rekening 23 anggota kepolisian, menurut Edward, 17 di antaranya dinya takan tak ada masalah. ”Bisa dibuktikan, rekening itu wajar,” katanya. Menurut dia, transaksi dilakukan anta ra lain melalui penutupan rekening dan memindahkannya ke valuta asing, penghasilan investasi keluarga, bayar premi asuransi, harta keluarga, trans aksi pejabat keuangan dengan menggunakan uang dinas, bayar utang, dan biaya berobat. ”Semua juga sudah dila porkan dalam laporan harta kekayaan,” ia menambahkan.
Satu rekening milik seorang perwira tak dapat ditelusuri karena pemiliknya telah meninggal. Dua rekening belum bisa disimpulkan karena penyidik masih meneliti dokumen pendukungnya. Satu rekening belum bisa diproses karena pemiliknya sedang mengikuti pemilihan bupati. Dua pemilik rekening lainnya disebutkan terkait dengan pi dana: satu telah divonis pengadilan dan lainnya dalam proses hukum.
”Saya tak bisa menyebut nama mereka karena tak ingin melanggar hukum,” kata Edward. Dia merujuk pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. ”Siapa pun tak boleh membuka data apa pun karena itu dokumen rahasia,” kata Edward.
Sumber di kepolisian menyebutkan pemilik rekening yang telah divonis pidana adalah Komisaris Martin Reno. Kepala Satuan Tindak Pidana Tertentu Kepolisian Daerah Papua itu pada 2005 dinyatakan terbukti terlibat kasus pembalakan liar. Satu perwira lain pemilik rekening yang disebutkan masih dalam proses hukum tak lain adalah Komisaris Jenderal Susno Duadji, mantan Kepala Badan Reserse Kriminal yang kini ditahan dalam kasus korupsi.
Susno termasuk dalam daftar pemilik rekening gendut. Dalam dokumen analisis, terdapat enam perwira tinggi serta sejumlah perwira menengah yang dicurigai melakukan ”transaksi yang tidak se suai profil” alias melampaui gaji bulanan mereka. Transaksi paling besar dilakukan pada rekening milik Inspektur Jenderal Budi Gunawan, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri. Pada 2006, melalui rekening pri badi dan re ke ning anaknya, mantan ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri itu mendapat kan setoran Rp 54 miliar antara lain dari sebuah perusahaan properti.
Daftar yang sama memuat antara lain nama Susno, Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Inspektur Jenderal Mathius Salempang, mantan Kepala Korps Brigade Mobil Inspektur Jenderal Sylvanus Yulian Wenas, Inspektur Jenderal Bambang Suparno, Komisaris Besar Edward Syah Pernong, juga Komisaris Umar Leha.
Dalam wawancara dengan Tempo tiga pekan lalu, Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Ito Sumardi mengatakan menerima perintah dari Kepala Kepolisian Jenderal Bambang Hendarso buat melakukan klarifikasi terhadap para perwira itu. ”Ini pembuktian terbalik, jadi menjadi beban mereka untuk menjelaskan asal-usul transaksinya,” kata dia.
Alih-alih menyelidiki kasus yang ada kemungkinan berkaitan dengan transaksi, klarifikasi dilakukan dengan memanggil para perwira. Mereka diminta datang membawa dokumen yang menjelaskan transaksi. Inspektur Jenderal Budi Gunawan, misalnya, diundang ke ruang kerja Ito. ”Dia sudah menye rahkan semua data, ada yang harus diperkuat,” kata Ito ketika itu.
Setelah menjadi kontroversi, peng umuman hasil penyelidikan pun dilakukan. Seperti banyak diperkirakan, tak ada kejutan dalam pengumuman yang dilakukan Edward Aritonang itu. Menurut seorang sumber di kepolisian, ini merupakan bentuk kompromi. Soalnya, perwira-perwira itu berasal dari semua faksi yang kini bersaing menuju kursi Kepala Kepolisian.
Karena dianggap belum memuaskan, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie meminta Kepala Kepolisian tak ragu-ragu mengusut rekening anak buahnya. Komisi Hukum Dewan juga sudah melayangkan panggilan kepada Kepala Kepolisian RI Jenderal Bambang Hendarso, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, dan Gubernur Bank Indonesia untuk menjelaskan rekening mencurigakan itu.
Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Adnan Topas Husodo juga menganggap klarifikasi rekening mencurigakan itu tak jelas. ”Wajar itu yang bagaimana? Apakah jumlahnya atau cara mendapatkannya,” katanya. Dengan keras, Bambang Widodo Umar, pensiunan perwira polisi yang dikenal kritis terhadap institusinya, menilai penyelidikan kasus rekening secara internal itu sebagai ”jeruk makan jeruk”. Ia menambahkan, ”Penyelidikan itu membuat masyarakat masih terus bertanya-tanya.”
Dwidjo U. Maksum, Sandy Indra Pratama, Puti Noviyanda
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo