Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA sketsa wajah dan tiga foto berbeda kini menjadi modal polisi memburu penganiaya Tama Satrya Langkun, penggiat Indonesia Corruption Watch. Polisi curiga, pemilik wajah dalam sketsa dan foto inilah yang menghajar dan membacok Tama, 26 tahun, di Jalan Duren Tiga, Jakarta Selatan, Kamis subuh dua pekan lalu. ”Kami masih terus memburu pelakunya,” kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Kepolisian RI Edward Aritonang, Jumat pekan lalu.
Penganiayaan terhadap lulusan Fa kultas Hukum Universitas Jayabaya ini diduga berkaitan dengan investigasi yang dilakukan Tama terhadap reke ning gendut sejumlah perwira tinggi kepolisian. Awal Mei lalu, ICW membe berkan temuan 21 rekening mencuri gakan milik beberapa perwira polisi. Dalam dokumen tersebut, sejumlah jenderal diduga memiliki rekening tidak wajar.
Penganiayaan itu menimbulkan kecaman dari banyak kalangan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahkan memerlukan membesuk Tama, yang dirawat di Rumah Sakit Asih, Jakarta Selatan. Presiden memerintahkan Kepala Kepolisian RI Jenderal Bambang Hendarso Danuri menginvestigasi perkara ini.
Setelah dirawat lima hari, Tama diizinkan pulang pada Selasa pekan lalu. Ia tak pulang ke rumah orang tuanya di Cileungsi, Bogor, tapi ke kantor ICW di Kalibata Timur.
Hingga Jumat pekan lalu, polisi belum menangkap pelakunya. Kepala Polri Bambang Hendarso Danuri, ketika menerima sejumlah aktivis, di antara nya Usman Hamid dari Kontras dan Da nang Widoyoko dari ICW, mengatakan polisi sudah tahu siapa pelakunya. Kelompok dan tautannya dengan otak kejahatan itu juga sudah terlacak.
Dua sketsa wajah dan tiga foto tadi diduga kuat anggota kelompok itu. Dua sketsa punya kemiripan. Rambut tipis agak keriting. Tiga foto oleh polisi diberi nomor satu sampai tiga. Foto pertama memperlihatkan seseorang yang sedang berlari di sebuah kompleks perumahan. Rambutnya tipis agak keri ting, wajahnya cenderung persegi.
Foto kedua memperlihatkan orang yang punya ciri rajah tubuh. Rambutnya cepak agak keriting. Foto ketiga memperlihatkan orang yang juga punya wajah cenderung persegi dengan rambut pendek agak keriting. Koordinator Divisi Hukum ICW Febri Diansyah menyatakan foto ketiga ini dikenali oleh sejumlah aktivis ICW.
Orang itu pengemudi Kijang Innova yang mangkal sejak siang hingga malam di perempatan yang berjarak hanya 50 meter dari kantor ICW, tiga hari sebelum Tama dianiaya. Orang inilah yang mereka curigai bagian dari komplotan seseorang yang mengaku bernama Roni. Kepada Tama, dia menyaru sebagai wartawan Kompas. ”Roni” menghubungi Tama melalui telepon seluler, lima hari sebelum Tama dianiaya.
Ia mengajak Tama melakukan investigasi skandal pajak, dan mengajak bertemu. Tama menawari dia datang ke kantor ICW. Tapi ”Roni” hanya mau bertemu di luar kantor ICW. Setelah dicek ke Kompas, tak ada wartawan surat kabar tersebut yang bernama Roni. ”Ini aneh, wartawan biasanya langsung datang ke kantor,” kata Tama.
Dua hari kemudian, ”Roni” kembali menelepon Tama. Dia mengatakan sedang makan bakso di dekat kantor ICW. Memang ada penjual bakso yang biasa mangkal di perempatan jalan, sekitar 50 meter dari kantor ICW. Tama meng undang ”Roni” masuk saja ke kantor. Dia tetap menolak, menyatakan tak nyaman dengan wartawan lain. Waktu itu ICW sedang menggelar konferensi pers penerimaan murid baru untuk SMA melalui sistem online.
Tama sempat mendatangi penjual bak so, pura-pura memesan sesuatu. Ada seorang lelaki berbadan tegap sedang makan di sana. Tak jauh dari pedagang bakso, tampak satu Kijang Innova dengan nomor Jakarta sedang parkir. Secara bergantian, para penggiat ICW mengamati mobil berisi empat penumpang itu.
Febri Diansyah, penggiat ICW yang mengamati gerak-gerik rombongan itu, mengatakan, ketika berhenti sekian lama, mobil terus menyalakan lampu. Hingga sekitar pukul 20.00, ketika Tama meninggalkan kantor ICW untuk pulang ke Cileungsi, orang berbadan tegap dan empat orang lain dalam mobil masih bertahan. ”Ingatan saya mengatakan foto ketiga adalah orang yang berada di belakang setir Kijang Innova,” kata Febri.
Malam itu juga, setelah meninggalkan kantor ICW, Tama menyatakan dipepet dua pengendara sepeda motor. Ketika memutar di dekat Mal Kalibata, seorang di antara mereka menunjuk Tama sambil berujar, ”Ini yang jaket hitam. Ini yang jaket hitam!” Malam itu Tama memang berjaket hitam.
Selain dua sketsa dan tiga foto itu, polisi punya satu sketsa lagi, hasil rekaan terhadap wajah yang diingat Tama ketika berbaring di rumah sakit. Belakangan, rekaan itu hampir persis dengan wajah Torik Dasa Maulana, 25 tahun, pengemudi mobil Avanza berwarna silver yang berada di tempat kejadian tak lama setelah Tama dihajar.
Menurut La Ode Muammar Kadhafi, aktivis dari Kendari yang menemani Tama pada malam nahas itu, Torik sempat menyerahkan helm kepadanya. Sejak dari Kafe Loca di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, helm itu tidak ia kenakan, cuma dipegang dan terlepas ketika sepeda motor yang ia gunakan bersama Tama tersungkur.
Torik menawari Tama tumpangan ke Rumah Sakit Asih, sekitar dua ratus meter dari tempat kejadian. Tama dan Kadhafi menolak. Torik lalu meluncur ke arah Kalibata, tapi balik lagi beberapa menit kemudian, dan kembali menawarkan tumpangan ke rumah sakit. Tama lagi-lagi menolak.
Seorang pemuda bersepeda motor menolong Tama dan membawanya ke rumah sakit. Kadhafi menyusul dengan taksi. Sepeda motor Tama diamankan Budi, penjaga rumah di dekat tempat kejadi an. Polisi semula juga curiga, Torik ang gota kelompok penganiaya. Tapi belakangan polisi melepas Torik, yang beker ja sebagai sopir di perusahaan binatu.
Polisi mengecek mobil yang dikendarai pada malam kejadian, dan ada lecet yang menunjukkan dia berusaha me nabrak penghajar Tama dari belakang. Ini sesuai dengan pengakuan sebelumnya. Meski begitu, Tama tetap mencurigai Torik karena sosoknya yang misterius.
Torik dua kali membesuk Tama di rumah sakit. Ia mengatakan bukan orang yang menghajar Tama. Ia menyatakan pas kebetulan lewat dan menyaksikan kejadian itu. ”Niat saya menolong,” kata Torik.
Di tengah usaha mengungkap pela ku dan motif penganiayaan terhadap Tama, muncul kabar dari sumber Tempo di kepolisian bahwa Tama dihajar karena soal judi bola. Tama menampik tudingan itu. ”Kami ribut bukan karena berantem, tapi karena pertanding annya seru,” kata Tama, yang menonton bareng acara Piala Dunia di Kafe Loca. Tama memang ”gila bola” dan suka bermain futsal. Kadhafi juga membantah, ”Taruhan sebungkus rokok saja dia tak berminat,” katanya.
Manajer Kafe Loca, Agus Suryana, menyatakan tidak ada adu jotos pada malam itu. Pengunjung ramai dan berteriak-teriak karena serunya pertandingan Spanyol-Jerman merebut tiket ke final. ”Saya pastikan tidak ada ribut-ribut malam itu,” kata Agus.
Sunudyantoro, Heru Triyono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo