Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

"kami akan bersuara lagi"

Fraksi abri mengusulkan agar pemerintah menangani masalah kerawanan tanah. banyak tanah rakyat digusur untuk dijadikan real estate. menyoroti kepemimpinan, penyelewengan, dan koordinasi aparatur. (nas)

14 Juni 1986 | 00.00 WIB

"kami akan bersuara lagi"
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
PARA anggota DPR mulai reses awal bulan ini. Tapi, berbeda dengan tiga fraksi lainnya, sebelum memasuki masa istirahat itu, Fraksi ABRI sempat melontarkan pernyataan menarik. F-ABRI menyatakan agar pemerintah segera sigap menangani masalah tanah. Masalah tanah ini sangat peka. Bahkan, derajat kepekaannya dinilai setingkat dengan kerawanan masalah SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan). Sehingga, SARA itu sudah harus berubah menjadi SARAT. F-ABRI berpendapat, jika masalah tanah masih ditangani seperti sekarang ini, ia bisa menimbulkan kerawanan dan keresahan sosial yang sulit diatasi. Sekarang ini, "Bukan lagi kepentingan rakyat kecil, yang buta hukum, yang diperjuangkan," kata juru bicara F-ABRI, H. Sumrahadi Partohadiputro. "Jangan karena mempunyai kuasa, mempunyai duit, lalu orang itu dimenangkan. Rakyat kecil itu jangan dieksploitir." F-ABRI menilai banyak terjadi manipulasi di bidang tanah. Misalnya, manipulasi izin. Tanah rakyat digusur, "Izinnya dikatakan untuk kepentingan umum - nyatanya yang dibangun real estate," kata Sumrahadi lagi. Masalah tanah ini meluas, karena UU Pokok Agraria belum tuntas dilaksanakan. Ini berkaitan dengan sikap dan peri laku aparatur. F-ABRI berpendapat, kalau masalah ini dapat diatasi, semua akan berjalan lancar. "Yang penting," kata Sumrahadi, "aparatur memiliki kemauan politik." F-ABRI pun mengeluarkan pernyataan tentang kepemimpinan. Beberapa tahun terakhir ini, tengah terjadi berkurangnya tokoh keteladanan di tingkat kepemimpinan yang dapat dijadikan pinutan. Sikap dan perilaku tokoh panutan dinilai cenderung materialistis. "Artinya, kepentingan pribadi lebih menonjol dari kepentingan bangsa dan negara," kata Sumrahadi. Padahal, masyarakat masih memerlukan panutan. Itulah kondisi riil yang ada," ujar Sumrahadi. Dengan demikian, merosotnya keteladanan kepemimpinan yang dapat dijadikan palutan dipandang berbahaya bagi bangsa dan negara. "Dalam hal ini, Fraksi ABRI tidak berbicara apakah itu terjadi di kalangan sipil atau militer," katanya. Selain berkembangnya nilai-nilai materialistis, F-ABRI pun berpendapat adanya tokoh panutan yang mengorbankan kepentingan jangka panjang demi kepentingan jangka pendek. F-ABRI, tak menunjuk contoh. Tapi, "Kini sudah waktunya kita bersama-sama menjadikan keteladanan sebagai gerakan nasional," kata Sumrahadi. Kecuali itu, F-ABRI berpendapat, dalam beberapa tahun terakhir ini, terhadap berbagai penyelewengan sanksi kurang diterapkan secara tegas, konsisten, dan konsekuen. "Tapi, melihat gelagatnya sekarang, pemerintah sudah mengarah ke sana," kata Sumrahadi. Bekas Kapuspen Hankam ini menyebut contoh ihwal instruksi Presiden Soeharto agar pelanggaran atau penyelewengan Inpres No. 4 tahun 1985 dapat dikenakan tuduhan subversi. Seperti diketahui, awal bulan lalu Presiden Soeharto telah memanggil enam pejabat penting. Yakni Pangab-Pangkopkamtib Jenderal L.B. Moerdani, Mensesneg Sudharmono, Menmud/Sekab Moerdiono, Menteri Kehakiman Ismail Saleh, Kapolri Jenderal Anton Soedjarvo, serta Jaksa Aun Hari Suharto. Pemerintah mengakui selama setahun ini telah terjadi praktek-praktek yang menyalahgunakan kemudahan yang terdapat dalam Inpres 4/1985 itu. Telah terjadi penyuapan. Padahal, kemudahan itu sengaja diberikan untuk menekan ekonomi ongkos tinggi. Pemerintah, agaknya, ingin benar menggalakkan pengawasan ini. Adalah Presiden Soeharto sendiri, misalnya, yang menyerukan agar para kontraktor berani menolak komisi. Yang masih menjadi kecaman F-ABRI ialah lemahnya koordinasi aparatur pemerintah, baik antardepartemen maupun intradepartemen dan lembaga. Padahal, hal itu pernah disorot dengan kritis oleh F-ABRI awal Desember tahun silam. Memang, masalah ini sudah lama muncul, dan rupanya dinilai oleh F-ABRI belum ada perbaikan. Sumrahadi, yang di tahun 1974-1978 menjabat Kapuspen Hankam, dan dikenal sebagai pendukung gigih penguasa, mengakui F-ABRI adalah fraksi yang mendukung pemerintah. "Tetapi kami bukan hanya mewakili ABRI saja, tapi juga mewakili rakyat," katanya. Karena itulah, mereka bersuara. "Dan kalau apa yang kami suarakan tidak mendapat tanggapan - kami akan bersuara lagi," tambahnya. Fraksi ABRI beranggotakan 75 orang. Menempati lantai VIII gedung DPR, ia termasuk fraksi yang terdisiplin. Sebuah sumber mengatakan, profesionalisme anggota DPR dari lingkungan militer ini akan kian ditingkatkan. Misalnya, untuk anggota DPR setelah Pemilu 1987 mendatang, jauh hari mereka sudah dipersiapkan, antara lain, digodok lewat Sesko. S.H. Laporan A. Luqman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus