PEGAWAI negeri di Kabupaten Brebes, Ja-Teng, kini bak gadis pingitan. Sejak minggu ketiga bulan lalu, mereka harus betah duduk di kantor selama jam kerja, dari pukul 7 pagi hingga pukul 2 siang. Jangan mencoba-coba berselingkuh, keluar kantor tanpa izin tertulis atasan. Bisa-bisa kena ia jaring petugas Tibum (Ketertiban Umum), yang setiap saat memang ditugasi mengintai mereka. Kebijaksanaan mendisiplinkan anggota Korpri itu datang dari Syafrul Soepardi, bupati Brebes. "Saya melihat masih banyak pegawai negeri yang keluyuran saat jam kerja," ujar Bupati memberi alasan. Syafrul memang punya bukti. Awal bulan silam, ketika ia sedang melakukan kunjungan mendadak ke Kantor Bagian Perekonomian Pemda Brebes, tak seorang pun karyawan tampak di sana. Bupati berang. Ia kemudian memanggil petugas Tibum untuk melacak ke mana perginya orang-orang itu. Operasi penjaringan pun segera dilakukan. Hasilnya: 40 orang berseragam Korpri terjerat ketika mereka sedang berleha-leha di toko-toko di Brebes. Pengalaman pahit ini kemudian dibicarakan dalam rapat koordinasi antarkepala kantor Pemda Brebes. Sejak saat itulah penangkapan pegawai yang keluyuran ketika waktu kantor dicanangkan. "Biar mereka meningkatkan disiplin kerja, dan memiliki kesadaran menaati peraturan," ujar Syafrul, yang untuk itu mengeluarkan sebuah surat keputusan. SK bernomor 863/02098/1986 itu memang berpedoman kepada PP nomor 80/1980 tentang disiplin pegawai negeri sipil. Dampak peraturan itu kini memang terasa. Kota Brebes tampak sepi dari orang-orang yang berseragam Korpri sewaktu jam kantor. Memang ada satu dua dari mereka yang kelihatan keluar kantor. "Tetapi mereka sudah membawa SIK (Surat Izin Keluar) yang ditandatangani atasannya," ujar Aswadi Machroni, Kepala Humas Pemda Brebes. Apa pun jenis keperluannya, SIK itu harus dikantungi. "Untuk keperluan memfotokopi, misalnya, mereka harus membawa SIK," ujar Aswadi. Sebenarnya dari 40 orang pegawai negeri yang terjaring kala Bupati murka itu, hanya 15 orang yang pegawai Pemda. "Selebihnya adalah guru SD yang baru saja selesai mengawasi ujian," ujar W. Roni, 50, komandan Tibum yang saat itu memimpin operasi. Pegawai-pegawai yang nahas tadi waktu itu dicatat nama, NIP, dan jabatannya. Dan daftar itu kini di map Bupati. "Saya kaget ketika identitas saya dicatat," ujar seorang guru SD yang kena getah operasi Tibum. Soalnya, "Di tempat saya tak ada peraturan semacam itu, bahkan hingga kini," ujar pegawai Depdikbud itu. Tetapi guru tadi setuju bila disiplin diterapkan secara konsisten. Memang banyak suara-suara setuju yang berasal dari kalangan dalam. "Perintah itu positip. Asal jangan anget-anget tahi ayam saja," ujar seorang karyawan Pemda Brebes. Brebes mengeluarkan surat izin keluar bagi pegawainya untuk menerapkan disiplin, tapi Bandung punya cara yang lain. Sejak masa jabatan Gubernur Yogie S. Memet, awal tahun silam, semua karyawan Pemda Jawa Barat diharuskan apel dua kali sehari. Saat masuk kantor dan ketika pulang. Kegiatan yang sudah berlangsung setahun ini selama bulan puasa ini - disusutkan menjadi dua hari sekali. "Pegawai negeri tak bisa datang terlalu siang atau pulang sebelum waktunya," ujar H.S.A. Jussac, Kepala Humas Pemda Ja-Bar. Kegiatan itu dianggap penting, sebab "Waktu untuk melayani masyarakat atau bekerja bisa semestinya, ' katanya lagi. MEMANG tugas pegawai negeri antara lain melayani masyarakat. Tetapi cara yang ditempuh - baik di Brebes maupun di Bandung - agaknya masih bersikutat kepada formalitas. Artinya, jam bekerja yang panjang tadi belum tentu sebanding dengan produktivitas yang dihasilkan. Suatu penelitian tentang produktivitas pegawai negeri pernah dilakukan tahun 1982 oleh Pusat Penelitian dan Studi Kependudukan (PPSK-UGM). Penelitian - yang mengambil lokasi pada sebuah kampung di tengah Kota Yogya - yang diketuai oleh Doktor Chris Manning itu membeberkan bahwa 50 persen responden pegawai negeri itu bekerja kurang dari 35 jam seminggu. Malah 17 persen kurang dari 25 jam. Meski diakui keterbatasan penelitian itu, yang tidak bisa memberi gambaran bagi kondisi pegawai negeri seluruh Indonesia, toh keadaan ini memprihatinkan. Sebab, menurut ketentuan pemerintah, seorang pegawai negeri minimal harus bekerja 37,5 jam selama enam hari kerja. Sehingga menurut ukuran itu mereka sebenarnya termasuk penganggur tersembunyi (TEMPO, 6 November 1982). Karena itu, langkah Bupati Brebes agaknya perlu diberi perspektif yang lebih jauh. Misalnya dengan memberi kesadaran akan tugas yang mereka pikul. Sayang kalau kata-kata ini diucapkan oleh Pak Bupati tentang kebijaksanaannya itu, "Sekali-sekali bikin kejutan dengan mengeluarkan peraturan." A. Luqman Laporan Slamet Subagyo (Yogya) & Farid Gaban (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini