Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memenukam 8 bentuk pelanggaran HAM dalam kasus gagal ginjal akut pada anak. Pelanggaran HAM itu ditemukan lewat penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM dalam kasus yang menewaskan ratusan orang anak meninggal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Terdapat sejumlah pelanggaran HAM atas kasus gangguan ginjal progresif atipikal pada anak di Indonesia,” kata Komisioner Komnas HAM, Hari Kurniawan, Sabtu, 11 Maret 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Delapan pelanggaran HAM itu di antaranya, hak untuk hidup; hak atas kesehatan; hak anak; hak memperoleh keadilan; dan hak atas kesejahteraan, yaitu hak atas pekerjaan dan hak atas jaminan sosial.
Selain itu, mereka juga menemukan bentuk pelanggaran HAM, yaitu pelanggaran hak atas informasi; hak konsumen; dan pelanggaran terhadap prinsip bisnis dan hak asasi manusia.
Pemerintah dinilai tak transparan
Hari mencontohkan bentuk pelanggaran hak atas informasi. Komnas HAM, kata dia, menganggap pemerintah tidak transparan dan tanggap dalam proses penanganan kasus gagal ginjal.
“Terutama dalam memberikan informasi yang tepat dan cepat kepada publik dalam rangka meningkatkan kewaspadaan serta meminimalisir bertambahnya korban,” kata dia.
Dia mengatakan kebijakan dan tindakan penyelidikan epidemiologis yang dilakukan oleh Pemerintah tidak efektif dalam menemukan faktor penyebab kasus GGAPA. Lambannya proses itu, kata dia, membuat korban jiwa yang jatuh menjadi lebih banyak.
Selanjutnya, rekomendasi Komnas HAM
Atas temuan tersebut, Komnas HAM memberikan sejumlah rekomendasi. Di antaranya, meminta Presiden Jokowi mengakui bahwa negara telah melakukan pembiaran hingga mengakibatkan 326 anak menjadi korban. Sebanyak 204 anak menjadi korban meninggal, sementara sisanya menjadi penyintas.
Komnas juga merekomendasikan agar pemerintah memperketat pengawasan obat dan makanan. Salah satunya dengan cara memperkuat peran Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM. Kepada kepolisian, Komnas juga memberikan rekomendasi, yaitu melakukan penegakan hukum secara adil, obyektif, transparan, dan cepat.
“Kepolisian harus memastikan terwujudnya kepastian hukum dan pemenuhan hak atas keadilan bagi seluruh pihak terutama korban,” kata dia.
Kasus gagal ginjal akut pada anak menyeruak sejak pertengahan hingga akhir tahun 2022. Kementerian Kesehatan menyatakan kasus tersebut disebabkan oleh konsumsi obat sirup yang memiliki kandungan Etilen Glikol dan Dietilen Glikol di atas ambang aman.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pun telah mencabut izin edar sejumlah obat sirup yang disebut sebagai penyebab merebaknya masalah kesehatan tersebut. Bersama Badan Reserse Kriminal Polri, BPOM juga telah menjerat sejumlah perusahaan produsen obat sirup beserta para petingginya secara hukum.
Meskipun demikian, para keluarga korban gagal ginjal akut tak puas dengan cara pemerintah menangani masalah ini. Mereka sempat mengadu ke Komnas HAM agar mendesak pemerintah menetapkan masaah ini sebagai Kejadian Luar Biasa. Mereka juga telah mengajukan gugatan class action kepada pemerintah dan perusahaan produsen obat.