BEBERAPA jam setelah pelantikan Kabinet Pembangunan III, rumah
Menpen Letjen Ali Murtopo dipenuhi orang. Di sana berlangsung
sebuah pesta sukuran yang dihadiri sejumlah teman, anak buah
atau bekas anak buah. Dengan berpakaian safari lengan pendek,
Ali Murtopo beserta isteri berdiri di depan pintu menerima
ucapan selamat dari para tamu. Permintaan berpotret bersama
kemudian menyibukkan tuan rumah yang terus melemparkan senyum ke
berbagai penjuru dan ke lensa kamera,
Dua hari kemudian, di tempat yang sama, beberapa saat sebelum
berangkat ke kantor, Menpen Ali Murtopo menerima wartawan TEMPO,
Salim Said. Berikut ini petikan dari percakapan di Minggu pagi
itu
Wartawan asing pada umumnya senang dengan kebijaksanaan terbuka
yang selama ini dilakukan oleh CSIS, yang ketua kehormatannya
adalah bapak. Apakah kebijaksanaan demikian akan merupakan
kebijaksanaan Deppen nantinya?
CSIS adalah suatu lembaga swasta yang bekerja dengan landasan
ilmiah. Sedangkan Deppen itu adalah salah satu departemen
pemerintah dari sekian banyak departemen dalam kabinet. Ini
berarti Deppen tidak boleh mempunyai sikap yang lain dari
kabinet.
Dalam sidang MPR yang lalu telah diputuskan bahwa UU Pokok Pers
akan ditinjau kembali. Ke mana kiranya peninjauan ini dilakukan?
Apakah, misalnya, lembaga SIT akan dihapuskan?
Dalam pembicaraan sidang MPR lalu, yang menjadi masalah pokok
bukan soal SIT, tapi mengenai masalah kedewasaan kita bersama,
pers maupun pemerintah, untuk membawa suatu media massa ke arah
memajukan pendapat yang obyektif. Pers di Indonesia itu harus
menyesuaikan diri dengan kondisi kita. Karena itu tidak mungkin
kita mempunyai pers bebas sebagai yang ada di Eropa, misalnya.
Dan soal SIT itu adalah salah satu faktor kecil dan teknis dalam
pembinaan kita bersama.
Apa nanti akan ada SIT baru bagi penerbitan koran baru?
Masalahnya adalah, apakah koran yang akan dibuat itu membawa
manfaat. Bagi masyarakat banyak tentu ada manfaatnya. Tapi bagi
pengusaha? Apakah koran itu nanti bisa hidup baik? Sebenarnya
ada saja ruang bagi terbitnya koran baru, meski ruang itu ya,
cukup sempit. Tapi begini, baiknya koran yang sudah ada itu biar
jadi kuat dulu.
Terhadap televisi kita yang hanya satu saluran, timbul tanggapan
dan komentar mengenai mata acara maupun cara penyelenggaraannya.
Bagaimana komentar bapak sendiri?
Televisi itu adalah pendapat yang didukung teknis, dan ini
berarti keuangan. Saya sendiri belum punya rencana untuk itu.
Mengingat bahwa RRI bisa meningkatkan mutu siarannya setelah
mendapat saingan dari radio-radio swasta, apakah bapak tidak
berfikir ke arah membuka kesempatan bagi timbulnya suatu usaha
televisi swasta?
Prinsipnya begini, apa saja yang bentuknya monopoli itu tidak
baik.Karena di sana tidak ada persaingan yang sehat.
Bisakah saya simpulkan bahwa di bawah pimpinan bapak, Deppen
nantinya akan membuka kesempatan bagi tambahnya saluran televisi
yang dikelola oleh swasta?
Betul. Itu paling baik. Tidak hanya tambah saluran, tapi kalau
perlu adanya stasiun-stasiun lain.
Dalam bidang perfilman, kini berlaku suatu kebijaksanaan untuk
terus mengurangi film impor, demi memberi ruang hidup kepada
film-film nasional. Apa kebijaksanaan yang sudah berjalan ini
akan diteruskan?
Kita bicara prinsipnya dulu. Prinsip pertama, bangsa Indonesia
tidak mau jadi bangsa yang terasing. Prinsip kedua, Indonesia
tidak bisa melepaskan sistim internasional yang sekarang saling
tergantung (interdependen). Prinsip ketiga, kebudayaan bangsa
itu berkembang berdasarkan kemampuannya mengembangkan
kepribadiannya, menerima yang baru, menciptakan dinamika proses
kebudayaan untuk lebih maju ke depan. Jadi kalau tidak ada
pengaruh dari luar, saya rasa kebudayaan itu juga akan kering
berkembangnya. Jadi tidak mengimpor film itu saya rasa bukan
mode dalam dunia modern sekarang ini.
Sekarang juga sedang berjalan suatu kebijaksanaan bahwa para
importir film, untuk memasukkan film dari luar, mereka harus
memproduksi film di dalam negeri. Akibatnya, jumlah produksi
memang amat meningkat, tapi mutunya rata-rata belum memuaskan.
Bagaimana bapak menghadapi persoalan ini?
Kondisi seperti ini saya tidak setuju. Karena di sini
dititik-beratkan pada segi ekonomis yang hanya bisa dinikmati
oleh para produser. Tapi akibatnya membawa kerugian yang lebih
besar, karena tidak membawa hiburan yang bernilai. Apakah ini
tidak akan merupakan elemen yang akan merusak perkembangan
budaya bangsa kita? Jadi tidak boleh asal produksi, asal banyak,
tapi akibatnya merusak masyarakat.
MPR menentukan bahwa film bukan hanya barang dagangan. Yang
membuat film di Indonesia adalah pedagang, dan tentu kita tidak
bisa menuntut terlalu banyak dari para pedagang itu. Apakah
bapak tidak melihat kemungkinan pemerintah ikut mensponsori
lahirnya film-film baik?
Ideal sekali itu. Yang penting sekarang adalah mencari dananya.
Tapi kalau ide ini kita laksanakan, pada suatu kali kita tentu
bisa mendapatkan dananya. Ini ide bagus, karena ia bisa memberi
kepada masyarakat film-film dengan mutu seperti yang kita
inginkan.
Penerangan mengenai apa yang dicapai pemerintah lewat
pembangunannya, kini dirasakan sangat kurang. Apa kiranya
rencana bapak dalam bidang ini?
Ada tiga hal penting yang harus dilakukan sehubungan dengan itu
pertama, redisiplinering daripada aparatur penerangan yang ada
hubungannya dengan rakyat langsung kedua harus mampu memilih
item penerangan yang sesuai dengan rakyat kita. Ketiga,
intensitasnya itu jangan terlalu meluas, tapi ada tekanannya.
Ini memerlukan dukungan strukturil, teknis dan pemikiran. Saya
rasa penerangan kepada rakyat hingga kini memang belum berhasil.
Tapi itu banyak alasannya.
Kita kenal adanya pendekatan sekuriti (security approach), tapi
bapak mempopulerkan pendekatan lain, yakni kemakmuran. Kira-kira
mana dari keduanya yang akan mendapat tekanan dalam Kabinet
Pembangunan III ini nanti?
Kedua-duanya harus dipelihara keseimbangannya menurut kondisi
yang ada. Tapi melihat Sapta Krida Kabinet -- titik beratnya
pada kemakmuran dan tidak lagi pada stabilitas--maka saya rasa
pendekatan yang akan dilakukan adalah pendekatan kemakmuran itu.
Republik kita ini telah mempunyai sejumlah Menteri Penerangan.
Adkah di antara mereka yang menjadi ideal bapak?
Ruslan (Abdul Gani).
Sebagai Menpen, apakah juga nantinya bapak akan menjadi juru
bicara kabinet?
Apa Mensekneg atau saya--yang menurut struktur menjadi juru
bicara negara--tidak ada soal bagi saya. Setiap menteri malah
saya harapkan bicara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini