Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

"mensekneg atau saya tak jadi soal"

Wawancara tempo dengan menteri ali murtopo setelah pelantikan kabinet pembangunan iii mengenai sit dan kebijaksanaan lainnya selaku menpen pada kabinet pembangunan iii. (nas)

8 April 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEBERAPA jam setelah pelantikan Kabinet Pembangunan III, rumah Menpen Letjen Ali Murtopo dipenuhi orang. Di sana berlangsung sebuah pesta sukuran yang dihadiri sejumlah teman, anak buah atau bekas anak buah. Dengan berpakaian safari lengan pendek, Ali Murtopo beserta isteri berdiri di depan pintu menerima ucapan selamat dari para tamu. Permintaan berpotret bersama kemudian menyibukkan tuan rumah yang terus melemparkan senyum ke berbagai penjuru dan ke lensa kamera, Dua hari kemudian, di tempat yang sama, beberapa saat sebelum berangkat ke kantor, Menpen Ali Murtopo menerima wartawan TEMPO, Salim Said. Berikut ini petikan dari percakapan di Minggu pagi itu Wartawan asing pada umumnya senang dengan kebijaksanaan terbuka yang selama ini dilakukan oleh CSIS, yang ketua kehormatannya adalah bapak. Apakah kebijaksanaan demikian akan merupakan kebijaksanaan Deppen nantinya? CSIS adalah suatu lembaga swasta yang bekerja dengan landasan ilmiah. Sedangkan Deppen itu adalah salah satu departemen pemerintah dari sekian banyak departemen dalam kabinet. Ini berarti Deppen tidak boleh mempunyai sikap yang lain dari kabinet. Dalam sidang MPR yang lalu telah diputuskan bahwa UU Pokok Pers akan ditinjau kembali. Ke mana kiranya peninjauan ini dilakukan? Apakah, misalnya, lembaga SIT akan dihapuskan? Dalam pembicaraan sidang MPR lalu, yang menjadi masalah pokok bukan soal SIT, tapi mengenai masalah kedewasaan kita bersama, pers maupun pemerintah, untuk membawa suatu media massa ke arah memajukan pendapat yang obyektif. Pers di Indonesia itu harus menyesuaikan diri dengan kondisi kita. Karena itu tidak mungkin kita mempunyai pers bebas sebagai yang ada di Eropa, misalnya. Dan soal SIT itu adalah salah satu faktor kecil dan teknis dalam pembinaan kita bersama. Apa nanti akan ada SIT baru bagi penerbitan koran baru? Masalahnya adalah, apakah koran yang akan dibuat itu membawa manfaat. Bagi masyarakat banyak tentu ada manfaatnya. Tapi bagi pengusaha? Apakah koran itu nanti bisa hidup baik? Sebenarnya ada saja ruang bagi terbitnya koran baru, meski ruang itu ya, cukup sempit. Tapi begini, baiknya koran yang sudah ada itu biar jadi kuat dulu. Terhadap televisi kita yang hanya satu saluran, timbul tanggapan dan komentar mengenai mata acara maupun cara penyelenggaraannya. Bagaimana komentar bapak sendiri? Televisi itu adalah pendapat yang didukung teknis, dan ini berarti keuangan. Saya sendiri belum punya rencana untuk itu. Mengingat bahwa RRI bisa meningkatkan mutu siarannya setelah mendapat saingan dari radio-radio swasta, apakah bapak tidak berfikir ke arah membuka kesempatan bagi timbulnya suatu usaha televisi swasta? Prinsipnya begini, apa saja yang bentuknya monopoli itu tidak baik.Karena di sana tidak ada persaingan yang sehat. Bisakah saya simpulkan bahwa di bawah pimpinan bapak, Deppen nantinya akan membuka kesempatan bagi tambahnya saluran televisi yang dikelola oleh swasta? Betul. Itu paling baik. Tidak hanya tambah saluran, tapi kalau perlu adanya stasiun-stasiun lain. Dalam bidang perfilman, kini berlaku suatu kebijaksanaan untuk terus mengurangi film impor, demi memberi ruang hidup kepada film-film nasional. Apa kebijaksanaan yang sudah berjalan ini akan diteruskan? Kita bicara prinsipnya dulu. Prinsip pertama, bangsa Indonesia tidak mau jadi bangsa yang terasing. Prinsip kedua, Indonesia tidak bisa melepaskan sistim internasional yang sekarang saling tergantung (interdependen). Prinsip ketiga, kebudayaan bangsa itu berkembang berdasarkan kemampuannya mengembangkan kepribadiannya, menerima yang baru, menciptakan dinamika proses kebudayaan untuk lebih maju ke depan. Jadi kalau tidak ada pengaruh dari luar, saya rasa kebudayaan itu juga akan kering berkembangnya. Jadi tidak mengimpor film itu saya rasa bukan mode dalam dunia modern sekarang ini. Sekarang juga sedang berjalan suatu kebijaksanaan bahwa para importir film, untuk memasukkan film dari luar, mereka harus memproduksi film di dalam negeri. Akibatnya, jumlah produksi memang amat meningkat, tapi mutunya rata-rata belum memuaskan. Bagaimana bapak menghadapi persoalan ini? Kondisi seperti ini saya tidak setuju. Karena di sini dititik-beratkan pada segi ekonomis yang hanya bisa dinikmati oleh para produser. Tapi akibatnya membawa kerugian yang lebih besar, karena tidak membawa hiburan yang bernilai. Apakah ini tidak akan merupakan elemen yang akan merusak perkembangan budaya bangsa kita? Jadi tidak boleh asal produksi, asal banyak, tapi akibatnya merusak masyarakat. MPR menentukan bahwa film bukan hanya barang dagangan. Yang membuat film di Indonesia adalah pedagang, dan tentu kita tidak bisa menuntut terlalu banyak dari para pedagang itu. Apakah bapak tidak melihat kemungkinan pemerintah ikut mensponsori lahirnya film-film baik? Ideal sekali itu. Yang penting sekarang adalah mencari dananya. Tapi kalau ide ini kita laksanakan, pada suatu kali kita tentu bisa mendapatkan dananya. Ini ide bagus, karena ia bisa memberi kepada masyarakat film-film dengan mutu seperti yang kita inginkan. Penerangan mengenai apa yang dicapai pemerintah lewat pembangunannya, kini dirasakan sangat kurang. Apa kiranya rencana bapak dalam bidang ini? Ada tiga hal penting yang harus dilakukan sehubungan dengan itu pertama, redisiplinering daripada aparatur penerangan yang ada hubungannya dengan rakyat langsung kedua harus mampu memilih item penerangan yang sesuai dengan rakyat kita. Ketiga, intensitasnya itu jangan terlalu meluas, tapi ada tekanannya. Ini memerlukan dukungan strukturil, teknis dan pemikiran. Saya rasa penerangan kepada rakyat hingga kini memang belum berhasil. Tapi itu banyak alasannya. Kita kenal adanya pendekatan sekuriti (security approach), tapi bapak mempopulerkan pendekatan lain, yakni kemakmuran. Kira-kira mana dari keduanya yang akan mendapat tekanan dalam Kabinet Pembangunan III ini nanti? Kedua-duanya harus dipelihara keseimbangannya menurut kondisi yang ada. Tapi melihat Sapta Krida Kabinet -- titik beratnya pada kemakmuran dan tidak lagi pada stabilitas--maka saya rasa pendekatan yang akan dilakukan adalah pendekatan kemakmuran itu. Republik kita ini telah mempunyai sejumlah Menteri Penerangan. Adkah di antara mereka yang menjadi ideal bapak? Ruslan (Abdul Gani). Sebagai Menpen, apakah juga nantinya bapak akan menjadi juru bicara kabinet? Apa Mensekneg atau saya--yang menurut struktur menjadi juru bicara negara--tidak ada soal bagi saya. Setiap menteri malah saya harapkan bicara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus