PERABOTAN rumahtangga sudah tersedia. Gelas, piring sampai bak
mandi dan ruang ber-AC. Listrik dan air, bebas. Di tingkat atas
dan bawah, masing-masing terdapat hall luas dan dua kamar tidur
besar. "Cukup datang dengan hanya satu kopor pakaian," ucap
Krisnamurti Samil, Kepala Bagian Umum dan Personalia Sekretariat
Kabinet, yang mengurus perumahan Menteri dan pejabat tinggi.
Perumahan yang luas bangunannya masing-masing 500 m2, terletak
di atas tanah seluas 1000 m2 itu, selesai dibangun pada 1972.
Dan kompleks yang 5 Ha terletak di Jalan Jenderal Gatot Subroto
itu kini berisi 26 rumah. Perumahan itu sengaja dibikin,
terutama buat menteri yang sebelumnya tinggal di daerah, seperti
Mukti Ali Thoyib Hadiwidjaja dan Mochtar Kusumaatmadja. Tapi
bagi menteri yang tinggal di Jakarta, dibolehkan memanfaatkan
rumah itu. Memang ada beberapa yang terdaftar menghuni suatu
rumah, tapi datang hanya untuk pesta dan menerima tamu. Atau
sementara tinggal di situ, sembari memperbaharui rumah yang
lama. Beberapa rumah masih kosong sampai sekarang.
Sebenarnya, menurut Krisnamurti Samil, fasilitas untuk menteri
itu tidak luar biasa. "Pokoknya, rumah dan mobil," katanya.
Melihat model bangunan rumah misalnya, dengan lantai marmer
hitam, harganya menurut Samil ditaksir sekitar Rp 50 juta. Itu
sudah termasuk perabotan. Sementara biaya perawatan misalnya
untuk saniter dan kebocoran tidak banyak. "Supaya diketahui
saja, keuangan negara untuk pemeliharaan ini minim sekali,"
tutur Samil yang kantornya Juga mengurus rumah instansi lain
untuk pegawai tinggi, meliputi 486 buah.
Kompleks perumahan menteri itu terletak di bekas kampung
Pecandran,Senayan. "Tadinya tanah itu dibebaskan untuk lokasi
kebun binatang," ujar M. Zawawi, Ketua Rt 12, Rk 03,Kelurahan
Senayan, Jakarta. Karena itu di antara pemilik tanah yang setuju
pembebasan tanah dengan harga Rp 1500 per meternya, tahun 1969,
ada yang menolak digusur. Tapi Haji Madani, salah seorang yang
tadinya menolak itu, akhirnya kena tarik juga. Begitu cerita
Zawawi yang rumahnya berseberangan dengan perumahan menteri itu.
Menurut Zawawi, di kompleks perumahan menteri itu tidak terdapat
organisasi semacam pengurus kampung. "Biasanya keluarga menteri
atau pembantu rumahtangganya menyelesaikan surat-surat yang
diperlukan langsung ke Lurah Senayan," kata Kepala RT itu.
"Maklum, dari lingkungan keluarga beken. " Tapi Zawawi juga tak
setuju bila komplek itu membikin RT sendiri.
Ketua RT, orang Betawi asli yang sehari-hari dipanggil 'Bang
Entong' itu ingin juga agar tetangganya yang rata-rata menteri
itu sekali-sekali meluangkan waktu buat ngobrol dengan mereka.
"Kalau mau pakai tradisi Betawi ya datanglah waktu kenduri
atawa setahun sekali kek," katanya. Menurut Bang Entong itu
"itung-itung" imbalannya buat warga kampungnya yang terpaksa
harus 'tenang pada malam hari, sehabis pukul 10 malam.
"Maklumlah kita juga tahu bapak-bapak itu sibuk, harus istirahat
sejak sore," kata Entong. "Padahal kita orang kampung yang
kerjanya 'potong angin' alias ngobyek, biasa bagadang sampai
malam.
Tapi komplek menteri itu, meskipun bersih dan nampak mewah,
tidak dibatasi dengan pagar apapun dengan kampung yang
bersebelahan di belakangnya. Menghadapi kemungkinan ada penghuni
menteri baru, rumah-rumah itu kini dilabur dan dicat baru.
Sedang dari para bekas menteri, sampai akhir minggu lalu, belum
nampak yang siap-siap pindah. Kecuali Prof. Thoyib Hadiwidjaja
yang nampaknya mulai berkemas untuk meninggalkan rumah nomor 2
yang selama itu dihuninya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini