SUHU politik akan meningkat. Masalah SARA masih dinilai sebagai gangguan potensial yang dapat muncul sewaktu-waktu. Dan komunisme tetap merupakan bahaya laten. Sementara itu, ekstrem lainnya juga tetap merupakan ancaman potensial yang selalu akan memanfaatkan kerawanan-kerawanan yang ada. Inilah antara lain beberapa pokok perkiraan politik yang diperkirakan Jenderal Try akan terjadi sepanjang 1991. Berikut ini petikan wawancara khusus tim TEMPO dengan jenderal berbintang empat itu, Rabu pekan lalu, di kantornya. Bagaimana proyeksi situasi keamanan di Indonesia tahun 1991 ini? Situasi keamanan nasional pada tahun 1991 nanti secara umum harus diupayakan stabil dan terkendali, sehingga dapat menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dengan lebih baik. Dalam menghadapi Pemilu yang akan datang, pada tahun 1991 suhu politik akan meningkat, yang dapat mempengaruhi situasi keamanan, namun tidak banyak mempengaruhi stabilitas keamanan. Dan ini wajar, karena kita menghadapi event yang sudah berkali-kali kita laksanakan. Dan dengan kesadaran politik masyarakat tentunya kita harapkan lebih dewasa. Jadi, menghangat dalam arti positif, dalam arti gairah untuk berpartisipasi dalam Pemilu, jadi tak usah khawatir. Tampaknya, ulah GPK di beberapa tempat seperti di Aceh, Irian Jaya, dan Timor Timur semakin surut. Apa kiat ABRI untuk meredam "gejolak" ini semua. Mengenai GPK, memang benar kegiatannya semakin menurun, yang diperkirakan tidak akan mempengaruhi stabilitas keamanan nasional. Kiat ABRI untuk meredam gejolak ini antara lain dengan membantu meningkatkan pembangunan di daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Lalu, meningkatkan kemanunggalan ABRI dengan rakyat. Bagaimana dengan soal SARA? Bangsa Indonesia terdiri dari masyarakat yang heterogen, baik dari segi suku, agama, ras, maupun golongan. Hal ini di satu sisi merupakan kekayaan yang harus dipupuk dan dibina secara terus-menerus. Namun, di sisi lain merupakan sumber kerawanan yang perlu terus diwaspadai oleh semua pihak. Akibat dari sifat heterogen tersebut, masalah SARA di Indonesia masih tetap dinilai sebagai gangguan potensial yang dapat muncul sewaktuwaktu secara aktual, sehingga masalah SARA tetap mendapat perhatian dari aparat keamanan. Bagaimana dengan rontoknya paham komunisme di dunia? Apa pengaruhnya terhadap Indonesia? Perubahan fundamental pada negara-negara Eropa Timur erat hubungannya dengan peranan Uni Soviet sebagai induk paham komunis dunia. Program perestroika, glasnost, dan demokrasi yang sudah diberlakukan Gorbachev di Uni Soviet membawa pengaruh besar terhadap perubahan-perubahan di Eropa Timur, bahkan pada percaturan politik internasional. Perkembangan komunis dewasa ini sepintas memang sudah di ambang pintu kehancuran, terutama di belahan Eropa Timur. Pernyataan-pernyataan Gorbachev dan Li Peng, apabila diamati, memang keduanya sama- sama memperjuangkan perdamaian dunia internasional yang abadi. Tetapi secara politik dan ambisi superioritas dunia, mereka hanya mengubah taktik strategi dengan berbagai perubahan kebijaksanaannya, namun secara ideologi mereka berketetapan mempertahankan sosialisme komunisme. Perubahan komunisme di Eropa Timur tidak mengurangi kewaspadaan kita terhadap munculnya paham komunis di Indonesia. Perlukah kita tetap waspada terhadap neo komunisme? Selama kita masih menganut dan setia kepada Pancasila, maka kita harus senantiasa tetap waspada terhadap paham dari luar yang tidak sesuai dengan Pancasila. Karena itu, terhadap komunisme atau neo-komunisme, kita harus tetap waspada karena komunisme tetap merupakan bahaya ancaman potensial. Artinya, paham itu masih ada di dunia dan masih dianut di belahan bumi di luar Eropa dan Soviet. Seperti Korea Utara, Cina, atau Vietnam, yang masih tetap mempertahankan sistem sosial dan politik itu. Komunisme tetap merupakan bahaya laten. Dalam arti, setiap saat, ya, akan selalu menggunakan kesempatan yang ada. Bagaimana dengan munculnya paham new left (kiri baru)? New left ini justru timbul sebagai suatu paham yang tidak keruan arahnya, dan apa saja yang mantap akan digoyah. Dan ini merupakan hal-hal atau unsur-unsur yang harus kita bendung. Jadi, new left adalah golongan anti-establishment. Karena itu, sekecil apa pun gejala yang mengarah kepada paham ini, harus kita waspadai dan kita tanggulangi secara dini. Bagaimana dengan bahaya ekstrem lainnya? Ini pertanyaan penting sekali. Di samping bahaya komunis, bahaya ekstrem lainnya juga masih tetap merupakan ancaman potensial yang akan selalu memanfaatkan peluang dari kerawanan-kerawanan yang ada seperti liberalisme, kelompok-kelompok yang ingin mendirikan negara agama, dan kegiatan kelompok tertentu yang menentang kebijaksanaan Orde Baru. Apa pendapat Anda tentang keterbukaan dan perbedaan pendapat yang akhir-akhir ini menjadi topik pembicaraan politik di Indonesia? Keterbukaan merupakan suatu kebutuhan dalam kehidupan berdemokrasi. Karena itu, mutlak ditumbuhkan. Persepsi keterbukaan belum tentu sama antara kelompok masyarakat yang satu dengan ya lain. Yang diperlukan sekarang, agar keterbukaan tersebut diikuti dengan disiplin nasional, sehingga tak membahayakan kehidupan bangsa. Dengan demikian, keterbukaan yang kita maksud adalah keterbukaan yang dilandasi oleh budaya bangsa Indonesia dan harus berdasarkan Pancasila. Jadi, sekarang masalahnya bagaimana meningkatkan kualitas keterbukaan dan demokrasi, dan bukan memasalahkan keterbukaan dan demokrasi, karena demokrasi itu, ya, proses. Perbedaan pendapat merupakan hal yang wajar terjadi dalam suatu kehidupan demokratis. Dengan adanya "perbedaan pendapat", maka semakin banyak masukan yang diperoleh sebagai jawaban atas suatu masalah yang akan dipecahkan. Akan tetapi "perbedaan pendapat" tersebut harus dapat dimanfaatkan ke arah yang menguntungkan bangsa Indonesia. Semua pihak hendaknya mampu menjaga agar "perbedaan pendapat" tersebut tidak menyebabkan bangsa Indonesia menjadi tercerai-berai atau terkotak-kotak. Maka, suatu "perbedaan pendapat" harus dapat diartikan sebagai kekayaan pandangan dan hal yang dapat memperluas wawasan, sehingga suatu jawaban terbaik akan dapat dilahirkan untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Sehubungan dengan itu, dalam suatu "perbedaan pendapat" perlu adanya sifat lapang dada dari semua pihak, sehingga secara sadar mau menerima pendapat pihak lain dalam rangka mendapatkan suatu kesepakatan terbaik yang harus ditaati bersama. Bagaimana dengan adanya anggapan bahwa pemerintah belakangan ini agak mengekang kreativitas seni? Seperti yang terlihat pada pelarangan pementasan opera Kecoa dan Suksesi oleh Teater Koma. Adanya anggapan yang demikian adalah tidak benar. Pemerintah bertekad terus mengembangkan pembangunan di bidang kebudayaan dan kesenian sesuai dengan amanat GBHN, di antaranya dengan upaya perwujudan cipta, rasa, dan karsa bangsa Indonesia yang diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Karenanya, perlu terus diciptakan suasana yang mendorong tumbuh dan berkembangnya rasa tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial, disiplin nasional, serta sikap budaya yang mampu mendukung dan menjawab tantangan pembangunan. Perkembangan kesenian sebagai ungkapan budaya perlu terus diusahakan agar mampu menampung dan menumbuhkan daya cipta para seniman, meningkatkan apresiasi seni masyarakat, serta membangkitkan semangat dan gairah membangun. Pelarangan tersebut adalah suatu langkah pengamanan secara dini, sehingga gambaran keliru atas kreasi seni budaya yang tidak sesuai dengan amanat GBHN tersebut tidak berkembang di kalangan masyarakat. Di samping itu, secara edukatif diharapkan pada para seniman untuk lebih menyadari tanggung jawabnya untuk dapat menentukan sendiri mana yang pantas dan tidak pantas untuk dipentaskan sebagai kreasi seni budaya yang sesuai dengan arah pembangunan nasional. Pelarangan terhadap golongan ekstrem tidak berarti kita tidak Pancasilais. Tidak mengakui adanya golongan oposisi, tidak berarti bahwa kita tidak demokrasi. Konsep oposisi dalam bentuk apa pun tidak dalam sistem demokrasi Pancasila yang menjunjung tinggi nilai-nilai kekeluargaan dan kebersamaan. Pelarangan terhadap hal-hal yang berisu SARA atau seni yang tidak mendidik, tidak berarti tidak ada keterbukaan. Jadi, prinsipnya adalah: Kita masih dalam proses. Semuanya mempunyai batas-batas moral: Pancasila. Aturan lalu lintas pun ada, yang melanggar pelanggaran lalu lintas ditindak, tidak berarti jalan ditutup. Bagaimana Bapak melihat hubungan birokrasi dan Islam belakangan ini? Secara khusus, pengertian birokrasi dan Islam di sini perlu dibatasi, yaitu birokrasi sebagai pemerintah (Supra-Struktur Politik) dan Islam sebagai bagian dari Infra-Struktur Politik yang terwadahi di dalam ormas-ormas. Hubungan tersebut adalah serasi. Pemerintah selalu berupaya meningkatkan kehidupan manusia dan masyarakat Indonesia untuk semakin selaras, baik dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Mahaesa, dengan sesama dan alam sekitarnya, serta memiliki kemantapan keseimbangan dalam kehidupan lahiriah dan batiniah serta mempunyai jiwa yang dinamis dan semangat gotong royong yang berkembang, sehingga sanggup dan mampu melanjutkan pembangunan nasional. Hubungan serasi dan harmonis tersebut tidak saja dengan " Islam" tetapi juga dengan "bagian infrastruktur" lainnya. Tentang generasi muda yang baru pertama kali ikut memilih dalam Pemilu mendatang? Generasi muda bangsa Indonesia merupakan manusia Indonesia terdidik, sehingga kesadaran mereka akan peranan Pemilu dalam kehidupan demokrasi semakin meningkat. Sehubungan dengan itu, partisipasi generasi muda dalam Pemilu 1992 diharapkan akan lebih besar dibandingkan dengan Pemilu yang lalu. Oleh karena itu, partisipasi dan kesadaran generasi muda dalam Pemilu mendatang dapat digunakan sebagai salah satu tolok-ukur keberhasilan pendidikan politik rakyat. Bagaimana dengan adanya kecenderungan di kalangan generasi muda yang, menurut penelitian beberapa pakar, menunjukkan adanya gejala "Golput". Secara kuantitas dan kualitas, organisasi kemasyarakatan pemuda tampak semakin berkembang. Kenyataan ini menunjukkan bahwa partisipasi generasi muda untuk berorganisasi semakin meningkat. Dengan demikian, mereka akan semakin menyadari akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara, sehingga timbul kesadaran politik yang akan mereka laksanakan, terutama pada saat pemilu mendatang. Sehubungan dengan itu, ABRI selama ini tidak melihat/merasakan kemungkinan adanya gejala munculnya "Golput" di kalangan generasi muda. Dan saya yakin bahwa generasi muda Indonesia tidak memiliki jiwa pesimistis dan kerdil dalam menatap masa depannya. Golput adalah suatu pendirian yang tidak menentu alias tak punya pendirian, atau ini sebetulnya boleh saya jawab sebagai suatu sikap keputusasaan. Mengapa ini harus kita kenalkan di masyarakat. Kalau kita konsekuen, saya kira budaya golput ini tak mendapat tempat. Ada kekhawatiran bahwa semangat patriotisme di kalangan generasi muda kini mulai menurun? Ini sangat human, nenek kita pernah mengkhawatirkan bapak kita. Saya pun pernah mengkhawatirkan anak saya sendiri. Tapi saya melihat patriotisme itu dari segi komitmen, persepsi dari pandangannya, cara berpikirnya. Saya tidak sangsi dengan anak muda sekarang. Kadang-kadang saya malah heran, dalam aspek tertentu, kita kalah dalam daya analisanya. Patriotisme jangan diukur dalam bentuknya, karena setiap zaman muncul dalam bentuk yang tak sama. Patriotisme sebelum generasi 45, sampai generasi Sumpah Pemuda, ya, lain. Dulu itu, siapa yang berani vokal, ya, itu jadi ukuran. Tapi kalau sekarang masuk penjara, ya, konyol. Masak masuk penjara di negara sendiri, pemerintahnya sendiri. Orang tua itu cenderung untuk selalu khawatir. Tapi jangan berlebihan, kalau berlebihan nanti membelenggu kreativitas yang muda. Bagaimana dengan kesenjangan sosial? Tentang perusahaan yang hanya menerima kelompok tertentu? Repotnya ini menyangkut SARA, karena banyak melibatkan golongan keturunan Cina. Secara politis, hal ini perlu diingatkan. Eksklusivisme itu di mana pun ada. Tetapi semua yang eksklusif itu jelek. Kita sudah berjanji kok sebagai bangsa yang berbhineka, bermacam-macam. Jadi saya setuju, kita jangan eksklusif, jangan mengelompok. Jadi, siapa yang mengingkari, tidak setia kepada Pancasila, pasti akan terjadi distorsi. Saya coba ingatkan, jangan coba-coba eksklusif. Kalau ini masih terpupuk, potensi SARA akan meledak. Jadi, kriterianya itu kemampuan. Sehingga tercipta suatu kompetisi yang sehat. Yang punya perusahaan, tentu, tak mau mengambil orang yang bodoh. Kita juga harus introspeksi. Jadi, kalau masih sama pintarnya terus diambil golongannya, kita ingatkan. Bagaimana dengan kantung-kantung permukiman yang hampir melulu dihuni oleh etnis tertentu? Makanya ada di dalam policy kita untuk menyeimbangkan rumah mewah dan rumah sederhana. Tapi kita tak bisa memungkiri orang beli rumah sesuai dengan kemampuannya. Tapi jangan secara tidak sadar atau tak langsung lalu menimbulkan pengelompokan. Bagaimana dengan hubungan antaragama, tampaknya ada ketegangan yang mulai meningkat, misalnya dengan isu kristenisasi? Sila pertama itu menuntaskan bahwa negara ini bukan negara agama. Saya tidak larut dengan isu macam-macam. Sekarang yang penting, lakukan yang kongkret saja. Pak Harto tak pernah rame-rame, tapi ratusan masjid dibikin, ratusan anak yatim disantuni. Kita jangan cuma responsif. Nah, sebaliknya juga dari umat-umat yang lain juga harus menghormati. Jangan Islam disempitkan oleh orang Islam sendiri. Islam itu bagus, luas, dalam ajarannya. Agama itu membawa manfaat rukun. Islam itu Rahmatul Lil Alamin, bukan Rahmatan Lil Islami.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini